Komnas Perempuan Ingin Kasus Pornografi Dinar Candy Dihentikan
Pihak Komnas Perempuan meminta kepolisian untuk menghentikan kasus dugaan pornografi yang melibatkan nama Dinar Candy.
Mereka menilai penetapan Dinar sebagai tersangka kurang tepat. Pasalnya yang dilakukan sang disjoki seksi itu bukanlah aksi kriminal.
Dinar hanya ingin menyuarakan keluh kesahnya atas perpanjangan PPKM dengan mengenakan bikini di pinggir jalan.
"Yang berhak menjatuhkan vonis itu kan memang 'hakim'. Tapi yang Komnas perempuan minta atau rekomendasikan, kita mungkin harus melihat kasus ini tidak hanya dari aspek DC, ini memakai bikini ya untuk mengekspresikan ininya (protesnya). Tapi latar belakang mengapa ia melakukan," ujar Siti Aminah, Komisioner Komnas Perempuan, mengutip Detikcom, Jumat (6/8).
"Kalau yang aku baca kemarin DC ini melakukannya karena dia tertekan dengan perpanjangan PPKM. Karena dia stres, kita melihat ini bahwa Pandemi ini terjadi, ketika PPKM diperpanjang ini juga memberikan tekanan kepada individu-individu yang bentuknya mungkin bisa berbeda satu sama lain. Cara penyelesaiannya berbeda satu sama lain dan kondisi Pandemi ini kita harus mengakui bahwa ini juga mempengaruhi kesehatan mental setiap orang," lanjutnya.
Komnas Perempuan menilai aksi yang dilakukan oleh Dinar tak perlu sampai harus dibawa ke ranah hukum.
"Sebenarnya nggak ada yang salah, berbahayanya juga berbahaya di mana. Itulah, kalau perdebatan kesopanan, kesusilaan, moralitas, ketelanjangan itu kan multitafsir ya. Kayak pornografi itu sendiri. Tapi kan memang seharusnya kita bisa menenggang rasa sih, Bukan kepada aturan hukumnya," ujar Siti.
"Jadi Komnas perempuan mengharapkan kasus ini tidak dilanjutkan, dihentikan gitu ya karena bagaimanapun ini akan tidak fair dengan ancamannya yang sampai 10 tahun. Dan kita tahu sebenarnya undang undang pornografi itu juga dalam sejarah penyusunannya ini juga perdebatannya panjang gitu ya," lanjutnya.
Sebelumnya Dinar Candy ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan pelanggaran kasus pornografi dan UU ITE.
Ia dikenakan Pasal 36 Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 dengan ancaman hukuman 10 tahun dan denda Rp5 miliar.
(agn/agn)