Fakta Penting Pil Aborsi, Legal atau Ilegal?

Nabila Sahma | Insertlive
Kamis, 11 Aug 2022 19:20 WIB
A woman opens her mouth for lots of colorful pills on a spoon. Fakta Penting Pil Aborsi, Legal atau Ilegal?/Foto: iStock
Jakarta, Insertlive -

Banyak wanita mengalami kehamilan yang tidak direncanakan dan sebagian besar dari mereka memilih untuk mengakhiri kehamilannya dengan melakukan aborsi.

Dari seluruh kasus wanita yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, kasus banyak terjadi pada wanita usia 20-29 tahun (46%), 30-39 tahun (37%), dan usia 40 tahun (10%).

Dari kasus tersebut, dapat dilihat bahwa wanita yang melakukan tindak aborsi paling banyak pada usia early adulthood dimulai dari 22 tahun sampai 40 tahun.

ADVERTISEMENT

Yayasan IPAS Indonesia dalam penelitiannya menunjukkan bahwa diperkirakan ada 1,7 juta tindak aborsi yang dialami oleh wanita di pulau Jawa pada tahun 2018.

Di Indonesia sendiri, tindakan aborsi merupakan kegiatan ilegal. Dalam Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi.

Namun, larangan ini mendapatkan pengecualian apabila seorang wanita mengalami indikasi kedaruratan medis dan pemerkosaan. Tindakan aborsi juga dilakukan dengan beberapa regulasi yang ketat.

Pil Aborsi sebagai Salah Satu Cara untuk Menggugurkan Kandungan

Pil aborsi menjadi salah satu pilihan bagi mereka yang ingin melakukan menggugurkan kandungan. Jalan ini dipilih lantaran ketatnya regulasi dan adanya stigma yang ditujukan pada wanita yang ingin melakukan aborsi.

Salah satu pil yang digunakan untuk tindak aborsi adalah obat dengan zat aktif misoprostol. Misoprostol sebenarnya merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan lambung, tetapi obat ini kerap digunakan sebagai pil aborsi karena memiliki kontraindikasi bagi wanita hamil dan dapat menggugurkan kandungan jika tidak ditangani secara medis.


Misoprostol, one of the two drugs used in a medication abortion, is displayed at the Women's Reproductive Clinic, which provides legal medication abortion services, in Santa Teresa, New Mexico, on June 17, 2022. Mifepristone is taken first to stop the pregnancy, followed by Misoprostol to induce bleeding. - In the wake of Friday's ruling by the US Supreme Court striking down Roe v Wade and the federally protected right to an abortion, women from Texas and other states are traveling to clinics like the Women's Reproductive Health Clinic in New Mexico for legal abortion services under the state's more liberal laws. - RESTRICTED TO EDITORIAL USE (Photo by Robyn Beck / AFP) / RESTRICTED TO EDITORIAL USE (Photo by ROBYN BECK/AFP via Getty Images)Misoprostol, one of the two drugs used in a medication abortion, is displayed at the Women's Reproductive Clinic, which provides legal medication abortion services, in Santa Teresa, New Mexico, on June 17, 2022. Mifepristone is taken first to stop the pregnancy, followed by Misoprostol to induce bleeding. - In the wake of Friday's ruling by the US Supreme Court striking down Roe v Wade and the federally protected right to an abortion, women from Texas and other states are traveling to clinics like the Women's Reproductive Health Clinic in New Mexico for legal abortion services under the state's more liberal laws. - RESTRICTED TO EDITORIAL USE (Photo by Robyn Beck / AFP) / RESTRICTED TO EDITORIAL USE (Photo by ROBYN BECK/AFP via Getty Images)/ Foto: AFP via Getty Images/ROBYN BECK

Meski memberikan efek samping yang buruk bagi ibu hamil, obat ini masih dapat dijangkau karena dapat ditemukan di apotek, bidan, dan dapat dibeli secara online di internet.

Harganya misoprostol pun terbilang murah, yaitu hanya sekitar Rp70 ribu hingga Rp140 ribu per pil 200 mcg dan Rp30 ribu per pil 25 mcg.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Moore dkk. pada tahun 2020, ada 76 toko dari 727 toko terdaftar yang telah menjual obat misoprostol dengan dosis yang direkomendasikan oleh BPOM, yaitu 800 mcg sehari yang terbagi menjadi 2-4 dosis.

