20 Contoh Khutbah Idul Adha 2024 yang Menyentuh Hati

Nastiti Swasiwi Nurfiranti | Insertlive
Minggu, 16 Jun 2024 21:20 WIB
Salat Idul Adha di Masjid Al-Azhar Jaksel hari Minggu 16 Juni 2024 (Wildan/detikcom) Foto: Salat Idul Adha di Masjid Al-Azhar Jaksel hari Minggu 16 Juni 2024 (Wildan/detikcom)
Jakarta, Insertlive -

Umat Muslim akan merayakan Hari Raya Idul Adha 2024 pada Senin (17/6).

Perayaan Idul Adha bertujuan untuk memperingati peristiwa kurban yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS, yang rela mengorbankan putra tercintanya, Nabi Ismail AS, sebagai wujud kepatuhannya terhadap Allah SWT.

Pada Hari Raya Idul Adha, umat Muslim akan melaksanakan Salat Ied secara berjamaah.

ADVERTISEMENT

Setelah Salat Ied, umat Muslim dianjurkan untuk mendengarkan khutbah Idul Adha.

Dengan mendengarkan khutbah Idul Adha, pahala yang didapat seorang Muslim akan berlipat ganda.

Sebagai inspirasi, Insertlive telah merangkum 20 contoh khutbah Idul Adha 2024 yang singkat dan penuh makna berikut ini, seperti dikutip dari laman NU Online pada Rabu (12/6).

1. 6 Keteladanan Keluarga Nabi Ibrahim

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ، اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا، وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا رَسُولُ اللّٰهِ، وَرَحْمَتُهُ الْمُهْدَاةُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الأَمِيْنِ، وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الطَّيِّبِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ

أَمَّا بَعْدُ، فَأُوصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللّٰهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ، القَائِلِ فِي كِتَابِهِ الكَرِيْمِ: اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُࣖ (الكوثر)


Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah, Mengawali khutbhah di pada pagi hari yang penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi, untuk senantiasa berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wa ta'ala, kapan pun dan di mana pun kita berada serta dalam keadaan sesulit apa pun dan dalam kondisi yang bagaimana pun, dengan cara melaksanakan segenap kewajiban dan menjauhi segala larangan Allah ta'ala.

Allahu Akbar (3x) walillahilhamdu,
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Keluarga Nabi Ibrahim adalah keluarga yang saleh. Sang ayah, yaitu Ibrahim, serta istri dan kedua putranya, semuanya adalah hamba-hamba yang saleh. Saleh (shalih) artinya memenuhi hak Allah dan hak sesama hamba. Kesalehan tidak akan dicapai kecuali dengan ilmu dan amal. Tanpa ilmu, seseorang tidak akan mampu beramal dengan benar sesuai tuntunan syariat. Dan ilmu tanpa amal tidak akan mendekatkan diri kepada Allah dan tidak akan mengantarkan seseorang menjadi pribadi yang saleh.

Ada banyak sekali sisi kesalehan keluarga Nabi Ibrahim yang dapat kita teladani. Di antaranya adalah hal-hal sebagai berikut.

Pertama, Nabi Ibrahim sangat kuat memegangteguh akidah dan syariat.

Allah ta'ala berfirman:

مَاكَانَ اِبْرٰهِيْمُ يَهُوْدِيًّا وَّلَا نَصْرَانِيًّا وَّلٰكِنْ كَانَ حَنِيْفًا مُّسْلِمًاۗ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ (آل عمران: ٦٧)

Maknanya: "Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, melainkan dia adalah seorang yang memegang teguh Islam. Dia bukan pula termasuk (golongan) orang-orang musyrik." (QS Ali 'Imran: 68)

Nabi Ibrahim sebagaimana nabi-nabi yang lain adalah ma'shum (selalu dijaga oleh Allah) dari kufur atau syirik, dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil yang menunjukkan kehinaan jiwa, baik sebelum maupun setelah diangkat menjadi nabi.

Nabi Ibrahim tidak pernah sedikit pun meragukan ketuhanan Allah. Beliau tidak pernah menyembah selain Allah, tidak pernah menyembah bulan, bintang dan matahari. Nabi Ibrahim tidak pernah menjual berhala bersama ayahnya. Nabi Ibrahim tidak pernah memintakan ampunan dosa kepada Allah untuk ayahnya yang musyrik. Dan Nabi Ibrahim tidak pernah meragukan sifat qudrah (Mahakuasa) Allah ta'ala. Beliau juga tidak pernah berdusta dalam setiap ucapannya.

Kedua, berdakwah dengan penuh hikmah.

Hal itu tercermin tatkala Nabi Ibrahim mengajak ayahnya untuk masuk ke dalam agama Islam sebagaimana diceritakan dalam QS al-An'am ayat 41-44. Nabi Ibrahim dengan menjaga adab seorang anak kepada orang tuanya menjelaskan dengan santun kepada ayahnya yang menyembah berhala bahwa berhala tidaklah dapat mendengar doa penyembahnya dan tidak dapat melihat penyembahnya. Yang demikian itu, bagaimana mungkin ia dapat memberi manfaat kepada penyembahnya, memberi rezeki kepadanya atau menolongnya. Ibrahim mengajak ayahnya untuk menyembah kepada Allah semata, satu-satunya Tuhan yang berhak dan wajib disembah.

Ketiga, berilmu, memiliki hujjah yang kuat dan beramar ma'ruf nahi mungkar dengan penuh keberanian.

Nabi Ibrahim telah diberi hujjah yang kuat oleh Allah ta'ala sehingga selalu dapat mematahkan berbagai dalih yang dilontarkan oleh musuh-musuh Islam ketika berdebat. Allah ta'ala berfirman:

وَتِلْكَ حُجَّتُنَآ اٰتَيْنٰهَآ اِبْرٰهِيْمَ عَلٰى قَوْمِهٖۗ (الأنعام: ٨٣)

Maknanya: "Itulah hujjah yang Kami anugerahkan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya" (QS al-An'am: 83).

Karena memiliki hujjah yang kuat inilah, Nabi Ibrahim berhasil membungkam para penduduk daerah Harraan yang menganggap bulan, bintang dan matahari sebagai tuhan. Ibrahim menjelaskan kepada mereka bahwa bulan, bintang, dan matahari tidak layak disembah karena mereka adalah makhluk yang mengalami perubahan, terbit lalu tenggelam. Sesuatu yang berubah dari satu keadaan ke keadaan yang lain pasti bukan tuhan. Karena sesuatu yang berubah pasti membutuhkan kepada yang mengubahnya. Sesuatu yang membutuhkan kepada yang lain, berarti ia lemah. Dan sesuatu yang lemah tidak mungkin disebut tuhan yang layak disembah. Perkataan Nabi Ibrahim kepada kaumnya: هذا ربي seperti dikisahkan dalam QS al-An'am ayat 76-78 adalah dalam konteks mendebat kaumnya dan menjelaskan bahwa bulan, bintang, dan matahari tidak layak disembah. Perkataan tersebut tidak berarti Ibrahim menetapkan bulan, bintang, dan matahari sebagai tuhan. Karena Nabi Ibrahim tidak pernah mengalami fase kebingungan mencari-cari Tuhan. Sebelum perdebatan itu, bahkan sebelum diangkat menjadi nabi, beliau telah mengetahui dan meyakini bahwa satu-satunya Tuhan yang berhak disembah hanyalah Allah. Dialah satu-satunya pencipta segala sesuatu, Tuhan yang menghendaki terjadinya segala sesuatu dan yang berbeda dengan segala sesuatu. Allah ta'ala berfirman:

وَلَقَدْ اٰتَيْنَآ اِبْرٰهِيْمَ رُشْدَهٗ مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا بِهٖ عٰلِمِيْنَ (الأنبياء: ٥١)


Maknanya: "Sungguh, Kami benar-benar telah menganugerahkan kepada Ibrahim petunjuk sebelum masa kenabiannya dan Kami telah mengetahui dirinya" (QS al-Anbiya': 51).

Perkataan Nabi Ibrahim: هذا ربي ketika melihat bulan, bintang dan matahari adalah bermakna istifham inkari, yakni beliau bertanya kepada kaumnya dengan maksud mengingkari bukan dengan tujuan menetapkan: "Inikah Tuhanku?". Seakan-akan beliau ingin mengatakan: "Wahai kaumku, inikah tuhanku seperti yang kalian sangka?. Ini jelas bukan tuhanku karena ia berubah, terbit lalu terbenam." Demikianlah yang dikatakan oleh para ulama tafsir. Ibrahim adalah seorang nabi yang ma'shum dari kemusyrikan sebelum maupun setelah menjadi nabi.

Keempat, dalam berjuang menegakkan agama Allah, tidak ada yang perlu ditakuti dan dikhawatirkan. Rezeki telah diatur. Ajal sudah termaktub.

Hal itu dibuktikan ketika Raja Namrud hendak melemparkannya ke dalam api yang berkobar-kobar, Nabi Ibrahim tidak gentar sedikit pun. Ia yakin sepenuhnya bahwa Allah akan menolong hamba-Nya yang memperjuangkan agama-Nya.

Kelima, tawakal sepenuhnya kepada Allah tanpa meninggalkan ikhtiar.

Hal itu tercermin pada peristiwa di mana Ibrahim meninggalkan Hajar dan Ismail yang masih bayi di Makkah yang tandus dan tiada sumber air. Karena takwa dan tawakal yang tertanam kuat di hati Ibrahim dan Hajar, akhirnya Ibrahim meninggalkan keduanya karena menjalankan perintah Allah, dan Hajar rela ditinggal di tempat itu.

Keenam, bersegera menjalankan perintah Allah, seberat dan sebesar apapun rهsikonya.

Setelah penantian yang begitu panjang, akhirnya Allah mengaruniakan kepada Ibrahim seorang putra yang kemudian diberi nama Ismail. Putra yang sangat dicintainya itu setelah tumbuh menjadi seorang remaja, Ibrahim diperintahkan Allah untuk menyembelihnya.

Dengan ketundukan yang total kepada Allah, Ibrahim bersegera menjalankan perintah itu tanpa ada keraguan sedikit pun. Sang putra juga menyambut perintah itu dengan kepasrahan yang total tanpa ada protes sepatah kata pun. Ma sya Allah!. Sebuah potret keluarga saleh yang lebih mengutamakan perintah Allah dibandingkan dengan apa pun selainnya. Ayah dan anak saling menolong dan menyemangati untuk melaksanakan perintah Allah. Dialog indah antara keduanya terekam dalam al-Qur'an sebagaimana dikisahkan oleh Allah:

قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ (الصافات: ١٠٢)

Maknanya: "..... Ibrahim berkata: "Duhai putraku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu?" (QS ash-Shaffat: 102).

