Alami Resesi Seks, 4 Negara Ini Terancam Punah Populasi

Insertlive | Insertlive
Senin, 28 Nov 2022 16:00 WIB
SINGAPORE - 2021/10/02: People wearing face masks as a preventive measure against the spread of covid-19 walk along Orchard Road, the famous shopping district. (Photo by Maverick Asio/SOPA Images/LightRocket via Getty Images) Alami Resesi Seks, 4 Negara Ini Terancam Punah Populasi
Jakarta, Insertlive -

Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memproyeksikan populasi dunia telah mencapai 8 miliar orang pada 15 November 2022.

Namun siapa sangka, ternyata banyak negara-negara besar di dunia yang justru mengalami penyusutan populasi.

Penyusutan populasi di sejumlah negara besar tersebut karena menurunnya tingkat reproduksi serta minat masyarakat untuk memiliki keturunan.

ADVERTISEMENT

Lantas, negara mana saja yang kini mulai mengalami penyusutan populasi atau yang kini sedang tren disebut 'Resesi Seks'?

Berikut ini daftar sejumlah negara yang mengalami penyusutan populasi akibat resesi seks:

1. Korea Selatan

A crowd of South Korea fans watches a live broadcast of the 2002 Word Cup in the square outside Hotel de Ville in Paris.A crowd of South Korea fans watches a live broadcast of the 2002 Word Cup in the square outside Hotel de Ville in Paris./ Foto: Getty Images/Owen Franken

Korea Selatan menjadi salah satu negara yang ternyata juga mengalami resesi seks.

Data pemerintah Korsel mencatat bahwa tingkat kesuburan di negara mereka hanya mencapai 0,81 persen pada 2021.

Padahal, tingkat ideal kesuburan untuk menjaga populasi sebuah negara adalah sebesar 2,1 persen.


Penyebab hal tersebut karena banyak anak muda Korsel memilih untuk tidak menikah.

Tak hanya itu, jumlah wanita di Korsel yang memilih untuk tidak hamil juga semakin meningkat.

Memang tidak diketahui secara pasti berapa jumlah warga Korsel yang enggan menikah dan memiliki keturunan.

Namun badan statistik nasional Korsel menunjukkan angka pernikahan yang hanya mencapai sekitar 193 ribu pada 2020.

Angka pernikahan ini berbanding jauh dengan data pernikahan warga Korsel pada 1996 yang mencapai 430 ribu.

Selain itu, angka kelahiran di Korsel juga mengalami penurunan dengan jumlah hanya sekitar 260.600.

Padahal, puncak angka kelahiran di Korsel pada 1971 mencapai 1 juta.

"Singkatnya, orang mengira negara kita bukanlah tempat yang mudah untuk ditinggali," kata Lee So-Young, pakar kebijakan kependudukan di Institut Korea untuk Urusan Kesehatan dan Sosial di Korea Selatan.

"Mereka percaya anak-anak mereka tidak dapat memiliki kehidupan yang lebih baik daripada mereka, jadi mempertanyakan mengapa mereka harus bersusah payah untuk memiliki bayi," sambungnya.

2. China

Crowds in Old Town (Nanshi) during Chinese New Year celebration, Shanghai, China.Crowds in Old Town (Nanshi) during Chinese New Year celebration, Shanghai, China./ Foto: Getty Images/Holger Leue

Rasanya cukup aneh bila mendengar negara China mengalami penurunan tingkat reproduksi atau resesi seks.

Padahal, Negeri Tirai Bambu ini dikenal sebagai negara dengan populasi terbanyak di dunia.

Data terakhir mencatat bahwa China kini memiliki populasi mencapai 1,4 miliar orang.

Pemerintah China kini mencatat bahwa negara mereka akan mengalami angka kelahiran terendah sepanjang sejarah.

Angka kelahiran di China saat ini hanya mencapai 10 juta. Angka tersebut lebih kecil dibandingkan data 2021 yang mencapai 10,6 juta.

Presiden China Xi Jinping bahkan telah mengeluarkan kebijakan pengurangan pajak hingga uang tambahan untuk anak ketiga demi meningkatkan angka kelahiran.

Namun, kebijakan tersebut tidak mampu meningkatkan angka kesuburan yang hanya mencapai 1,16 persen di bawah standar dunia sebesar 2,1 persen.

Sejumlah faktor yang menyebabkan penurunan angka kelahiran ini di antaranya biaya pendidikan tinggi, upah rendah, dan jam kerja yang terlalu panjang.

Selain itu, faktor kebijakan pandemi COVID-19 serta kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi juga menjadi faktor penyebab utama permasalah tersebut.

LANJUTKAN BACA DI HALAMAN SELANJUTNYA

Jepang menjadi negara berikutnya yang kini sedang menghadapai masalah resesi seks.

Bahkan, angka pernikahan dan kelahiran di Negeri Sakura kini tercatat paling rendah sepanjang sejarah.

Tak hanya itu, jumlah anak muda Jepang yang tak ingin menikah dan memiliki keturunan juga mencapai rekor tertinggi.

Institut Nasional Kependudukan dan Jaminan sosial mencatat sekitar 17,3 persen pria dan 14,6 persen wanita dengan rentang usia antara 18 dan 34 tahun di Jepang mengaku enggan menikah dan punya anak.

Ternyata, peningkatan jumlah warga Jepang yang menolak menikah dan memiliki anak itu jadi yang tertinggi sejak kuesioner pertama kali dilakukan pada 1982.

Selain itu, angka kelahiran di Jepang juga mengalami penurunan hingga 29.231 atau 3,5 persen pada 2021.

Sementara itu, angka pernikahan turun hingga 24.391 dari jumlah sebelumnya yang mencapai 501.116.

Angka kelahiran Jepang ini jadi yang terendah sejak data terakhir tercatat pada perang dunia kedua.

4. Singapura

Supertree Grove in the futuristic Gardens by the Bay illuminated in the nightly sound and light show.Supertree Grove in the futuristic Gardens by the Bay illuminated in the nightly sound and light show./ Foto: Getty Images/Fraser Hall

Singapura juga menjadi salah satu negara yang kini mulai menghadapi permasalahan resesi seks.

Pemerintah Singapura mencatat angka kelahiran di negara mereka hanya mencapai 1,12 persen pada 2021.

Angka kelahiran itu tentu saja tercata cukup rendah dibandingkan rata-rata negara di dunia yang mencapai 2,3 persen.

Salah satu penyebab menurunnya angka kelahiran di Singapura adalah kebijakan pemerintah yang mengizinkan wanita di negara tersebut untuk melakukan pembekuan telur.

Padahal, pemerintah sebelumnya memberikan izin hanya untuk wanita yang memiliki kondisi medis tertentu.

"Kami menyadari bahwa beberapa wanita ingin mempertahankan kesuburannya karena keadaan pribadi mereka. Misal karena tidak dapat menemukan pasangan saat mereka masih muda, tetapi ingin memiliki kesempatan untuk hamil jika menikah nanti," kata administrasi Perdana Menteri Lee Hsien Loong dalam pernyataan yang dikutip dari South China Morning Post.

(ikh/syf)
1 / 2
Loading
Loading
ARTIKEL TERKAIT
detikNetwork
UPCOMING EVENTS Lebih lanjut
BACA JUGA
VIDEO
TERKAIT
Loading
POPULER