Home Lifestyle Berita IPedia

6 Fakta Hari Raya Galungan yang Bisa Datangkan Musibah Jika Tak Dirayakan

Amatullah Lutfiyah | Insertlive
Rabu, 02 Aug 2023 18:00 WIB
6 Fakta Hari Raya Galungan yang Bisa Datangkan Musibah Jika Tak Dirayakan/Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
Jakarta, Insertlive -

Perayaan Hari Raya Galungan adalah salah satu hari suci yang dirayakan umat Hindu di Indonesia. Peringatan ini dirayakan setiap 6 bulan sekali dalam kalender Bali.

Perayaan Hari Raya Galungan diperingati untuk menyatukan kekuatan rohani supaya mendapat pikiran dan pendirian yang tenang. Sementara Hari Raya Kuningan untuk memohon keselamatan, perlindungan, dan tuntunan lahir batin kepada Dewa, Bhatara, dan para Pitara.

Dalam setahun, Hari Raya Galungan dan Kuningan dirayakan selama dua kali. Jarak kedua perayaan tersebut biasanya berselang selama 10 hari. Berikut fakta dan rangkaian Hari Galungan yang bisa datangkan musibah jika tak dirayakan.


Kapan Hari Raya Galungan dan Kuningan?

Pada tahun 2023 ini, perayaan Hari Raya Galungan diperingati sebanyak 2 kali pada tanggal 4 Januari 2023 lalu dan tanggal 2 Agustus 2023. Sementara Hari Raya Kuningan akan dirayakan pada 12 Agustus 2023 mendatang.

Jarak antara Galungan dan Kuningan sendiri adalah 10 hari. Galungan diperingati setiap hari Rabu pada wuku Dungulan, sementara Kuningan dirayakan pada hari Sabtu wuku Kuningan.

6 Fakta Hari Raya Galungan yang Harus Dirayakan

Insertizen, perayaan Hari Galungan dan Kuningan ini dipercaya bisa mendatangkan musibah jika tidak dirayakan. Berikut 6 fakta Hari Raya Galungan yang harus dirayakan.

1. Galungan dan Cerita Rakyat Mayadenawa

Perayaan Galungan bagi umat Hindu dipercaya memiliki kaitan erat dengan cerita rakyat tentang Mayadanawa atau Mayadenawa.

Menurut situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Mayadanawa adalah gabungan antara cerita sejarah dan mitologi. Dikisahkan dahulu kala hidup seorang raja bernama Mahadewa yang merupakan keturunan Daitya atau raksasa di wilayah utara Danau Batur yang memiliki kekuatan mengubah diri menjadi bentuk apa saja.

Sayangnya, kesaktiannya membuat Mayadanawa menjadi sosok raja yang angkuh. Ia melarang rakyat Bali untuk menyembah Tuhan, melakukan upacara keagamaan, dan ia merusak semua pura di wilayah kekuasaannya.

Mpu Kul Putih melakukan semedi di Pura Besakih untuk memohon petunjuk dan bimbingan Tuhan. Dalam semadi itu, Mpu Kul Putih mendapat petunjuk untuk meminta pertolongan ke India. Pertolongan pun datang dari surga, berupa sebuah pasukan yang dipimpin Batara Indra, lalu menyerang Raja Mayadenawa.

Setelah pertempuran yang sangat sengit, pasukan Batara Indra berhasil mengalahkan Mayadanawa dan melengserkannya dari takhta. Cerita rakyat inilah yang menjadi latar belakang perayaan Galungan. Masyarakat percaya kebaikan atau dharma akan selalu berhasil melawan kejahatan atau adharma.

2. Sempat Berhenti Dirayakan

Perayaan Galungan sempat berhenti pada tahun 1103 Saka pada saat kepemimpinan Raja Sri Ekajaya. Hilangnya perayaan Galungan konon menyebabkan musibah yang datang berturut-turut di mana para raja yang berkuasa dikabarkan meninggal dunia dalam usia muda.

Raja Sri Jayakasunu melakukan tapa brata atau semadi di Pura Dalem Puri dan ia mendapatkan jawaban atas musibah wafatnya para raja. Musibah tersebut dikarenakan para raja tidak lagi merayakan Galungan. Setelah hampir 23 tahun tidak digelar, perayaan Galungan kembali diselenggarakan pada tahun 1126 Saka.

3. Rangkaian Upacara Galungan

Upacara Galungan terdiri dari rangkaian yang cukup panjang. Bahkan rangkaian tersebut dimulai sejak 35 hari sebelum jatuhnya perayaan Galungan.

Pada 35 hari sebelum perayaan Galungan masyarakat akan melakukan upacara doa di kebun dengan tujuan mendapat hasil panen yang baik untuk digunakan menyambut Galungan. Upacara ini disebut dengan Tumpek Pengatag.

Lalu diikuti dengan kegiatan Sugihan Jawa, Hari Penampahan, dan mengarak barong keliling desa atau disebut dengan Ngelawang yang dilakukan sampai 35 hari setelah Galungan. Kegiatan mengarak barong ini biasa dilakukan sehari setelah perayaan Galungan yang bertujuan untuk memberikan keselamatan dari wabah penyakit.

Penjor sering ditemukan di sekitar pura jelang Nyepi. Penjor berbentuk tiang bambu melengkung berukuran tinggi yang dihias pernak-pernik. Apa itu penjor?/ Foto: Ni Made Lastri Karsiani Putri-detikBali

4. Penjor Menghiasi Jalanan di Bali

Umat Hindu memasang penjor sebagai tanda ucapan syukur. Insertizen akan melihat banyak penjor pada perayaan Galungan ini.