Sebagaimana kita tahu bahwa mimpi para nabi adalah wahyu. Sedangkan perkataan Nabi Ibrahim kepada putranya, "Maka pikirkanlah apa pendapatmu?," bukanlah permintaan pendapat kepada putranya apakah perintah Allah itu akan dijalankan ataukah tidak, juga bukanlah sebuah keragu-raguan. Nabi Ibrahim hanya ingin mengetahui kemantapan hati putranya dalam menerima perintah Allah subhanahu wa ta'ala.

Lalu dengan kemantapan dan keteguhan hati, Nabi Ismail menjawab dengan jawaban yang menunjukkan bahwa kecintaannya kepada Allah jauh melebihi kecintaannya kepada jiwa dan dirinya sendiri:


قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ (الصافات: ١٠٢)

Maknanya: "Ismail menjawab: "Wahai ayahandaku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, in sya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar" (QS ash-Shaffat: 102).

Jawaban Ismail yang disertai "In sya Allah" menunjukkan keyakinan sepenuh hati dalam dirinya bahwa segala sesuatu terjadi dengan kehendak Allah. Apa pun yang dikehendaki Allah pasti terjadi, dan apa pun yang tidak dikehendaki Allah pasti tidak akan terjadi.

Allahu Akbar (3x) walillahilhamdu,
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Demi mendengar jawaban dari sang putra tercinta, Nabi Ibrahim lantas menciumnya dengan penuh kasih sayang sembari menangis terharu dan mengatakan kepada Ismail:

نِعْمَ الْعَوْنُ أَنْتَ يَا بُنَيَّ عَلَى أَمْرِ اللّٰهِ

"Engkaulah sebaik-baik penolong bagiku untuk menjalankan perintah Allah, duhai putraku."

Nabi Ibrahim kemudian mulai menggerakkan pisau di atas leher Ismail. Akan tetapi pisau itu sedikit pun tidak dapat melukai leher Ismail. Hal ini dikarenakan pencipta segala sesuatu adalah Allah subhanahu wa ta'ala. Pisau hanyalah sebab terpotongnya sesuatu. Sedangkan pencipta terpotongnya sesuatu dan pencipta segala sesuatu tiada lain adalah Allah ta'ala. Sebab tidak dapat menciptakan akibat. Baik sebab maupun akibat, keduanya adalah ciptaan Allah subhanahu wa ta'ala.

Hadirin yang berbahagia, Berkat takwa, sabar dan tawakal serta ketundukan total yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail serta Hajar, Allah kemudian memberikan jalan keluar dan mengganti Ismail dengan seekor domba jantan yang besar dan berwarna putih yang dibawa malaikat Jibril dari surga. Hal itu dikisahkan dalam QS ash-Shaffat: 106-107.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah, Akhirnya kita berdoa, semoga Allah menganugerahkan kepada kita kekuatan untuk meneladani kesalehan Nabi Ibrahim dan keluarganya. Amin Ya Rabbal 'alamin.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

2. Kurban, Pengorbanan, dan Kemanusiaan

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَمَاتَ وَ أَحْيَى. اَلْحَمْدُ للهِ الًّذِيْ أَمَرَنَا بِالتَّقْوَى وَ نَهَانَا عَنِ اتِّبَاعِ الْهَوَى. اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ جَعَلَ لَنَا عِيْدَ الْفِطْرِ وَ اْلأَضْحَى. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ نِعْمَ الْوَكِيل وَنِعْمَ الْمَوْلَى، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَ مَنْ يُنْكِرْهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً بَعِيدًا. وَ صَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا وَ حَبِيْبِنَا الْمُصْطَفَى، مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الْهُدَى، الَّذِيْ لاَ يَنْطِقُ عَنْ الْهَوَى، إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوْحَى، وَ عَلَى اَلِهِ وَ أَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدقِ وَ الْوَفَا. اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِمَّنْ اِتَّبَعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْجَزَا. أَمَّا بَعْدُ: فَيَاأيُّهَا الإِخْوَان، أُوْصِيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمْ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ. صَدَقَ اللهُ العَظِيمْ

Jamaah shalat Idul Adha hadâkumullâh,

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan alam semesta, yang telah menganugerahkan berjuta kenikmatan kepada kita di antaranya adalah kenikmatan ber-Idul Adha.

Idul Adha mengajarkan kepada kita bagaimana berani berkorban dengan apa yang kita punya untuk membatu orang lain yang membutuhkan uluran tangan kita. Di antaranya adalah dengan ibadah kurban yang merupakan wujud pengorbanan untuk kemanusiaan pada sesama. Kita harus bisa mengambil hikmah mulia, ketika Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim as untuk menyembelih putra semata wayangnya, Nabi Ismail as. Perintah suci ini mengandung makna bahwa hidup perlu pengorbanan untuk memperkuat tali persaudaraan antarsesama.

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Manusia merupakan makhluk yang membutuhkan orang lain dalam mewujudkan eksistensi. Maka ketika kita ada kelebihan rezeki dan bisa berkorban dengan kurban bagi orang lain, alangkah baiknya tidak ditunda-tunda lagi. Yakinlah, bahwa kurban kita akan diterima Allah SWT dan akan dilipatgandakan pahalanya karena benar-benar mampu membantu orang lain yang sedang mengalami kesulitan dan duka. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah ra Rasulullah bersabda:

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ

Artinya: "Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mukmin dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya pada hari kiamat. Siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat.

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ ولله الحمد

Jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah SWT,

Kisah keteguhan iman dan kerelaan Nabi Ibrahim dalam mengorbankan sesuatu yang paling dicintainya, patut dicontoh oleh kita semua. Ketika kita mengorbankan sesuatu bagi sesama, maka marilah kita berikan yang terbaik untuk mereka. Kita tak perlu khawatir jika harta yang kita berikan di jalan Allah akan berkurang jumlahnya. Malah sebaliknya, Allah telah berjanji bahwa siapa saja memberikan yang terbaik dari hartanya dalam rangka kepatuhan menjalankan perintah-Nya, maka akan dilipatgandakan dengan jumlah yang tidak terduga-duga bagi siapa saja yang dikehendaki Allah SWT. Hal ini ditegaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 261 berbunyi:

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya: "Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan harta mereka di jalan Allah adalah dengan butir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada setiap butir seratus biji. Allah (terus-menerus) melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) laga Maha Mengetahui."

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وللهِ الْحَمْدُ

Jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah SWT,

Ibadah kurban yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS juga memiliki makna ajaran untuk menjunjung tinggi kemanusiaan dalam beragama. Kita perlu merenungkan mengapa Allah SWT mengganti Nabi Ismail AS dengan seekor domba. Hal ini mengandung hikmah di antaranya tidak diperbolehkannya mengorbankan dan meneteskan darah manusia. Penggantian "objek kurban" dari manusia ke binatang juga mengandung makna bahwa manusia memiliki hak untuk hidup di dunia. Siapa pun atas nama apa pun tidak boleh menghilangkannya.

Allah SWT berfirman dalam QS Al Maidah ayat 32:

مَنْ قَتَلَ نَفْسًاۢ بِغَيْرِ نَفْسٍ اَوْ فَسَادٍ فِى الْاَرْضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيْعًاۗ وَمَنْ اَحْيَاهَا فَكَاَنَّمَآ اَحْيَا النَّاسَ جَمِيْعًا

Artinya: "Barang siapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia."

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وللهِ الْحَمْدُ

Jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah SWT,

Demikianlah hikmah kurban yang merupakan wujud pengorbanan kita dalam rangka menjunjung tinggi kemanusiaan. Semoga kita akan menjadi sosok yang membawa kemaslahatan bagi sesama dan kehidupan kita senantiasa mendapatkan rida dan keberkahan dari Allah SWT. Aamiin.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Baca halaman selanjutnya.

3. Tiga Makna di Balik Ibadah Haji

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ. الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ

Jamaah shalat Idul Adha hafidhakumullah,

Bulan Dzulhijjah merupakan salah satu dari empat bulan haram (dimuliakan) di dalam Islam. Tiga bulan lainnya adalah Muharram, Rajab, dan Dzulqa'dah. Keistimewaan Dzulhijjah ditandai antara lain dengan adanya ibadah-ibadah tertentu yang tidak mungkin dikerjakan umat Islam di bulan-bulan lainnya, yakni haji dan kurban. Secara bahasa dzulhijjah merupakan frasa yang terdiri dari kata dzû (memiliki) dan al-hijjah (haji). Dinamakan demikian karena hanya di bulan ke-12 dalam kalender hijriah ini, ada pelaksanaan ibadah haji.

Haji merupakan rukun Islam yang kelima. Karena masuk rukun atau pilar, ibadah ini tentu bukan ibadah yang remeh. Ia wajib dilaksanakan oleh setiap orang yang mampu. Kemampuan ini meliputi kemampuan secara fisik, ekonomi, juga keamanan. Dengan bahasa lain, ketika seseorang sudah memiliki biaya yang mencukupi, kesehatan fisik yang memadai, dan kondisi aman yang memungkinkan ia sampai ke Tanah Suci, maka ia wajib melaksanakan ibadah tersebut.

Al-Qur'an Surah Ali Imran ayat 97 menyatakan:

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Artinya: "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam."

Namun demikian, ibadah haji juga kadang terkait dengan pengalaman spiritual orang. Karena betapa banyak orang Muslim kaya raya yang tak kunjung menunaikan ibadah haji. Sebaliknya, betapa banyak orang bergaji rendah, justru diberi kemampuan untuk ibadah haji. Semangat dan pengalaman batin seseorang amat berpengaruh terhadap seberapa kuat niat berhaji itu tumbuh.

Jamaah shalat Idul Adha hafidhakumullah,

Dalam ibadah haji, banyak sekali ritual atau manasik yang tak serta merta bisa ditangkap alasannya secara nalar. Jika kita diperintahkan untuk berpuasa Ramadhan tiap tahun, orang mungkin bisa menjelaskan secara rasional dari sudut pandang medis. Demikian juga dengan perintah zakat, yang bisa ditemukan alasannya secara sosial dan ekonomi, yakni agar harta tidak hanya berputar pada segelintir orang saja. Tidak demikian dengan haji. Rukun kelima dalam Islam ini sarat ritual-ritual yang bisa dipahami dengan memosisikannya sebagai simbol-simbol yang penuh makna.

Pertama yang bisa ditangkap adalah makna tauhid. Makna ini tersirat dalam posisi Ka'bah sebagai sentra kedatangan para jamaah dari berbagai belahan dunia. Jutaan orang dari berbagai penjuru dan bangsa berkumpul dalam satu pusat, tanpa dibedakan bahwa satu daerah lebih utama dibanding daerah lainnya. Ini adalah simbol bahwa tujuan dari keseluruhan hidup ini adalah satu, yakni Allah ﷻ. Penjulukan Ka'bah sebagai "baitullah" (rumah Allah) harus dipahami dalam makna tersebut, bukan Allah bersemayam di dalam Ka'bah.

