Muhamadiyah Tidak Melaksanakan Tahlilan? Ini Alasannya

Tahlil adalah salah satu amal ibadah yang sangat baik, bahkan dijamin masuk surga dan haram masuk neraka. Tentu saja tidaklah cukup hanya mengucapkannya, atau melafalkannya saja, melainkan harus menghadirkan hati ketika membacanya, dan merealisasikannya dalam kehidupan keseharian.
Meski demikian, jika masih berbuat syirik, dan tidak beramal shalih, sekalipun membaca tahlil ribuan kali, tidak ada manfaatnya. Sebab tahlil harus benar-benar diyakini dan diamalkan dengan berbuat amal shalih sebanyak-banyaknya.
Kemudian bagaimana Hukum Tahlilan Dalam Agama Islam dan apa alasan Muhamadiyah tidak melaksanakan tahlilan?
Hukum Tahlilan dalam Agama Islam
Tahlilan sering kali menjadi subjek diskusi dan kontroversi di kalangan masyarakat Muslim, terutama terkait dengan pandangan dari berbagai ulama dan pemuka agama. Salah satu pandangan yang sering diutarakan adalah pandangan Ustaz Adi Hidayat.
Menurut Ustaz Adi Hidayat, tahlilan pada dasarnya adalah doa yang diucapkan untuk orang yang telah meninggal, sebagai bentuk pengenangan dan memohonkan ampunan bagi mereka.
Beliau menegaskan bahwa praktik tahlilan tidak boleh dianggap sebagai bentuk ibadah yang menggantikan ibadah pokok seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Ini adalah pandangan yang sejalan dengan ajaran Islam yang mendasari tindakan mengenang orang yang telah meninggal.
Dalam Islam, berdoa untuk orang yang telah meninggal adalah amalan yang dianjurkan. Rasulullah SAW sendiri pernah berdoa untuk sahabat-sahabatnya yang telah meninggal. Namun, penting untuk memahami bahwa tahlilan tidak boleh dianggap sebagai ritual yang mengikuti syariat Islam.
Ustaz Adi Hidayat menekankan bahwa praktik tahlilan harus dilakukan dengan niat yang tulus, tanpa adanya unsur bid'ah atau kepercayaan yang menyimpang dari ajaran Islam.
Salah satu peringatan yang sering diutarakan oleh Ustaz Adi Hidayat adalah tentang perayaan yang bisa terjadi dalam praktik tahlilan. Ia menekankan bahwa tahlilan seharusnya tidak dijadikan ajang pesta atau perayaan yang meriah, tetapi sebagai momen introspeksi dan doa yang mendalam untuk orang yang telah meninggal.
Pemahaman ini sesuai dengan esensi Islam yang menekankan kesederhanaan dalam beribadah dan penghormatan terhadap orang yang telah meninggal. Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur`an dan al-Hadits.
Dalam Al-Qur`an ditegaskan sebagai berikut:
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ (البقرة {2}:152)
Artinya: "Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku." (al-Baqarah {2}:152)
Pada ayat lainnya Allah berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اذْكُرُوا اللهَ ذِكْرًا كَثِيرًا ( الأحزاب {33}:41)
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya." (al-Ahzab {33}:41)
Dalam hadits-hadits pun banyak diungkapkan, antara lain ialah :
Hadits Nabi SAW:
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّ اللهَ قَدْ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللهِ (رواه البخارى، كتاب الصلاة، باب المساجد فى البيوت، عَنِ عِتْبَانُ بن مَالِكُ)
Artinya : Rasullah SAW besabda; "Maka sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas neraka terhadap orang yang mengucapkan 'La Ilaha Illa Allah', yang dengan lafal tersebut ia mencari keridhaan Allah." (HR. al-Bukhari, Kitab as-Shalah (420), Bab al-Masajid fi al-Buyut.)