Baca halaman selanjutnya.

Pil aborsi misoprostol ini sebenarnya legal menurut BPOM dan sudah memiliki izin edar. Namun, karena tergolong obat keras, BPOM melakukan pengawasan terhadap penggunaan obat ini untuk menghindari efek samping yang dapat berujung pada kematian.

Pada kenyataannya, masih banyak yang melakukan tindak aborsi secara ilegal dan salah satunya dengan mengonsumsi misoprostol sebagai pil aborsi yang sebenarnya bukan obat yang ditujukan untuk aborsi, melainkan untuk mengobati tukak lambung (maag).

Meski telah diperingati perihal obat keras tersebut, pelaku aborsi tetap mengonsumsi obat ini tidak sesuai dengan anjuran dokter agar mendapatkan efek samping. Obat ini dapat menginduksi kontraksi dan pendarahan uterus yang akan menyebabkan gugurnya janin.

Misoprostol disarankan untuk dikonsumsi pada dosis rendah, yaitu 20-25 mcg dan berisiko menyebabkan peningkatan efek samping dengan pemberian dosis 25-200 mcg.

Jika digunakan dengan dosis berlebih biasanya akan menimbulkan efek diare, nyeri abdomen, mual, muntah, sampai menggigil. Penggunaan obat ini sebagai pil aborsi juga akan meningkatkan risiko efek samping yang bisa mengancam nyawa penggunanya.

Efek samping yang akan timbul antara lain berupa pendarahan vagina yang parah, laserasi serviks, nyeri pelvik, hiperstimulasi uterus, ruptur uteri, bradikardi pada janin, hingga dapat menyebabkan kematian pada ibu dan janin.

Lalu, apabila penggunaan obat tersebut sebagai pil aborsi gagal, bayi yang lahir akan berpotensi mengalami kondisi cacat fisik maupun mental.

A woman opens her mouth for lots of colorful pills on a spoon.A woman opens her mouth for lots of colorful pills on a spoon./ Foto: iStock

Bila ada kehamilan yang tidak diinginkan, sebaiknya mengikuti aturan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Pasal itu mengatur tindakan aborsi, yakni setiap tindakan aborsi hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kewenangan dan keterampilan serta memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri atau penyedia pelayanan kesehatan yang telah memenuhi syarat.

Baca di halaman selanjutnya.

Misoprostol

Salah satu pil yang digunakan untuk tindak aborsi adalah obat dengan zat aktif misoprostol. misoprostol sendiri sebenarnya merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan lambung, namun obat yang biasa digunakan sebagai pil aborsi ini memiliki kontraindikasi bagi wanita hamil karena dapat menggugurkan kandungan jika tidak ditangani secara medis.

Penggunaan misoprostol sebagai pil aborsi ini marak dipilih karena harganya yang murah yaitu dengan dengan biaya sekitar $5-9 per pil 200 mcg dan $2 per pil 25 mcg. Meski ilegal untuk digunakan sebagai pil aborsi, obat ini mudah untuk dijangkau karena dapat ditemukan di apotek, bidan, dan dapat dibeli secara online di internet. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Moore dkk pada tahun 2020, diketahui hanya 76 toko dari 727 toko terdaftar yang telah menjual obat misoprostol dengan dosis yang direkomendasikan oleh BPOM yaitu 800 mcg sehari yang terbagi menjadi 2-4 dosis.

Misoprostol disarankan untuk dikonsumsi pada dosis rendah yaitu 20-25 mcg dan beresiko menyebabkan peningkatan efek samping dengan pemberian dosis 25-200 mcg. Namun jika digunakan dengan dosis berlebih biasanya akan menimbulkan efek diare, nyeri abdomen, mual, muntah, sampai menggigil.

Meski kerap digunakan untuk indikasi obstetri dan digunakan dalam guideline untuk menggugurkan kandungan, misoprostol tetap harus digunakan dengan hati-hati dan harus sesuai resep dokter karena dapat membahayakan kesehatan dan nyawa ibu hamil.