Begitu pula dengan Hajar Aswad yang terletak di sudut timur laut Ka'bah. Kedudukannya yang mulia hingga orang-orang berebut menyentuh dan menciumnya tidak boleh sampai membuat mereka menyembahnya. Anjuran menyentuh dan mencium Hajar Aswad muncul sekadar karena mengikuti sunnah Nabi. Sebagaimana dikatakan Sayyidina Umar bin Khattab:

إِنِّي أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ، لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ، وَلَوْلاَ أَنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ

Artinya: "Sungguh aku tahu, engkau hanyalah batu. Tidak bisa mendatangkan bahaya atau manfaat apa pun. Andai saja aku ini tak pernah sekalipun melihat Rasulullah shallahu alaihi wa sallam menciummu, aku pun enggan menciummu." (HR: Bukhari)

Kedua adalah makna kemanusiaan. Pakaian ihram yang dikenakan orang-orang saat memulai haji adalah simbol kesamaan dan kesetaraan semua manusia. Dalam ihram seluruh pakaian dianjurkan berwarna putih. Bagi jamaah haji laki-laki bahkan harus mananggalkan semua pakaian berjahit dan menggantinya dengan hanya dua helai kain. Kaum laki-laki dilarang mengenakan topi atau peci, sedangkan jamaah perempuan dilarang mengenakan cadar. Ritual ini menandai kesatuan identitas manusia sebagai hamba Allah, dan melepaskan identitas-identitas selainnya, seperti suku, ras, nasab, jabatan politik, kelas ekonomi, dan ketokohan. Pemulung, selebritis, ulama, menteri, atau presiden datang ke Tanah Suci sebagai hamba Allah, bukan sebagai orang dengan kedudukan duniawinya.

Makna kedua ini sekaligus mempertegas makna pertama, yakni nilai tauhid. Konsekuensi dari menjunjung tinggi tauhid adalah mengakui bahwa tidak ada yang lebih dimuliakan selain Allah ﷻ. Manusia pada hakikatnya berada dalam kesetaraan. Standar kedudukan hanya bisa dinilai dari sudut pandang Allah, melalui tingkat ketakwaannya. Manusia paling mulia adalah mereka yang paling takwa kepada Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artinya: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha-Mengetahui lagi Maha-Mengenal." (QS al-Hujurat: 13)

Tak hanya pakaian-pakaian "kehormatan" duniawi yang dilepas, jamaah haji dari berbagai bangsa dan negara juga bersama-sama meninggalkan tempat asalnya untuk berkumpul di tempat yang sama. Pemandangan ini lebih tampak ketika mereka sedang bersama-sama wukuf di Arafah. Mereka harus berdiam di lokasi yang sama dan di bawah terik matahari yang sama. Ini menandakan bahwa sesungguhnya manusia-siapa pun itu-pada akhirnya akan kembali pada Zat yang tunggal. Ibadah haji adalah gambaran bahwa manusia harus kembali ke fitrah aslinya sebagai hamba, baik ketika hidup maupun mati.

Ketiga adalah makna napak tilas sejarah kenabian. Haji juga menjadi momen mengenang jejak nabi-nabi terdahulu, khususnya Nabi Adam, Nabi Ibrahim, dan Nabi Muhammad. Perjalanan mereka bukanlah sejarah hidup yang kosong makna, melainkan mengandung berbagai pelajaran yang penting diingat. Ritual melontar Jumrah, misalnya, adalah jejak permusuhan Nabi Adam kepada setan. Kita diingatkan tentang pentingnya selalu waspada terhadap berbagai tipu daya musuh terlaknat ini.

Begitu juga tentang ritual Sa'i. Ia menyimpan sejarah perjuangan Siti Hajar mencari air untuk putranya, Ismail, ketika ditinggal sang suami, Nabi Ibrahim 'alaihis salam. Lari-lari yang berulang sampai tujuh kali merupakan simbol kegigihan ikhtiar yang tak kenal putus asa. Hingga akhirnya pertolongan Allah pun datang dengan memancar air secara tiba-tiba dari bawah kaki Nabi Ismail. Mata air itu kita kenal hingga sekarang sebagai sumur Zamzam.

Jamaah shalat Idul Adha hafidhakumullah,

Allah tak mewajibkan haji untuk setiap orang sebagaimana shalat. Kewajiban haji hanya diperuntukkan bagi mereka yang mampu. Untuk yang sudah atau sedang berhaji, penting baginya tak menyia-nyiakan kewajiban ini dengan memenuhi segala ketentuan haji, juga makna-makna dalam segenap ritual yang dijalankan. Bagi yang belum mampu ke Tanah Suci, cukup baginya berikhtiar semampunya dan menyerap makna haji untuk kemudian kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Haji adalah perjalanan suci, bukan wisata untuk meraih kebanggaan diri. Karena itu, bagi yang belum diberi kemampuan menunaikan haji tak perlu berkecil hati selama kita selalu berusaha menjadi pribadi-pribadi yang bertakwa: memegang prinsip tauhid, menghargai kemanusiaan, dan menjalankan ketentuan syariat sebagaimana diajarkan Rasulullah. Wallahu a'lam.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

4. Mari Berkurban, Raih Pahala dan Keutamaannya

اللهُ أَكْبَرُ (٣×) اللهُ أَكْبَرُ (٣×) اللهُ اَكبَرُ (٣×) اللهُ أَكْبَرُ كُلَّمَا هَلَّ هِلاَلٌ وَأَبْدَرَ، اللهُ أَكْبَرُ كُلَّماَ صَامَ صَائِمٌ وَاَفْطَرَ، اللهُ أَكْبَرْ كُلَّماَ تَرَاكَمَ سَحَابٌ وَأَمْطَرَ وَكُلَّما نَبَتَ نَبَاتٌ وَأَزْهَرَ وَكُلَّمَا أَطْعَمَ قَانِعٌ اْلمُعْتَرَّ.

اَلْحَمْدُ لِلهِ وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْاِحْسَانِ، وَمُضَاعِفِ الْحَسَنَاتِ لِذَوِي الْاِيْمَانِ وَالْاِحْسَانِ، اَلْغَنِيِّ الَّذِيْ لَمِ تَزَلْ سَحَائِبُ جُوْدِهِ تَسِحُّ الْخَيْرَاتِ كُلَّ وَقْتٍ وَأَوَانٍ، العَلِيْمِ الَّذِيْ لَايَخْفَى عَلَيْهِ خَوَاطِرُ الْجَنَانِ، اَلْحَيِّ الْقَيُّوْمِ الَّذِيْ لَاتَغِيْضُ نَفَقَاتُهُ بِمَرِّ الدُّهُوْرِ وَالْأَزْمَانِ، اَلْكَرِيْمِ الَّذِيْ تَأَذَّنَ بِالْمَزِيْدِ لِذَوِي الشُّكْرَانِ. أَحْمَدُهُ حُمْدًا يَفُوْقُ الْعَدَّ وَالْحُسْبَانِ، وَأَشْكُرُهُ شُكْرًا نَنَالُ بِهِ مِنْهُ مَوَاهِبَ الرِّضْوَانِ

أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ دَائِمُ الْمُلْكِ وَالسُّلْطَانِ، وَمُبْرِزُ كُلِّ مَنْ سِوَاهُ مِنَ الْعَدَمِ اِلَى الْوِجْدَانِ، عَالِمُ الظَّاهِرِ وَمَا انْطَوَى عَلَيْهِ الْجَنَانِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَخِيْرَتُهُ مِنْ نَوْعِ الْاِنْسَانِ، نَبِيٌّ رَفَعَ اللهُ بِهِ الْحَقَّ حَتَّى اتَّضَحَ وَاسْتَبَانَ. صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدْقِ وَالْاِحْسَانِ. أَمَّا بَعْدُ، أَيُّهَا الْاِخْوَانُ أُوْصِيْكُمْ وَاِيَايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ، بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Ma'asyiral Muslimin jamaah salat Idul Adha yang dirahmati Allah

Syukur alhamdulillah mari kita tanamkan dalam hati dan kita ucapkan dengan lisan, sebagai kata kunci pertama atas segala nikmat dan karunia yang Allah SWT berikan kepada kita semua, khususnya nikmat iman dan sehat, sehingga kita bisa terus istikamah dalam mengerjakan ibadah wajib satu pekan satu kali ini, yaitu salat Jumat. Semoga ibadah yang kita lakukan menjadi ibadah yang diterima oleh-Nya.

Selawat dan salam mari kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad saw, allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala alihi wa sahbih, yang telah sukses menjalankan visi misi dakwahnya dalam menyebarkan ajaran Islam yang penuh dengan kedamaian dan kasih sayang dalam bingkai rahmatan lil 'alamin, beserta para sahabat, keluarga, dan semua pengikutnya yang senantiasa berusaha untuk mengikuti seluruh jejak langkahnya.

Selanjutnya, melalui mimbar yang mulia ini, khatib mengajak kepada diri khatib sendiri, keluarga, dan semua jamaah yang turut hadir pada pelaksanaan salat Jumat ini, untuk terus berusaha dan berupaya dalam meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, karena hanya dengan modal takwa, kita semua bisa menjadi hamba yang selamat di dunia dengan karunia-Nya, dan selamat di akhirat dengan rahmat-Nya.

Ma'asyiral Muslimin jamaah salat Idul Adha yang dirahmati Allah

Salah satu media untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT adalah dengan cara terus berusaha untuk meriah cinta dan kasih sayang-Nya. Caranya adalah dengan istikamah melakukan semua yang diperintahkan, baik perintah yang wajib, seperti salat, puasa, zakat, dan lainnya, ataupun yang sunah, seperti berkurban pada hari raya idul Adha. Dengan cara itulah, maka Allah akan cinta kepada kita semua. Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh nabi dalam salah satu hadisnya, yaitu:

مَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ

Artinya, "Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal-hal yang telah aku wajibkan baginya. Dan tidaklah mendekatkan diri kepada-Ku dengan perbuatan-perbuatan sunah hingga Aku mencintainya." (HR Bukhari).

Perbuatan sunah yang bisa kita lakukan sangat banyak macamnya, dan salah satunya adalah dengan cara berkurban. Berkurban merupakan perbuatan yang sangat dianjurkan dalam Islam (sunnah muakkad). Hal ini sebagaimana telah ditegaskan dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Artinya, "Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah)." (QS Al-Kautsar [108]: 1-2).

Berdasarkan ayat ini, kita semua sangat dianjurkan untuk berkurban setelah menunaikan salat hari raya idul Adha, baik dengan unta, sapi, kambing, ataupun domba. Adanya anjuran itu tidak lain selain sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan kepada kita semua.