Hadits Nabi SAW:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال: مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشَرَ رِقَابٍ وَكُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَمُحِيَتْ عَنْهُ مِائَةُ سَيِّئَةٍ وَكَانَتْ لَهُ حِرْزًا مِنَ الشَّيْطَانِ يَوْمَهُ ذَلِكَ حَتَّى يُمْسِيَ وَلَمْ يَأْتِ أَحَدٌ أَفْضَلَ مِمَّا جَاءَ بِهِ إِلاَّ أَحَدٌ عَمِلَ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ وَمَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ وَلَوْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْحَرِّ (رواه مسلم، كتاب الذكر، باب فضل التهليل، نمرة: 28/2691، عن أبى هريرة)
Artinya : Dari Abi Hurairah; Bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa mengucapkan 'La ilaha illa Allah wahdahu la syarika lahu lahul-mulku wa lahul-hamdu wa huwa 'ala kulli syai`in qadir', dalam satu hari sebanyak seratus kali, maka (lafal jalalah tersebut) baginya sama dengan memerdekakan sepuluh hamba sahaya, dan dicatat baginya seratus kebaikan, dan dihapus daripadanya seratus kejahatan, dan lafal jalalah tersebut baginya menjadi perisai dari syaitan selama satu hari hingga waktu petang; dan tidak ada seorang pun yang datang (dengan membawa) yang lebih afdal, daripada apa yang ia bawa (ucapkan), kecuali orang yang mengerjakan lebih banyak dari itu. Dan barangsiapa mengucapkan 'subhana-llah wa bi hamdih' (Allah Maha Suci dan Maha Terpuji) dalam satu hari sebanyak seratus kali, maka dihapus kesalahan-kesalahannya, sekalipun seperti buih air panas yang mendidih." (Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab az-Zikr, Bab Fadlut-Tahlil, No. 28/2691, dari Abi Hurairah).
![]() |
Alasan Muhamadiyah Tidak Melaksanakan Tahlilan
Dalam Fatwa Tarjih yang terdapat di Majalah Suara Muhammadiyah No. 11 tahun 2003 disebutkan bahwa tahlilan yang dilarang ialah ucapacara yang dikaitkan dengan tujuh hari kematian, atau empat puluh hari atau seratus hari dan sebagainya, sebagaimana dilakukan oleh pemeluk agama Hindu. Apalagi harus mengeluarkan biaya besar, yang kadang-kadang harus pinjam kepada tetangga atau saudaranya, sehingga terkesan tabzir (berbuat mubazir).
Pada masa Rasulullah saw pun perbuatan semacam itu dilarang. Pernah beberapa orang Muslim yang berasal dari Yahudi, yaitu Abdullah bin Salam dan kawan-kawannya, minta izin kepada Nabi saw untuk memperingati dan beribadah pada hari Sabtu, sebagaimana dilakukan mereka ketika masih beragama Yahudi, tetapi Nabi saw tidak memberikan izin, dan kemudian turunlah QS. Al Baqarah ayat 208.
Fatwa Tarjih menyimpulkan bahwa apa yang dimaksud dengan situasi Islami adalah situasi yang sesuai dengan syari'at Islam, dan bersih dari segala macam larangan Allah, termasuk syirik, takhayyul, bid'ah, khurafat, dan lain-lainnya.
Lantaran hal tersebut, orang Muhammadiyah juga tidak banyak melakukan tahlilan, tetapi tetap bertahlil. Hal ini didasari dari hallala yuhalilu tahlilan yang artinya benar-benar membaca la illa ha ilallah dan energinya juga digunakan untuk membangun umat. Tidak sekadar hablum minallah kuat tetapi hablum minannaasnya lemah.
Keduanya kita mencoba menyeimbangkan, Wujud konkretnya tentu dalam bentuk sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, panti asuhan dan juga pondok pesantren. Dam ini bagian hablum minannaas yang dibangun terus-menerus oleh Muhammadiyah.

Bacaan Surat Yasin dan Tahlil yang Dibaca saat Malam Satu Suro
Minggu, 07 Jul 2024 11:00 WIB
Muhammadiyah Sebut Jemaah tanpa Visa Haji Tak Dapat Pahala Tapi Ibadahnya...
Kamis, 06 Jun 2024 11:45 WIB
Doa Iftitah Sholat Menurut Muhamadiyah
Rabu, 20 Dec 2023 20:15 WIB
Muhammadiyah Tidak Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW? Ini Alasannya
Selasa, 26 Sep 2023 20:50 WIB
Tarif Royalti 2025: Berapa Biaya untuk Hotel, Diskotek, hingga Pesawat?
Jumat, 15 Aug 2025 15:45 WIB
Segini Harta Kekayaan Bupati Jombang Warsubi di Tengah Kabar Naikkan PBB
Jumat, 15 Aug 2025 15:00 WIB
Berapa Bayaran Paskibra? Ini Gaji Tingkatan Nasional sampai Kabupaten/Kota
Rabu, 13 Aug 2025 19:30 WIBTERKAIT