Penjor dibuat berdiri tegak seperti wujud bakti dan simbol rasa syukur atas anugerah yang diberikan Tuhan. Penjor ini mirip dengan janur kuning pada acara pernikahan. Penjor biasanya akan dibuat dalam kurun waktu 1 hingga 2 hari menjelang Hari Raya Galungan dan Kuningan.

5. Perayaan Galungan di Tengger

Galungan juga dirayakan oleh umat Hindu Suku Tengger pada setiap 210 hari sekali di wuku Galungan. Perayaan ini bertujuan untuk memberkati desa, air, dan masyarakat.

Upacara Galungan di Tengger sama dengan upacara Barikan, sebuah upacara yang dilaksanakan setiap 35 hari sekali atau setelah terjadi bencana alam seperti gunung meletus, gempa, atau gerhana.

6. Tempat menyaksikan Galungan di Bali

Insertizen yang ingin menyaksikan Galungan di Bali, kamu bisa berkunjung ke Pura Tanah Lot. Pura Tanah Lot menjadi salah satu lokasi kegiatan piodalan pada upacara perayaan Galungan.

Hari Raya Galungan di Pura Adhitya Jaya Jakarta/ Foto: Putu Intan/detikcom

13 Rangkaian Kegiatan Saat Perayaan Galungan

Berikut adalah rangkaian kegiatan saat perayaan Galungan.

  • Tumpek Wariga

Tumpek Wariga jatuh pada Saniscara (Sabtu) Kliwon Wuku Wariga atau 25 hari sebelum hari Galungan. Kegiatan Tumpek Wariga Ista Dewata dilakukan untuk memuja Sang Hyang Sangkara, Dewa Kemakmuran dan Keselamatan Tumbuh-tumbuhan.

Masyarakat biasanya mengaturkan banten (sesaji) berupa bubuh (bubur) sumsum, misalnya bubuh putih untuk umbi-umbian, bubuh bang untuk padang-padangan, dan lainnya.

  • Sugihan Jawa

Kegiatan ini dilakukan setiap hari Kamis Wage wuku Sungsang di mana hari penyucian atas segala yang melekat di luar diri manusia (Bhuana Agung). Tujuan kegiatan ini untuk menetralisasi sifat negatif.

Upacara Ngerebong, yaitu pembersihan Merajan dan Rumah dilakukan pada Sugihan Jawa. Sementara itu di wilayah pura akan membuat Guling Babi setelah upacara selesai dan dibagikan ke masyarakat.

  • Sugihan Bali

Dirayakan setiap Jumat Kliwon suku Sungsang yang memiliki arti menyucikan atau membersihkan diri yang dilakukan dengan mandi, pembersihan fisik, dan permohonan atas Tirta Gocara kepada Sulinggih untuk penyucian jiwa.

  • Hari Penyiksaan

Dirayakan setiap Minggu Pahing wuku Dungulan atau makna filosofis "nyekeb indriya" artinya mengekang diri dari perilaku yang dilarang oleh agama.

  • Hari Penyayang

Dirayakan pada hari Senin Pon wuku Dungulan. Arti filosofinya adalah merayakan hari raya dengan memantapkan diri dan meneguhkan kepercayaan.

  • Hari Penampahan

Dilakukan pada hari Selasa Wage wuku Dungulan ini untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang diterima. Perayaan ini dilakukan dengan pembuatan penjor dan menyembelih babi.

  • Hari Raya Galungan

Seluruh umat Hindu memulai upacara pagi hari dengan sembahyang di rumah masing-masing lalu dilanjutkan ke pura di lingkungan sekitar. Tradisi yang sering dilakukan saat Galungan adalah Pulang Kampung.

  • Hari Umanis Galungan

Melakukan persembahyangan dan Dharma Santi, yaitu berkunjung ke saudara dan tempat rekreasi. Pada Hari Galungan, anak-anak melakukan tradisi ngelawang, menarikan barong dan gamelan dari pintu rumah penduduk satu ke penduduk lainnya. Hari Umanis Galungan jatuh di hari Kamis Umanis wuku Dungulan.

  • Hari Pemaridan Guru

Dirayakan setiap Sabtu Pon wuku Galungan dengan melakukan ngelusur atau nyurud yang artinya memohon. Pemaridan Guru artinya memohon pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

  • Ulihan

Pada Minggu Wake wuku Kuningan perayaan ini dilaksanakan. Memiliki arti pulang atau kembali yang artinya para dewata dan dewati atau leluhur kembali ke kahyangan dengan memberikan berkat dan anugerah panjang umur.

  • Hari Pemacekan Agung

Pada Senin Kliwon wuku Kuningan, umat manusia menyimbolkan keteguhan iman atau tegar atas segala godaan selama perayaan.

  • Hari Kuningan

Dirayakan dengan memasang tamiang, kolem, dan ending. Kegiatan ini memiliki nilai terkait disiplin waktu dan kemampuan untuk mengatur waktu. Warga kuning sendiri memiliki arti kebahagiaan, keberhasilan dan kesejahteraan.

  • Hari Pegat Wakan

Rangkaian terakhir dilakukan di hari Rabu Kliwon wuku Pahang, sebulan setelah Galungan. Kegiatan ini dilakukan dengan bersembahyang dan mencabut penjor yang di buat di hari Penampahan.

(Amatullah Lutfiyah/and)

VIDEO TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT
FOTO TERKAIT
POPULER
DETIKNETWORK