Ma'asyiral Muslimin jamaah salat Idul Adha yang dirahmati Allah

Berkurban pada hari raya Idul Adha memiliki nilai keutamaan dan kemuliaan yang sangat tinggi, dan merupakan salah satu perbuatan yang sangat disenangi oleh Allah SWT. Karenanya, Allah segera mempersiapkan pahala kepada orang-orang yang berkurban, walaupun pisau baru digesekkan pada leher hewan tersebut, bahkan sebelum darahnya membasahi tanah. Hal itu merupakan balasan atas ketaatan orang-orang yang berkurban dalam memenuhi seruan dari Allah. Dalam salah satu hadisnya, nabi bersabda:

مَا عَمِلَ آدَمِىٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِى فَرْثِهِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ فِى الأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

Artinya, "Tidak ada amalan yang dilakukan oleh manusia pada hari raya kurban, yang lebih dicintai oleh Allah selain menyembelih hewan (berkurban). Sesungguhnya, hewan kurban itu pada hari kiamat akan datang beserta tanduk-tanduknya, bulu-bulu, dan kuku-kukunya. Dan sungguh, sebelum darah kurban itu mengalir ke tanah, pahalanya telah diterima di sisi Allah. Karenanya, lapangkanlah jiwa kalian untuk melakukannya." (HR at-Tirmidzi).

Selain keutamaan ini, Syekh Abdul Qadir al-Jilani dalam salah satu karyanya, yang berjudul al-Ghunyah li Thalibi Thariqi al-Haq, menjelaskan bahwa suatu saat Nabi Daud pernah bertanya kepada Allah perihal pahala atau balasan yang akan didapatkan oleh umat Nabi Muhammad yang berkurban. Kemudian Allah menjawab:

ثَوَابُهُ أَنْ أَعْطِيَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ عَلىَ جَسَدِهَا عَشْرَ حَسَنَاتٍ وَأَمْحُوْ عَنْهُ عَشْرَ سَيِّئَاتٍ وَأَرْفَعُ لَهُ عَشْرَ دَرَجَاتٍ. أَمَّا عَلِمْتَ يَا دَاوُدَ أَنَّ الضَّحَايَا هِيَ الْمَطَايَا وَأَنَّ الضَّحَايَا تَمْحُوْ الْخَطَايَا

Artinya, "Pahalanya adalah bahwa pada setiap bulu dari hewan kurbannya, Aku beri dia sepuluh kebaikan, Aku hapus sepuluh dosa-dosanya, dan Aku angkat dia dengan sepuluh derajat. Ketahuilah wahai engkau Daud, bahwa sesungguhnya hewan kurban itu adalah kendaraan dan sungguh hewan kurban itu adalah penghapus kesalahan-kesalahan."

Ma'asyiral Muslimin jamaah salat Idul Adha yang dirahmati Allah

Itulah beberapa kemuliaan dan pahala yang akan diberikan oleh Allah kepada kita semua jika berkurban. Oleh karenanya, mari pada momentum hari raya Idul Adha kali ini kita jadikan ajang untuk sama-sama berkurban dalam rangka memenuhi seruan Allah. Selain karena kemuliaan dan pahala yang sangat banyak, juga agar tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, karena anjuran ini hanya satu kali dalam setiap tahunnya, yaitu setelah salat salat Idul Adha (10 Zulhijah) hingga terbenamnya matahari pada tangal 13 Zulhijah.

Demikian khutbah perihal keutamaan dan pahala yang akan didapatkan oleh orang-orang yang berkurban. Semoga bisa membawa manfaat dan keberkahan bagi kita semua, dan digolongkan sebagai hamba yang istikamah dalam menjalankan semua perintah dan menjauhi larangan-Nya. Amin ya rabbal alamin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الصَّلَاةِ وَالصَّدَقَةِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْاَنِ وَجَمِيْعِ الطَّاعَاتِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

5. Belajar Sabar dari Siti Hajar

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ. اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِذَبْحِ الْأُضْحِيَّةِ. وَبَلَغَنَا إِلَى هٰذَا الْيَوْمِ مِنْ عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ ذُوْ رَحْمَةٍ وَاسِعَةٍ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ تُرْجَى مِنْهُ الشَّفَاعَةُ. أَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الرَّحْمَةِ, وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ ذَوِي الْعُقُوْلِ السَّلِيْمَةِ. صَلَاةً وَسَلَامًا مُتَلَازِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. اَللهُ أَكْبَرُ. اَمَّا بَعْدُ. فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْ مَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى اللهُ عَنْهُ وَحَذَّرَ

Jamaah yang dimuliakan Allah swt,

Marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada Allah swt yang telah memberikan nikmat iman, islam, dan sehat wal afiat sehingga kita dapat melaksanakan shalat Idul Adha pada pagi hari ini.

Shalawat dan salam, mari kita haturkan kepada Nabi Muhammad saw, juga kepada keluarganya, dan sahabatnya. Semoga, kita semua selaku umatnya mendapatkan syafaatnya kelak di hari kiamat nanti. Amin ya Rabbal alamin.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah swt,

Saat ini, kita memasuki puncak dari 10 hari yang istimewa, hari yang bahkan dijadikan sumpah Allah swt dalam Al-Qur'an surat al-Fajr: "Wal fajr, wa layalin 'asyr, demi waktu fajar, demi malam yang sepuluh". Para ulama menafsirkan bahwa maksud malam yang sepuluh adalah 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah.

Dan puncaknya adalah hari ini, hari raya Idul Adha. Satu hari yang memiliki sejarah penting dalam perjalanan hidup manusia. Di hari ini, Nabi Ibrahim as melaksanakan perintah Allah swt untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail as yang saat itu masih belia.

Berbicara dua Nabi tersebut, kita tidak dapat memisahkan dengan istri atau ibunya. Perempuan yang bertaruh nyawa penuh pengorbanan untuk sang putranya. Kita dapat memetik pelajaran penting dari ibu tersebut. Ibu itu bernama Hajar, perempuan yang kaya akan kesabaran. Di saat putra yang dilahirkannya masih kecil, ia ditinggalkan berdua saja bersamanya di sebuah lembah yang tandus, tanpa ada tetumbuhan di atasnya. Kisah ini terekam dalam Al-Qur'an surat Ibrahim ayat 37:

رَبَّنَآ اِنِّيْٓ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ فَاجْعَلْ اَفْـِٕدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْٓ اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ

Artinya, "Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur."

Lembah yang dimaksud pada ayat tersebut adalah Kota Suci Makkah, sebagaimana dijelaskan Imam Ibnu Jarir al-Thabari dalam kitab tafsirnya.

Dalam kitab Qishashul Anbiya, Imam Ibnu Katsir mengisahkan manakala perbekalan kurma dan airnya habis, sudah barang tentu mereka kehausan. Siti Hajar pun berjalan ke bukit Sofa. Ia melihat ke sekitar dari situ, tak ada seorang pun. Ia pun kembali ke lembah semula. Ia pun menyingsingkan lengan bajunya. Kemudian berlari kecil sampai pada Marwah. Ia berdiri dan melihat ke sekitar dari situ. Namun, tak ada seorang pun yang dia lihat. Bolak-balik demikian sampai tujuh kali.

Ia berupaya untuk terus menghidupi putranya dengan segenap kekuatan mencari dan terus mencari penghidupan. Sampai kemudian memancar air Zamzam di dekatnya berkat upaya menciduk air dari kantongnya. Dari situlah, ia dapat kembali bisa minum dan menyusui putranya.

Jamaah shalat Idul Adha yang dimuliakan Allah swt

Kisah tersebut menunjukkan betapa perjuangan seorang ibu dalam mengasuh anaknya seorang diri sangat luar biasa. Ia demikian sabar dalam menghadapi salah satu ujian yang teramat berat baginya dari Allah swt, yaitu ditinggalkan sang suami. Ia memahami, bahwa suaminya, yaitu Nabi Ibrahim meninggalkannya bersama putranya yang masih bayi bukanlah karena kehendak sendiri, melainkan atas perintah Allah swt. Karenanya, ia menjalani hal tersebut dengan penuh kesabaran.

Sabar jika menilik Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tahan menghadapi cobaan, tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati, tabah, tenang, tidak tergesa-gesa, dan tidak terburu nafsu.

Demikianlah Siti Hajar berlaku menghadapi cobaannya. Ia dengan tenang sembari tetap berupaya mencari solusi atas problem yang tengah dihadapinya. Tidak ada pikiran baginya untuk tidak berupaya menjaga bayinya tersebut. Sedemikian sabarnya ia merawat titipannya tersebut sampai bolak-balik dari bukit satu ke bukit lain sampai tujuh kali. Bersabar atas perintah Allah swt untuk tinggal di tempat tersebut. Pun bersabar untuk tidak membangkang dari perintah-Nya.

Allah swt berfirman dalam Al-Qur'an surat al-Anfal ayat 46.

وَاَطِيْعُوا اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَلَا تَنَازَعُوْا فَتَفْشَلُوْا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ وَاصْبِرُوْاۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَۚ

Artinya, "Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang dan bersabarlah. Sungguh, Allah beserta orang-orang sabar."

Jamaah yang dimuliakan Allah swt.

Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin menjelaskan bahwa pertolongan Allah swt itu erat kaitannya dengan kesabaran. Karenanya, setelah Siti Hajar bersabar, pertolongan pun datang dari hal yang tak diduga-duga. Rezeki besar berupa air yang menjadi sumber kehidupan. Ia pun meminum air tersebut dan dari situ, ia juga dapat menyusui putranya tersebut.

Hal tersebut merupakan bentuk pembersamaan Allah swt terhadap Siti Hajar yang sabar. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Tafsir Taisirul Karimirrahman fi Tafsiri Kalamil Mannan, bahwa bentuk pembersamaan Allah swt terhadap orang-orang yang sabar adalah dengan pertolongan.

Dari kisah tersebut, kita belajar bahwa sabar bukan sekadar menerima nasib lalu berdiam diri begitu saja. Namun, usaha atau ikhtiar tetaplah harus dilakukan sebagai langkah untuk mewujudkan kehidupan. Sebab, kepercayaan kita pada takdir dari Allah swt harus dibuktikan dengan usaha. Karenanya, tak aneh jika sabar disebut oleh Rasulullah saw sebagai setengah dari iman.

Senada dengan ayat yang tadi disampaikan, Rasulullah saw juga bersabda:

لَوْ كَانَ الصَّبْرُ رَجُلًا لَكَانَ كَرِيْمَا وَاللهُ يُحِبُّ الصَّابِرِيْنَ

Artinya, "Jikalau sabar adalah seorang laki-laki, pastilah dia sosok yang mulia. Allah menyukai orang-orang yang sabar."

Jamaah Idul Adha yang dimuliakan Allah swt

Oleh karena itu, khatib mengajak kepada diri khatib sendiri, khususnya, dan jamaah sekalian umumnya, untuk dapat bersabar atas segala takdir. Bersabar dengan tetap berikhtiar melakukan hal-hal yang baik.

