Komentar MUI soal Penampilan Biduan dalam Peresmian Masjid di Jawa Tengah
Peresmian masjid di Desa Jambon, Temanggung, Jawa Tengah, menjadi sorotan publik karena diduga mengundang biduan dangdut. Dalam video yang beredar, terlihat sejumlah biduan berpakaian seksi dengan latar panggung bertuliskan 'Peresmian Masjid Darul Falah'.
Beberapa pria juga ikut berjoget di atas panggung sambil memberikan saweran uang kepada para biduan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) turut menyoroti video tersebut. Mereka menyayangkan penampilan biduan pada sebuah acara peresmian masjid.
"Kita (MUI) sangat prihatin dan kecewa dengan kejadian ini," kata Ketua Pusat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa (PD PAB) MUI, KH Masyhuril Khamis, dikutip dari laman MUI.
"Tidak ada urgensinya untuk mendatangkan biduan, sebab ini untuk nilai-nilai agama yang sakral, peresmian rumah Allah," lanjutnya.
Kiai Masyhuri meminta publik tetap bersikap kritis terhadap hal-hal yang tidak pantas, terutama jika dicampuradukkan dengan urusan keagamaan.
Ia berharap peristiwa ini tidak mengandung unsur kesengajaan dan menyarankan agar dilakukan investigasi untuk memastikan kebenarannya.
"Persoalan akhlak dan adab terhadap tempat ibadah menjadi perhatian kita, semoga bukan unsur kesengajaan, sebab bila disengaja tentu akan menambah persoalan baru. Saatnya MUI melakukan investigasi dan berkoordinasi untuk mengungkap kejadian ini," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Desa Jambon, Lilis Suharti, menyebut penampilan biduan itu tidak termasuk dari acara peresmian masjid. Lilis mengatakan bahwa panitia salah menggunakan latar panggung dengan banner peresmian masjid.
"Cuma, banner memang salah, aduh, ya mau bagaimana lagi kalau sudah salah begitu. Tiba-tiba ada yang screenshot atau kemudian diambil, dipotong videonya terus dinarasikan yang negatif, akhirnya timbul komentar-komentar negatif," jelas Lilis kepada detikJateng.
Lilis menambahkan, peresmian masjid digelar pada 10 September 2025, dan pentas seni yang menampilkan biduan diadakan sehari setelahnya. Kedua acara tersebut juga diselenggarakan oleh kepanitiaan yang berbeda.
"Mudah-mudahan ini jadi pelajaran biar bannernya nanti tidak dipakai untuk kesenian lagi. Biar beda banner atau ganti banner, tidak tertulis misalkan ada peresmian yang religi itu tidak dikait-kaitkan dengan acara syukuran yang lain," pungkas Lilis.
(KHS/KHS)