Kolom
Tangis Muazin dan Enigma Gaung Eks Panglima
Rabu, 18 Mar 2020 21:50 WIB
Foto: Masjid di Kuwait
Jelang sore, saya tak bisa menahan jari-jemari untuk mengetik buah pikiran saya menanggapi anekdot sebagian muslim dalam menghadapi Corona yang sudah meningkat jadi pandemi dari epidemi.
Alkisah, Eks Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo mengunggah buah pikirannya tentang muslim yang seolah menjadi anti-Masjid karena wabah besar ini. Ia menggaungkan bahwa kita harus memakmurkan Masjid dengan tetap salat jamaah di tengah serangan COVID-19. Persis seperti Gatot, eks Jenderal lainnya, Edy Rahmayadi yang kini menjadi Gubernur Sumut juga sempat mengimbau tetap melakukan salat di Masjid meski Indonesia sudah gawat darurat Corona.
Khusus Gatot, ia mengomparasi rumah ibadah agama lain yang tak membuat larangan berdoa dan beribadah bersama. Gatot menyayangkan hal ini dan seakan ada 'pesan' fobia rumah ibadah Islam di balik kebijakan pemerintah saat ini.
Kolom Lain: Saya, Tom Hanks dan Premis Virus Mematikan
Muazin yang Tersedu
Di lain waktu, saya terdiam kala menonton video seorang muazin Kuwait yang mengumandangkan azan kemudian tersedu di penggalan akhir lantunan ajakan salat di rumah masing-masing. Azan dimodifikasi dari 'mari mengerjakan salat' menjadi 'salatlah di tempat kalian masing-masing'. Ini pernah juga terjadi di zaman Nabi Muhammad. Rasulullah pernah memerintahkan perubahan lafaz azan di saat cuaca ekstrem terjadi. Ia memberi tahu umatnya untuk lebih baik mengerjakan salat di rumah masing-masing.
Terkait azan muazin Kuwait yang viral empat harian lalu, ini berkaitan dengan edaran resmi dari Kementerian Urusan Keislaman dan Wakaf berisi menghentikan seluruh aktivitas di masjid. Baik salat jamaah maupun salat Jumat. Dalam edaran juga disebutkan aktivitas masjid hanya untuk azan. Tidak kurang tidak lebih.
Kembali ke gaung Gatot lewat Instagram, Islam sekali lagi adalah agama rasional seperti yang digaungkan MUI menanggapi pernyataan eks panglima yang tetap meminta pemeluk muslim salat dan berkumpul di masjid. Agaknya kita juga harus melihat bahwa utusan terakhir Tuhan saja memberikan toleransi, bukan bermaksud fobia rumah ibadah seperti yang bergulir dan jadi sebuah 'tuduhan' tipis karena anggapan-anggapan miring terkait kebijakan pemerintah.
Semua mesti dilakukan semata-mata agar wabah cepat mereda dan berhenti. Karena penularan Corona kini bukan main cepat dan hebatnya. Presiden Jokowi telah memerintahkan bahwa kita harus mulai kerja, sekolah dan ibadah dari rumah. Arab Saudi sudah galak duluan karena sudah menyetop salat Jumat dan membatasi umroh.
Sampai sini, apakah Anda merasakan nuansa kontras dengan muazin tadi? Mari mencoba memahami ketika seluruh hidupnya didedikasikan untuk ibadah dan mengajak salat orang ke masjid, namun wabah Corona harus membuat rumah ibadahnya menjadi sepi dan tak berpenghuni. Saya rasa eks panglima mungkin saja belum mendengar soal ini.
Segetir-getirnya sang muazin menuntaskan azan, ia tetap menyiarkan bahwa salat di rumah masing-masing masih jalan terbaik untuk menyudahi periode sulit ini.
Kolom Lain: Epidemi Memilukan dari New Delhi
Menjadi sedikit kontradiksi karena persis sebelum Gatot menuliskan gaung memakmurkan masjid, ia membagikan video 'Bagaimana Wabah Covid-19 Bisa Berakhir' lansiran The Washington Post yang sudah dishare jutaan orang di Indonesia.
Indonesia seperti halnya Iran, menjadi negara yang sulit melakukan lockdown. Tapi apa daya, Indonesia sudah keburu belepotan dalam menanggapi wabah ini. 17 Maret kemarin, Indonesia seperti Iran dua pekan lalu. Dan harus dicatat, bahwa Iran saat ini, tertanggal 18 Maret sudah nyaris 15 ribu orang terjangkit COVID-19. Mirisnya nyaris 1.000 yang mati karena tak bisa menurunkan kurva penularan Corona akibat banyak orang masih tak bisa maksimal menerapkan social distancing.
Di satu sisi saya semakin gemas ketika banyak 'orang kita' justru ke Puncak dan ke Taman Safari karena terlalu haus hiburan atau memanfaatkan momen karena mengira sepinya orang di luar.
Anda tahu, saking gentingnya, otoritas Iran bahkan sampai membebaskan 85 ribu tahanan karena tak mungkin membuat manusia berkumpul di tengah wabah makin meluas. Sebuah angka narapidana yang sungguh besar dan kebijakan luar biasa untuk Iran.
Lalu kita di Indonesia masih kerap berbeda pendapat sampai perang urat karena 'cuma' perkara ibadah? Atau mulai berpikir, seperti apa dua pekan lagi di Indonesia jika kalian masih sepele atas wabah ini di Tanah Air? Berkacalah ke Iran dulu.
Salat berjamaah tetap saja membuka peluang risiko penularan Corona. Kita tahu bersama, analoginya sama dengan berkumpul di suatu tempat seperti video lansiran 'The Washington Post' yang dibagikan Gatot persis sebelum unggahan pendapatnya tentang tetap memakmurkan Masjid di tengah wabah. Ada sebuah enigma dalam seruannya.
Jika Muhammad SAW saja memberi pengertian untuk salat di rumah kala cuaca ekstrem, lalu pantaskah manusia menduga-duga manusia lainnya bisa anti-Masjid hanya karena memang ingin mengakhiri pandemi ini?
Komario Bahar
Redaktur Pelaksana !nsertlive
VIDEO TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT
FOTO TERKAIT
POPULER
DETIKNETWORK