Cytotec

Penggunaan Cytotec & Gastrul saat hamil dapat menyebabkan keluarnya gumpalan darah dari vagina. Gumpalan darah tersebut merupakan embrio yang menyatu dengan darah kental dari rahim. Cytotec & Gastrul ini telah beredar di pasaran sebagai obat penggugur kandungan.

Pendarahan setelah mengkonsumsi pil aborsi ini dapat terjadi selama 4 - 8 jam. Pada beberapa orang mungkin dapat terjadi lebih lama yaitu sekitar beberapa minggu. Cytotec ini merupakan jenis obat lain yang mengandung zat misoprostol, yaitu bekerja dengan cara mengurangi kadar asam di lambung. Cytotec merupakan obat keras yang penggunaannya harus dilakukan dibawah pengawasan dokter. Berikut obat-obat keras dengan kandungan misoprostol lainnya yang sudah beredar dipasaran dan kerap digunakan sebagai pil aborsi:

1. Gastrul

2. Misotab

3. Proster

4. Invitec

5. Nusoter

6. Protecid

7. Sopros

8. Potasium Sianida

Potasium sianida adalah zat kimia beracun yang berbentuk butiran padat menyerupai kristal dan mengandung zat asfiksia. Saat zat ini masuk ke dalam tubuh, tubuh akan mengalami gangguan dalam mengolah oksigen. Akibatnya bisa fatal bahkan sampai berakibat kematian.

Aroma dari zat ini khas seperti aroma almond. Potasium Sianida dapat dibeli secara bebas di pasaran yang biasanya digunakan secara komersial sebagai racun tikus dan alat fumigasi.

Jika digunakan dalam jumlah kecil, sianida akan menimbulkan gejala berupa mual, muntah sakit kepala, pusing, gelisah, sesak nafas, dan tubuh menjadi lemas. Namun jika dikonsumsi dalam jumlah yang banyak, potasium sianida akan membuat denyut nadi menurun hingga hilang kesadaran. Pengonsumsinya bisa kejang, mengalami kerusakan paru-paru, gagal napas, hingga meninggal dunia.

Potasium sianida ini digunakan oleh mendiang Novia Widyasari, bukan hanya untuk mengakhiri hidup janinnya, tetapi hingga mengakhiri hidupnya sendiri.

Orang yang menjual dan mengedarkan pil aborsi secara ilegal juga akan mendapatkan tindak pidana yang diterangkan dalam Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, dan Pasal 201 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Pada pasal 196 dijelaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu akan mendapat pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00. (satu miliar rupiah).

Lalu pada pasal 197 berbunyi, "Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)".

Dan pada pasal 198 juga disebutkan setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 akan mendapatkan denda sebanyak Rp100.000.000,00 (satu juta rupiah).

Lalu pasal 201 juga berbunyi:

Ayat (1)

"Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196 , Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200."

Ayat (2)

"Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:

a. pencabutan izin usaha; dan/atau

b. pencabutan status badan hukum."

Untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan misoprostol sebagai pil aborsi di Indonesia, BPOM pernah melakukan sidak pada tahun 2015 dan ditemukan situs jual beli online di media sosial yang menjual obat tidak sesuai indikasi sebagai pil aborsi.

BPOM juga rutin berpartisipasi dalam Operasi Pangea sejak 2011 yang dikoordinasikan oleh International Police Organization sebagai upaya internasional untuk menghentikan penjualan online pada produk kesehatan palsu dan ilegal.

Bukan hanya BPOM yang harus melakukan perannya terkait pengedaran obat terlarang sebagai pil aborsi, masyarakat juga dihimbau agar tidak melakukan pembelian dan mengonsumsi obat-obatan terlarang yang dijual secara ilegal. Apalagi tanpa saran dokter dan asal-usul obat tidak diketahui dengan jelas.

(Nabila Sahma/and)
1 / 4
Loading
Loading
ARTIKEL TERKAIT
detikNetwork
UPCOMING EVENTS Lebih lanjut
BACA JUGA
VIDEO
TERKAIT
Loading
POPULER