Semoga Allah swt memberikan kita kekuatan untuk bersabar atas segala takdir, bersabar untuk tidak melakukan hal-hal yang Allah swt larang, maupun bersabar atas segala yang Allah swt perintahkan. Dengan begitu, insyaallah kita semua niscaya akan selalu dibersamai dan dicintai Allah swt sebagaimana yang difirmankan-Nya dan disabdakan nabi-Nya. Amin ya Rabbal alamin.

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ وَ لِلّٰهِ الْحَمْدُ.


6. Mari Berkorban dengan Berkurban

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ. اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ

الْحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ

أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْاٰنِ: وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا. وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗۗ اِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا

Maasyiral Muslimin rahimakumullah,

Tidak bosan-bosannya khatib mengajak kepada seluruh jamaah, mari kita senantiasa meningkatkan dan menguatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Barometer dari ketakwaan adalah kemampuan kita untuk sekuat tenaga menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya. Posisi kita berada di jalan yang telah digariskan oleh Allah SWT, dengan tidak belok ke kanan dan ke kiri ini, akan menjadikan kita pada posisi tengah dan kuat sehingga mampu menghantarkan kita pada tujuan yang benar dan hakiki dalam kehidupan di dunia. Ketakwaan ini juga yang telah ditegaskan oleh Allah SWT sebagai bekal yang paling baik dalam menjalani kehidupan. Allah berfirman:

وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ

Artinya: "Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat!". (QS al-Baqarah: 197)

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,

Pada kesempatan khutbah kali ini, khatib mengajak kita semua untuk kembali merenungkan nikmat-nikmat dan rezeki yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT dalam kehidupan. Segala nikmat ini adalah nyata adanya dan telah ditegaskan dalam Al-Qur'an surat Al-Kautsar ayat 1:

اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَر

Artinya: "Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak."

Nikmat yang telah diberikan ini tidak boleh menjadikan kita lupa sehingga jauh dari Allah SWT. Sebaliknya, nikmat ini harus mampu dijadikan sebagai sarana untuk beribadah dan membawa kita lebih dekat kepada Allah SWT. Lalu bagaimana kita mendekatkan diri kepada Allah? Pertanyaan ini dijawab di ayat selanjutnya yakni ayat kedua surat Al-Kautsar:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ

Artinya: "Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).".

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,

Jelas dalam ayat ini, Allah memerintahkan kita untuk terus mendekatkan diri kepada-Nya dengan dua bentuk ibadah. Pertama adalah salat yang memang sudah menjadi kewajiban dan rutinitas harian kita dengan melaksanakannya lima waktu setiap hari, yakni Shubuh, Dhuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya. Kedua adalah dengan berkurban yang merupakan ibadah tahunan dan hanya bisa dilaksanakan pada bulan Zulhijah. Pada bulan Zulhijah ini kita diperintahkan untuk menyembelih hewan kurban di Hari Raya Haji atau Idul Adha pada tanggal 10 Zulhijah atau tiga Hari Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 bulan Zulhijah.

Dari sisi bahasanya sendiri, kurban berasal dari bahasa Arab, yakni qaruba - yaqrubu - qurban yang artinya dekat. Untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui kurban, kita dituntut berkorban menyisihkan harta kita untuk membeli hewan kurban dan memberikannya kepada orang lain. Tentu kita harus benar-benar ikhlas dan menata hati dengan benar dalam berkorban dengan berkurban ini. Jangan sampai pengorbanan kita dengan mengambil harta yang kita miliki tidak membuahkan hasil dan jauh dari hakikat ibadah kurban itu sendiri yakni mendekatkan diri pada Allah. Jangan sampai kita salah niat, sehingga kita malah akan semakin jauh dari Allah karena niatan yang salah seperti ingin dipuji orang dan niatan-niatan lainnya yang tidak lillahi ta'ala.

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,

Menyembelih hewan kurban menurut Imam Malik dan Imam al-Syafi'i adalah kesunahan yang diutamakan atau sunnah muakkadah. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa ibadah kurban adalah wajib bagi penduduk yang mampu dan tidak dalam keadaan bepergian. Nabi Muhammad saw pun telah memberi contoh dengan tidak pernah meninggalkan ibadah kurban sejak disyariatkannya sampai beliau wafat.

Sebagai sebuah kesunahan yang ditekankan dan rutin dilakukan oleh Nabi Muhammad, ibadah kurban memiliki keutamaan tersendiri sebagaimana hadist Nabi dari Siti Aisyah yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah:

مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

Artinya: "Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya."

Keutamaan lain dari ibadah kurban adalah sebuah ibadah yang memiliki dua dimensi, yakni vertikal dan horizontal. Dimensi vertikal artinya ibadah yang ditujukan hanya kepada Allah SWT, sementara dimensi horizontal adalah ibadah sosial berupa berbagi rezeki untuk membahagiakan orang lain. Ketika kita mampu membahagiakan orang lain, maka kita pun akan merasa bahagia dan pada akhirnya kebahagiaan bersama juga akan mudah terwujud sehingga kehidupan di tengah-tengah masyarakat pun akan bahagia dan damai.

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,

Dengan agungnya makna dan tujuan dari ibadah kurban ini, maka sudah selayaknya kita berusaha untuk dapat melaksanakannya sehingga kita akan semakin dekat kepada Allah. Tentu kita tidak ingin menjadi hamba yang kufur nikmat dan terputus rahmat Allah karena kita tidak berkurban padahal sebenarnya kita mampu. Mari kita bersama-sama menjadi hamba yang cinta kepada Allah dan Rasul-Nya dengan menjalankan perintah-perintahnya. Jangan sampai kita pada kondisi yang disebutkan dalam surat Al-Kautsar ayat 3:

اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ

Artinya: "Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah)".

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

7. Nilai-nilai Pendidikan dalam Peristiwa Kurban

اللهُ أَكْبَرُ (٣×) اللهُ أَكْبَرُ (٣×) اللهُ اَكبَرُ (٣×) اللهُ أَكْبَرُ كُلَّمَا هَلَّ هِلاَلٌ وَأَبْدَرَ، اللهُ أَكْبَرُ كُلَّماَ صَامَ صَائِمٌ وَاَفْطَرَ، اللهُ أَكْبَرْ كُلَّماَ تَرَاكَمَ سَحَابٌ وَأَمْطَرَ وَكُلَّما نَبَتَ نَبَاتٌ وَأَزْهَرَ وَكُلَّمَا أَطْعَمَ قَانِعٌ اْلمُعْتَرَّ.
اَلْحَمْدُ للهُ الَّذِي فَضَّلَ عَشْرَ ذِى الْحِجَّةِ بِتَضْعِيْفِ أُجُوْرِ اْلعِباَدَاتِ.
فَمَنْ كَانَ خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ إِلَى شِرَاءِ الْأُضْحِيَّةِ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ عَشْرُ حَسَنَاتٍ وَمُحِيَ عَنْهُ عَشْرُ سَيِّئَاتٍ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ المُوْجِدُ الْمُعْدِمُ الْمَخْلُوْقَاتِ وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ رَغَّبَ أُمَّتَهُ فِى الْأُضْحِيَّةِ وَ أَعْمَالِ الصَّالِحاَتِ.
اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَ سَلِّمْ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ السَّادَاتِ وَعَلى آلِهِ وَصَحْبِهِ ماَ اخْتَلَفَتِ الْأَيَّامُ وَ السَّاعاَتُ.
أَمَّا بَعْدُ. فَيَاعِبَادَ اللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Saudara kaum muslimin-muslimat yang dimuliakan oleh Allah,

Alhamdulillah, pada pagi hari ini kita bisa menyelenggarakan shalat Idul Adha dengan bahagia. Sesuai dengan namanya, yaitu Hari Raya Kurban, maka pada 10 Dzulhijjah sampai dengan 3 hari berikutnya yang disebut sebagai hari tasyriq, marilah kita mendekatkan diri kepada Allah dengan jalan menyembelih hewan kurban dan membagi-bagikannya sebagai amal sosial kepada yang membutuhkan.

Selain itu, penyembelihan hewan kurban ini sebagai wujud dari rasa syukur kita atas segala nikmat yang dikaruniakan oleh Allah kepada kita semua, sebagaimana perintah Allah yang termuat dalam Surat al-Kautsar:

. إِنَّآ أَعۡطَيۡنَٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ

"Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak.Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah)."

Berbahagialah mereka yang mampu beribadah kurban, sebab ini adalah anugerah istimewa di mana kebaikan ini kelak menjadi saksi di hari kiamat.

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِىَّ ﷺ مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلاً أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

Dari 'Aisyah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidaklah pada hari nahr manusia beramal suatu amalan yang lebih dicintai oleh Allah daripada mengalirkan darah dari hewan kurban. Ia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku, rambut hewan kurban tersebut. Dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada (ridha) Allah sebelum tetesan darah tersebut jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa kalian dengan berkurban." (HR. Ibnu Majah)

Hadirin Jamaah Shalat Idul Adha yang dimuliakan oleh Allah

Kurban adalah peristiwa monumental yang selain memiliki nilai sejarah, juga mengandung nilai ibadah dan hikmah. Seorang Rasul yang diperintah oleh Allah menyembelih anak kesayangannya, sebagai wujud ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya. Dalam hal ini, selain memiliki nilai ibadah, Kurban yang dilaksanakan setiap bulan Dzulhijjah juga memiliki dimensi sosial. Yaitu, semua bergotong royong membantu prosesi penyembelihan hewan sekaligus mendistribusikannya. Selain itu, mereka yang mampu juga melaksanakan ibadah ini sebagai bentuk kepedulian juga terhadap sesama

Sebagai bagian dari ajaran agama, ada beberapa nilai pendidikan yang bisa dipetik dari peristiwa yang dijalani oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail alaihimassalam ini. Di antaranya:

Pertama. Menjalani perilaku sabar. Nabiyullah Ibrahim alaihissalam sudah berpuluh tahun menikah namun belum dikaruniai putra. Di sinilah kesabaran beliau diuji. Bisa saja Allah memberikan putra kepada Nabi Ibrahim, yang bergelar Khalilullah, namun Allah menunda memberikan putra kepadanya. Dan, beliau menjalaninya dengan penuh kesabaran. Inilah di antara akhlak yang dicontohkan oleh Nabiyullah Ibrahim alaihissalam. Yaitu, menjalani ketentuan Allah dengan penuh kesabaran.

