Mengenal Sosok Sushila Karki, Pilihan Gen Z untuk Perdana Menteri Nepal

Sushila Karki menjadi calon Perdana Menteri (PM) Nepal yang diajukan demonstran Gen Z di Nepal. Dia adalah mantan hakim perempuan yang selama ini dikenal punya sikap tegas dan antikorupsi.
Ia menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung Nepal dari Juli 2016 hingga Juni 2017, menjadikannya hakim perempuan pertama yang memimpin lembaga yudikatif tertinggi dalam sejarah negara tersebut. Ia memulai kariernya sebagai advokat pada 1979 di Biratnagar, dan sejak itu putusannya telah dipuji oleh Gen Z Nepal.
Sushila Karki lahir pada 7 Juni 1952. Dia merupakan anak perempuan tertua dari tujuh bersaudara.
Karki meraih gelar Sarjana Hukum (BA) pada 1972 dari Kampus Mahendra Morang dan gelar Magister Ilmu Politik (MA) pada 1975 dari Universitas Hindu Banaras. Dia juga meraih gelar sarjana hukum dari Universitas Tribhuvan pada 1978 hingga kemudian memulai karier di pendidikan tinggi.
Karki menjadi Hakim ad-hoc di Mahkamah Agung pada 2009 dan menjadi hakim tetap di lembaga tersebut pada 2010, sebelum diangkat sebagai Ketua Mahkamah Agung.
Sejak menjadi ketua Mahkamah Agung pada 11 Juli 2016, Karki sempat menangani beberapa kasus antikorupsi tingkat tinggi.
Di masa jabatannya, Jaiprakash Prasad Gupta, Menteri Informasi dan Komunikasi saat itu, dihukum dalam kasus korupsi.
Karki juga menjatuhkan vonis berat terhadap Lokman Singh Karki, mantan Ketua Komisi Investigasi Penyalahgunaan Wewenang Nepal.
Pada 2017, ia diskors untuk sementara waktu setelah anggota parlemen dari CPN (Maoist Centre) dan Kongres Nepal menuduhnya memberikan penilaian yang dilaporkan bias, setelah mereka mengajukan pemberitahuan pemakzulan terhadapnya.
Surat itu kemudian ditarik karena tekanan publik dan perintah sementara Mahkamah Agung yang mencegah proses persidangan di Parlemen.
Beberapa kasus penting yang ditanganinya antara lain Prithivi Bahadur Pandey v. Pengadilan Distrik Kathmandu, yang menangani pencetakan uang kertas polimer di Australia, dan Om Bhakta Rana v. CIAA/Pemerintah Nepal, yang menangani korupsi selama misi pasukan penjaga perdamaian Nepal.
Ia juga telah menerbitkan dua buku, Kara (sebuah buku yang berlatar di Penjara Biratnagar tempat ia menghabiskan beberapa waktu sebagai tahanan, dan mengeksplorasi penindasan serta kesulitan yang dialami perempuan Nepal) serta Nyaya (sebuah autobiografi).
(yoa/fik)
Dokumen Tanah Tradisional Tak Berlaku Lagi di 2025, Apa Saja?
Jumat, 14 Feb 2025 21:45 WIB
Langkah Pertama Memulai Bisnis di Tengah Kondisi Ekonomi yang Menurun
Selasa, 04 Feb 2025 20:45 WIB
Ustaz Dasad Latief Ungkap Ciri-ciri Wanita yang Bisa Habiskan Pahala Laki-laki
Senin, 06 Jan 2025 22:00 WIB
Penggerak Kebaikan Tingkatkan Nilai Spiritual hingga Edukasi Halal Lifestyle
Kamis, 28 Mar 2024 03:30 WIBTERKAIT