Oleh karena itu, sebagai manusia, seringkali kita terburu-buru berprasangka buruk kepada Allah atas apa yang menimpa kita. Padahal kita belum tahu kejutan, atau bahkan hikmah, atas apa yang digariskan oleh Allah kepada kita. Oleh karena itu, sebagai makhluk-Nya, kita harus senantiasa berprasangka baik kepada Allah. Sebab, sebagaimana hadits qudsi yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa Allah mengikuti prasangka hamba-Nya(أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي )

Sebagian ulama menjelaskan maknanya, yaitu Allah akan menganugerahkan ampunan jika hamba meminta ampunan. Allah akan menerima taubat jika hamba-Nya bertaubat. Dan, Allah akan mengabulkan doa jika hamba meminta. Allah akan beri kecukupan jika hamba-Nya meminta kecukupan, dan seterusnya. Ini adalah hikmah pertama.

Hadirin jamaah Shalat Idul Adha yang dirahmati Allah

Nilai pendidikan yang kedua dalam peristiwa kurban ini adalah tawakkal. Jadi, setelah beliau menunggu kehadiran buah hati selama puluhan tahun, akhirnya dikaruniai Ismail alaihissalam melalui rahim Siti Hajar. Nabi Ibrahim alaihissalam sangat berbahagia dengan karunia ini. Namun, Allah tiba-tiba memberikan ujian kepadanya yaitu menyembelih putra yang beliau cintai. Dalam Surat Ash-Shaffat, ayat 102, Allah mengabadikan peristiwa ini dengan ungkapan yang bijak, tuturan seorang ayah kepada anaknya:

يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ

Artinya: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu"

Ketika menyampaikan kabar ini, Nabi Ibrahim 'alaihissalam juga menunggu reaksi dari putranya, yaitu Ismail 'alaihissalam, dengan menanyakan pendapatnya.

فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى.

"Maka pikirkanlah apa pendapatmu?"

Ayat ini telah mengajarkan kepada kita apabila dalam menentukan keputusan penting yang berkaitan dengan buah hati, kita juga memberikan peluang kepadanya untuk berpendapat. Ketika sang ayah memberikan pertanyaan tersebut, maka Ismail 'alaihissalam menjawabnya dengan penuh kepastian.

قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

"Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."

Hadirin yang Dimuliakan oleh Allah...

Dialog antara ayah dengan anak telah diabadikan oleh Allah dalam Surat As-Shaffat. Dalam metode pendidikan, pola semacam ini disebut metode hiwari alias dialog. Nabi Ibrahim tidak langsung menyuruh Ismail 'alahissalam menuruti keinginannya agar mau disembelih. Melainkan, menanyakan kepadanya terlebih dulu. Meminta pendapatnya. Menguji respon dan reaksinya. Hal ini sesuai dengan fitrah psikologis, bahwa remaja bisa dimintai pendapat melalui cara dialog untuk mengembangkan nalarnya. Dan, Ismail 'alaihissalam menjawab dengan pasti dan percaya diri serta berharap dirinya menjadi bagian orang-orang yang bersabar (minas shabirin).

Poin ketiga dalam peristiwa ini adalah pendidikan ketauhidan. Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail 'alaihimassalam kompak menjalani perintah Allah. Keduanya berserah diri dan bertawakal menjalani perintah Sang Pencipta, meskipun ketika hendak disembelih, Allah menggantinya dengan hewan sembelihan dari surga.

Pelajaran yang bisa kita petik dari peristiwa ini adalah pentingnya menanamkan ketauhidan kepada keluarga. Seorang ayah yang memiliki karakter kuat dan ketauhidan yang kokoh akan bisa mendidik anaknya dengan baik dalam hal kecintaan kepada Allah dan mentaati perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya, jika dirinya terlebih dulu memberikan contoh yang konkrit. Nabi Ibrahim telah memberikan contoh, dan Nabi Ismail pun tidak ragu melaksanakan permintaan dari ayahnya.

Sebagai seorang ayah, Nabi Ibrahim memberi contoh bagaimana ketaatan kepada Allah harus didahulukan daripada kecintaan terhadap anak. Sebagai seorang yang beriman, beliau menjalani ujian ini dengan baik. Tidak ada gugatan kepada-Nya, mengapa harus menyembelih putra yang telah dinantikan, bagaimana bisa Allah memerintahkan hal ini, dan berbagai pertanyaan lainnya. Yang dilakukan oleh beliau adalah menjalankannya, berserah diri kepada Allah untuk meraih rida-Nya. Sebab, beliau sadar, sebagai hanifan muslima alias seorang yang bersadar diri tunduk kepada-Nya dan menjalani ketentuan Allah.

Sedangkan sebagai seorang anak, Ismail 'alaihisaalam mematuhi perintah dari ayahnya sebagai wujud bakti seorang anak, dan sebagai ungkapan ketaatan seorang hamba kepada Allah.

Demikianlah di antara hikmah peristiwa kurban yang dijalani oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail 'alaihimassalam. Semoga kita bisa memetik pelajaran dari khutbah yang saya sampaikan ini dan semoga kita semua bisa melaksanakan beberapa hikmah pendidikan yang telah saya sampaikan.

اعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الاَبْتَرُ

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

8. Kurban dan Pendidikan Tauhid Keluarga

الله أكبر الله أكبر الله أكبر -الله أكبر كبيرا و الحمد لله كثيرا و سبحان الله بكرة و أصيلا لآإله إلا الله و لا نعبد إلا إياه مخلصين له الدين ولو كره الكافرون لآإله إلا الله وحده صدق وعده و نصر عبده و أعز جنده و هزم الأحزاب وحدهلآ إله إلا الله الله أكبر الله أكبر و لله الحمد

الحمد لله الذي ألف بين قلوبنا فأصبحنا بنعمته إخوانا الحمد لله الذي أرسل رسوله بالهدى و دين الحق ليظهره على الدين كله ولو كره المشركون

أشهد أن لآإله إلا الله و أشهد أن محمدا رسول الله اللهم صلي على محمد و على آله و أصحابه و أنصاره و جنوده و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين فقال الله تعالى في كتابه الكريم : رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ

مَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْم. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيطَانِ الرَّجِيْمِ يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. الله أكبر ، الله أكبر، الله أكبر ، ولله الحمد

Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Alhamdulillah, kita panjatkan segala puji dan syukur bagi Allah SWT. Allah satu-satunya Tuhan. Itu berarti tidak ada tuhan selain Dia. Tidak ada satu zat pun, apa pun dan siapa pun yang pantas, yang berhak, yang layak, dan yang wajib kita ibadahi selain Allah. Peribadatan dan penghambaan hanya kita pasrahkan kepada Allah SWT. Allah Sang Pencipta dan Pemilik jagat raya, pemelihara langit dan bumi seisinya. Inilah tauhid, inti ajaran para rasul sejak Adam AS hingga Muhammad SAW. Tauhid yang harus kita pegang dengan teguh sampai kapan pun dan apa pun konsekwensinya.

Kemudian kita mohonkan agar shalawat dan salam tetap Allah limpahkah kepada Muhammad Rasulullah SAW. Khataman nabiyyin yang dengan risalah yang dibawanya, sanggup mengantarkan ummatnya pada kebahagiaan dunia dan akhirat. Pemimpin pemberi uswah terbaik yang tiada banding dan tiada tanding.

Hari ini gema takbir berkumandang memenuhi langit. Bersahut-sahutan tiada henti. Hati siapakah yang tidak tergetar mendengar keagungan dan kebesaran Allah terus-menerus dilantunkan oleh lebih dari 1,5 miliar manusia di seluruh pelosok bumi? Takbir itu terus bergema dan menggelegar, sambung-menyambung dari satu negeri ke negeri lain. Hanya hati yang telah mengeras bagai batu belaka yang tidak merespon dengan amat positif salah satu tanda-tanda kebesaran Allah ini.

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar

Jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah

Setiap kali sampai pada momen Idul Adha, kita diingatkan kembali akan kisah agung keluarga Ibrahim AS. Kisah penuh teladan bagi segenap manusia sepanjang zaman. Kisah yang telah dengan amat indah Allah rekam dalam surat TQS. Ash Shafaat [37] : 100-113.

Kisah keluarga Ibrahim telah menjadi legenda sejak lebih dari 5.000 tahun silam. Inilah kisah keluarga teladan. Keluarga yang telah berhasil membangun dan menanamkan tauhid pada segenap sendi-sendi kehidupan. Ibrahim, Hajar, dan Ismail adalah potret anggota keluarga sempurna dalam pengabdian dan penghambaan kepada Allah SWT, robbul 'izzati. Setiap individu dalam keluarga utama ini, benar-benar menunjukkan kwalitas ultraprima dalam bertauhid secara murni dan luar biasa.

Sejak kita kanak-kanak, kisah keluarga ini sudah begitu akrab. Di sekolah para guru menceritakannya. Di surau, langgar, dan mushola-mushola, para ustadz dan guru ngaji mengisahkannya. Seperti baru kemarin, kisah berusia ribuan tahun itu disampaikan kembali kepada kita. Kita masih ingat, bagaimana Ibrahim AS teramat sangat merindukan anak. Di usianya yang sudah renta, Allah belum juga menganugrahi keturunan baginya. Sementara Sarah, istrinya yang juga sudah tua, tidak kunjung menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Buat Ibrahim AS, anak bukanlah sekadar pelanjut keturunan. Bagi sang khalilullah, kekasih Allah ini, anak juga sekaligus pewaris risalah kenabian.

Berapa lama di antara kita yang menanti kehadiran si buah hati dalam keluarga? Lima tahun? Tujuh tahun? 10 tahun, 12 tahun, atau mungkin bahkan 15 tahun? Suasana seperti apakah yang mewarnai kehidupan keluarga tanpa tangis bayi? Sepi. Sunyi. Sepertinya hari demi hari berlalu berselimut suram dan muram. Hampir pasti, hari-hari seperti itulah yang dijalani pasangan Ibrahim AS dan Sarah. Namun Ibrahim tidak putus-putusnya terus berdoa kepada Allah agar dikaruniai keturunan.

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ (100) فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ (101)

Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri Dia khabar gembira dengan seorang anak yang Amat sabar. (TQS. Ash Shafaat [37] : 100-101)

Alhamdulillah, sejarah akhirnya mengabarkan, melalui Hajar, Allah menganugrahi Ibrahim AS keturunan. Lahirlah Ismail, bayi laki-laki yang telah teramat lama didamba. Kalau saja kita mencoba hadir pada peristiwa itu, maka akan dapat kita rasakan betapa kebahagiaan membuncah dari dada Ibrahim AS dan istrinya Hajar. Anak yang diharapkan telah hadir di pangkuan. Sejuta doa dan harapan tumpah-ruah kepada si bayi. Kasih dan sayang tercurah bagi penyambung risalah dan keturunan, Ismail kecil. Hari-hari pun bagai dipenuhi pelangi. Warna-warni indah senantiasa mengiringi. Senyum dan tawa bahagia setiap saat pecah menghiasi kehidupan keluarga utama ini.

Namun agaknya Allah punya rencana sendiri. Allah ingin menguji cinta Ibrahim kepadaNya. Adakah cinta kepada Allah itu adalah cinta yang tidak tertandingi? Atau, jangan-jangan Ismail yang amat rindukan itu menjadi "pesaing" cinta Ibrahim kepada Allah Tuhannya yang Maha Agung?

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (الصافات: 102

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar". (TQS. Ash Shafaat [37] ; 102)

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar

Bapak-bapak, Ibu-ibu, dan saudara-saudara yang saya hormati

Perasaan seperti apakah yang menyelimuti Ibrahim saat mendapat perintah menyembelih Ismail, putra yang amat dikasihinya? Dapatkah kita bayangkan, setelah puluhan tahun menanti keturunan, bahkan ketika fisiknya sudah semakin renta, lalu ketika anak yang teramat didamba itu ada, Allah perintahkan untuk menyembelih? Ibrahim pun menghadapi dua pilihan, mengikuti perasaan hatinya dengan "menyelamatkan" Ismail buah cinta keluarga. Atau, menaati perintah Allah dengan "mengorbankan" putra kesayangannya.

Situasi seperti inilah yang sejatinya setiap saat kita hadapi dalam hidup sehari-hari. Mengutamakan Allah dan rasulNya, atau memilih tetap menggenggam 'Ismail-Ismail' lain di sekeliling kita? Walau sering lidah kita mengatakan, "ini adalah karunia Allah", namun praktiknya kita sering merasa menjadi 'pemilik' karunia itu.

Sekarang, mari kita kenali segala sesuatu yang kita cintai. Begitu kita cintai sesuatu itu, hingga kita rela mengorbankan apa saja untuknya. Ketahuilah, itulah 'Ismail' kita. 'Ismail' kita adalah segala sesuatu yang dapat melemahkan iman dan dapat menghalangi kita menuju taat kepada Allah. Setiap sesuatu yang dapat membuat diri kita tidak mendengarkan perintah Allah dan enggan mengikuti kebenaran. 'Ismail' kita adalah setiap sesuatu yang menghalangi kita untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban syar'i. Setiap sesuatu yang menyebabkan dan menjadikan kita mengajukan bermacam alasan dan dalih untuk menghindar dari perintah Allah SWT.

Anak, istri, keluarga, kerabat, harta benda, perniagaan/bisnis, rumah-rumah tinggal sejatinya adalah 'Ismail-ismail' buat kita. Jika semua itu lebih kita cintai daripada cinta kepada Allah, Rasul-Nya, dan jihad di jalan Allah, maka sungguh, kita sudah membuat pilihan yang keliru. Karena dengan demikian, berbagai karunia yang Allah anugrahkan tadi, buat kita telah menjadi tuhan-tuhan tandingan bagi Allah. Dan itu artinya, kita sedang menanam benih-benih yang akan berujung pada panen kemurkaan Allah. Naudzu billahi mindzalik!

قل إن كان آباؤكم وأبناؤكم وإخوانكم وأزواجكم وعشيرتكم وأموال اقترفتموها وتجارة تخشون كسادها ومساكن ترضونها أحب إليكم من الله ورسوله وجهاد في سبيله فتربصوا حتى يأتي الله بأمره والله لا يهدي القوم الفاسقين

Katakanlah: "Jika bapa-bapa kamu, anak-anak kamu, saudara-saudara kamu, isteri-isteri kamu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik (Al-taubah; 24).

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar

Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Hikmah lain yang bisa kita petik dari kisah agung ini adalah betapa luar biasanya Ismail. Sebagai seorang pemuda, yang tengah tumbuh dengan segala potensinya, yang masa depan gemilang menantinya, Ismail telah menunjukkan kualitas jauh di atas rata-rata. Tauhid telah terpatri dengan sangat kokoh di dadanya.

Bisakah kita membayangkan, perasaan seperti apakah yang kira-kira berkecamuk di dada seorang pemuda, ketika ayah yang amat dicintai dan mencintainya, berkata akan menyembelihnya? Benarkah ayahandanya itu sungguh-sungguh mencintainya? Kalau benar, cinta seperti apakah yang mampu menggerakkan lidah ayahandanya untuk mengucapkan kata-kata itu?

Tapi lagi-lagi Ismail bukanlah seorang pemuda rata-rata. Perintah yang amat berat itu pun disambut Ismail dengan penuh kesabaran. Dia menyanggupi menyerahkan lehernya untuk disembelih. Bukan itu saja, Ismail yang tahu persis bahwa perintah itu pasti amat berat bagi ayahandanya, bahkan mendorong keteguhan jiwa Ibrahim AS untuk melaksanakan perintah Allah tersebut.

Wahai bapakku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya'a Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar" (TTQS ash-Shaffat [37]: 102)

Pertanyaan besar yang bisa diajukan dari adegan luar biasa ini adalah, gerangan apakah yang membuat Ismail menjadi setegar ini? Menu apakah yang setiap hari mengisi kepala dan dadanya, sehingga dia bisa dengan rela menyerahkan lehernya untuk disembelih ayahnya? Pendidikan seperti apa yang bahkan membuat Ismail juga meneguhkan hati ayahnya agar tidak ragu-ragu melaksanakan perintah Allah?

Tentu saja kehebatan Ismail itu bukanlah sesuatu yang instan apalagi sim salabim. Keluarbiasaan Ismail adalah buah dari pendidikan dan bimbingan dari seorang ibu yang juga sangat luar biasa. Inilah peran dahsyat dari Siti Hajar, perempuan yang telah dipilih Allah untuk mendampingi Ibrahim AS dan melahirkan keturunan para nabi. Dia telah mampu membentuk bayi merah Ismail yang ditinggalkan suaminya di tengah padang gersang tak berpenghuni, menjadi anak muda istimewa. Hajar telah suskes mentransformasikan kesalehan, kesabaran, kepasrahan, dan ketakwaannya kepada anak yang amat dicintainya. Dan, proses transformasi itu berlangsung setiap hari, setiap detik, setiap saat.

Bagaimana dengan pemuda-pemuda kita hari ini? Adakah mereka mewarisi kedahsyatan Ismail? Sayang sekali, yang terjadi justru sebaliknya. Sebagian (besar) anak-anak muda kita, pelajar dan mahasiswa kita, hari-harinya dipenuhi dengan berbagai perilaku memprihatinkan. Tawuran pelajar, penyalahgunaan narkoba, dan seks bebas telah menjadi konsumsi harian mereka.

Data-data yang tersaji tentang perilaku anak-anak muda kita sungguh membuat miris. Menurut Komisi Perlindungan Anak (KPAI), misalnya, pada semester satu 2012 saja ada 229 kasus tawuran antarpelajar, 19 tewas dan sisanya luka berat dan ringan. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2011, yaitu 128 kasus tawuran.

Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebut pada 2008 terdapat 3,4 juta penyalahgunaan narkoba. Angkanya naik menjadi 3,83 juta pada 2010. Pada 2015, diperkirakan jumlah pengguna narkoba menembus 5,13 juta jiwa.

Sementara itu, seks bebas juga marak di kalangan remaja. Hal itu antara lain ditandai dengan tingginya angka aborsi di kalangan remaja. Komnas Perlindungan Anak (PA) mencatat, pada periode 2008-2010 terjadi 2,5 juta kasus, 62,6% dilakukan anak di bawah umur 18 tahun.

Sementara berdasarkan data dari BKKBN tahun 2013, anak usia 10-14 tahun yang telah melakukan aktivitas seks bebas atau seks di luar nikah mencapai 4,38%. Sedangkan pada usia 14-19 tahun sebanyak 41,8% telah melakukan aktivitas seks bebas. Data lain mengatakan bahwa tidak kurang dari 700.000 siswi melakukan aborsi setiap tahunnya.

Apa yang terjadi dengan pemuda-pemudi kita? Kenapa ini bisa terjadi? Benarkah anak-anak muda itu nakal? Kurang ajar, tidak bermoral, dan berkhlak rendah? Sudah berapa lama ini semua terjadi?

Semestinya bukan pertanyaan-pertanyaan bernada kecaman seperti itu yang kita sorongkan. Pertanyaan yang seharusnya diajukan adalah, dimana saja selama ini kita; para orang tua, guru, dan pemerintah berada? Apa yang telah kita lakukan dan berikan kepada anak-anak itu?

Sebagai orang tua, bukankah selama ini nyaris tidak ada apa pun yang kita berikan kepada anak-anak itu? Kita sudah merasa menuntaskan kewajiban jika sudah menjejali mereka dengan aneka hadiah dan kebutuhan fisiknya. Pertanyaannya, adakah perhatian dan kasih-sayang kita masih tercurah kepada mereka? Bagaimana dengan waktu dan kebersamaan di rumah dan keluarga? Masihkah kita shalat berjamaah dan membaca al quran bersama mereka? Dan, di atas semua itu, masih adakah teladan yang kita tunjukkan kepada anak-anak itu?

Bukankah di rumah kita telah menjadi para diktator bagi anak-anak. Kita melarang mereka melakukan ini-itu. Namun pada saat yang sama kita tetap saja asyik dengan larangan tersebut. Para ayah melarang anak-anaknya merokok, sementara di sela-sela jemarinya terselip rokok yang masih mengepulkan asap. Para ibu menyuruh anak-anaknya belajar dan melarang mereka menonton tv, sementara dia sendiri asyik duduk di sofa sambil matanya tidak lepas dari sinetron pengumbar mimpi dan nafsu.

Para guru di sekolah mengajarkan moral kepada para siswanya, sementara berbagai kecurangan terus dilakukan. Tidak disiplin dengan kehadiran yang membuat anak-anak gaduh di kelas. Sibuk mencari tambahan di luar kelas hingga kwalitas pengajaran terus melorot. Para kepala sekolah sibuk mengutak-atik anggaran bantuan operasional sekolah (BOS) untuk kepentingan sendiri.

Para pejabat publik di eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang digaji dengan uang rakyat, tidak lagi memikirkan dan bekerja dengan sungguh-sungguh agar rakyatnya sejahtera dan tercerahkan. Mereka justru sibuk bermanuver untuk melanggengkan jabatan untuk menumpuk harta dan kekuasaan, kekuasaan dan harta.

Teladan telah menjadi barang amat langka di negeri ini. Anak-anak kita tidak lagi bisa menemukan contoh hidup sederhana, arif, santun, dan penuh kasih kepada sesama yang bisa ditiru. Yang ada, setiap hari mereka dijejali dengan budaya hedonis, konsumtif, koruptif, dan manipulatif. Dan semua hal buruk itu setiap saat dipertontonkan dengan sangat telanjang oleh para orang tua di rumah, guru di sekolah, dan para pejabat di kursi-kursi kekuasaannya.

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar

Jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah

Kalau kita ingin memiliki anak seperti Ismail, maka dengan sendirinya diperlukan seorang bapak seperti Ibrahim AS. Tentu saja, tidak 100% seperti Ibrahim. Mungkin cuma 50%, 25%, 10%, bahkan mungkin 1% dari kualitas Ibrahim. Anak-anak seperti Ismail juga memerlukan seorang ibu seperti Hajar. Tentu saja, tidak 100% seperti Hajar. Cukup 50%, 25%, 10%, bahkan mungkin 1% dari kualitas bunda Hajar.

Pertanyaannya sekarang, seper berapa persenkah para bapak dan suami zaman ini dari Ibrahim? Apakah ada tanda-tanda bunda Hajar pada istri dan para ibu di rumah tangga kita sekarang? Dimanakah kita bertemu jodoh yang kemudian berlanjut pada pernikahan dan keluarga? Apakah di night club, karaoke atau lokasi-lokasi maksiat lain yang menjadi tempat pertemuan dengan jodoh kita?

Jangan pernah berharap di rumah kita akan hadir anak-anak sekelas Ismail, kalau kita sendiri sebagai orang tua tidak mewarisi keutamaan Ibrahim dan Hajar. Sebagai kepala keluarga, sudahkah para bapak hanya memberi nafkah anak dan istri dengan harta yang halal? Adakah rupiah yang kita bawa pulang benar-benar bersih dari unsur haram? Sah dan halalkah kelebihan penghasilan di luar gaji yang kita berikan kepada anak istri dalam bentuk nafkah, rumah, vila, tabungan dan deposito, saham dan obligasi, mobil, dan harta benda lain?

Ibu seperti apakah yang mampu melahirkan dan membimbing anak-anaknya seperti Ismail? Atau, ibu yang bagaimanakah yang memiliki surga di bawah telapak kakinya? Al-jannatu tahta aqdamil ummahat, surga di bawah telapak kaki ibu. Sebagian ulama memang menyebut ini hadits palsu. Sebagian lain mengatakan munkar, karena ada Manshur dan Abu Nadzhar, sebagai perawi tidak dikenal. Bahkan Al-Hafidz menyebutkan perawi lain hadits ini, yaitu Musa, adalah al-kadzdzab atau pendusta.

Meski demikian, ada hadits lain yang senada namun punya kedudukan shahih. Sanad hadits ini oleh banyak ulama diterima sebagai hadits yang hasan. Bahkan Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menyebutnya sebagai hadits shahih. Hadits itu adalah hadits dari Mu'awiyah bin Jahimah. Beliau pernah mendatangi Rasulullah SAW dan bertanya :

"Ya, Rasulallah. Aku ingin ikut dalam peperangan, tapi sebelumnya Aku minta pendapat Anda". Rasulullah SAW bertanya, "Apakah kamu masih punya ibu?". "Punya", jawabnya. Rasulullah SAW," Jagalah ibumu, karena sesungguhnya surga itu di bawah kedua telapak kakinya". (HR. An-Nasai, Ahmad dan Ath-Thabarani).

Pesan yang ingin disampaikan di sini adalah, hanya para ibu utama dan mulia saja yang mampu menyediakan surga di bawah telapak kakinya. Dan para ibu itu juga tidak sendiri. Mereka harus didampingi para suami yang sholeh, yang memurnikan tauhidnya sesuai dengan millah Ibrahim yang hanif.

Di tangan para orang tua seperti inilah kelak akan lahir dan terbentuk anak-anak yang berakhalak mulia. Generasi muslim yang juga memegang tahuid dengan teguh dan istiqomah. Sebab, pada dasarnya tiap anak lahir dengan bersih. Ibu dan bapaknyalah yang akan mewarnai anak-anak itu menjadi "sesuai" di kemudian hari.

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

"Setiap anak dilahirkan dlm keadaan fitrah (Islam), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani atau Majusi." (HR. al-Bukhari&Muslim)

إبدأ بنفسك

Mulailah dari dirimu sendiri.

Demikian Muhammad Rasulullah SAW bersabda. Jika para orang tua memulai dari diri sendiri, baik dalam hal kebaikan dan menghindari keburukan, maka anak-anak akan menemukan teladan. Para pemuda-pemudi kita bisa menduplikasi perilaku mulia dari orang tua, guru, dan para pejabat publik negeri ini. Alangkah indahnya hidup ini dan damainya Indonesia, jika tiap keluarga hanya menularkan kebaikan dalam perilaku sehari-harinya. Tidak ada lagi perkelahian antarpelajar. Tidak ada lagi tawuran antakampung. Tidak ada lagi korupsi yang menyengsarakan rakyat. Sungguh, Indonesia akan menjadi baldatun thoyibatun warobbun ghafur. Sebuah negara yang baik dan berada di bawah perlindungan Allah yang Maha Pengampun. Insya Allah, aamiin...

أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Baca halaman selanjutnya.

9. Dua Dimensi Ibadah dalam Kurban

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
الحَمْدُ للهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاه. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَانَبِيّ بعدَهُ. أَمَّا بَعْدُ فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Hadirin wal Hadirat Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Kautsar ayat 1-3:

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ

Artinya: "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah. Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah)."

Ayat ini menjadi renungan bagi kita, betapa banyak nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepada kita sampai dipastikan tidak akan bisa kita menghitungnya satu persatu. Kenikmatan ini harus kita syukuri dalam wujud menggunakannya untuk ibadah, mendekatkan diri kepada Allah. Pendekatan diri kepada Allah bisa dilakukan dengan mengerjakan shalat dan menyembelih hewan kurban sebagaimana ditegaskan dalam ayat kedua surat ini.

Selain sebagai ibadah yang memiliki dimensi vertikal yakni mendekatkan diri kepada Allah, kurban juga memiliki dimensi horisontal atau sosial yakni berbagi rezeki dengan orang lain. Jika dalam Hari Raya Idul Fitri, kita membahagiakan orang lain dengan zakat, maka saatnya di Idul Adha ini kita gembirakan hati orang lain dengan ibadah kurban.

Hadirin wal Hadirat Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah

Semoga kita memiliki kepekaan sosial untuk saling berbagi dan mampu memberikan manfaat banyak bagi orang di sekitar kita, karena sebaik-baik manusia adalah mereka yang bisa memberi manfaat bagi orang lain. Aamiin.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ َأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

10. Resep Nabi Ibrahim Lulus dari Ujian Allah


اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ

اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى الِه وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أَمَّا بَعْدُ: فَيَايُّهَا الإِخْوَان، أوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم}، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

صَدَقَ اللهُ العَظِيمْ

Kaum Muslimin-Muslimat jamaah Îd al-Adhâ yang berbahagia..!

Pertama marilah kita bertakwa kepada Allah ﷻ, yaitu menjauhi segala larangan Allah dan melaksanakan segala perintahnya. Hal tersebut kita lakukan karena takwa merupakan nilai esensial dalam berkurban, Allah tidak akan menerima daging atau darah dari hewan kurban, namun yang diterima Allah adalah ketakwaan dari orang yang berqurban. Takwa bagi generasi muda juga bisa dimaknai dengan meningkatkan belajar, meraih prestasi, disiplin, unggul, rajin shalat lima waktu dan beribadah kepada Allah ﷻ. Sebaliknya menjauhi larangan Allah, seperti menjauhi Narkoba, menghindari hoaks dan ujarna kebencian, menjauhi radikalisme dan terorisme, menjauhi permusuhan demi membangun dan membela NKRI yang bermartabat. Alhamdulillah, pagi hari ini kita semua berbahagia, karena kita dapat melaksanakan shalat Idul Adha bersama-sama dan merayakan 'Îdul Adhâ dengan selamat dan sejahtera. Karena itu, mari kita bersama merenungi makna dan hakikat yang terdalam dari Idul Adha.

Kaum Muslimin-Muslimat jamaah Îd al-Adhâ yang berbahagia!

Apa makna dari Idul Adha? Secara bahasa, 'îd memiliki makna hari raya, adhâ bermakna hewan sembelihan, artinya pada hari ini kita diperintahkan Allah untuk berqurban dengan menyembelih binatang qurban untuk mendekatkan diri kepada Allah ﷻ, hari ini juga dapat dinamakan dengan hari raya haji, karena sehari sebelumnya umat Muslim yang berhaji melaksanakan wukuf di arafah. Hari raya Idul Adha juga dinamakan dengan hari raya besar, idul kabir, karena mengingat peristiwa penting sejarah nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS.

Pada hari raya Idul Adha ini, mari kita bersama-sama belajar dari kesuksesan Nabi Ibrahim AS. Imam Nawawi bin Umar Al Bantani Al Jawi dalam Kitab Nashoihul Ibad, halaman 10 mengisahkan tentang Nabi Ibrahim ketika ditanya, apa alasan utama Allah ﷻ mengangkat Nabi Ibrahim menjadi Kholilullah (kekasih Allah)? Nabi Ibrahim menjawab dengan tiga alasan, pertama, Nabi Ibrahim selalu mendahulukan perintah Allah. Kedua, Nabi Ibrahim selalu tawakkal kepada Allah. Dan Ketiga, Nabi Ibrahim adalah pribadi yang peduli terhadap orang lain.

Rahasia pertama Nabi Ibrahim menjadi Khalilullah (kekasih Allah) adalah mendahulukan perintah Allah. Hal tersebut mengingatkan kita tentang kisah Nabi Ibrahim AS ketika diperintahkan Allah untuk menyembelih Nabi Ismail AS. Sebagaimana Firman Allah dalam Surat as-Shaffat 102-111

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ. فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ. وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ. قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ. إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ. وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ. وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ. سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ. كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ. إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ

Artinya: "Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: 'Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab: 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar'. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: 'Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu', sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) 'Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim'. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.

Syekh Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Munir li Zuhaili juz 23 halaman 117 menjelaskan bahwa ketika usia Nabi Ismail menginjak kira-kira 7 tahun (ada pula yang berpendapat 13 tahun), pada malam tarwiyah, hari ke-8 di bulan Dzulhijjah, Nabi Ibrahim AS bermimpi ada seruan, "Hai Ibrahim! Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk menyembelih anakmu." Pagi harinya, beliau pun berpikir dan merenungkan arti mimpinya semalam. Apakah mimpi itu dari Allah ﷻ atau dari setan? Dari sinilah kemudian tanggal 8 Dzulhijah disebut sebagai hari tarwiyah yang artinya, berpikir/merenung.

Pada malam ke-9 di bulan Dzulhijjah, beliau bermimpi sama dengan sebelumnya. Pagi harinya, beliau tahu dengan yakin mimpinya itu berasal dari Allah ﷻ. Dari sinilah hari ke-9 Dzulhijjah disebut dengan hari 'Arafah, yang artinya mengetahui, dan bertepatan pula waktu itu beliau sedang berada di tanah Arafah. Malam berikutnya lagi, beliau mimpi lagi dengan mimpi yang serupa. Maka, keesokan harinya, beliau bertekad untuk melaksanakan penyembelihan Ismail. Karena itulah, hari itu disebut denga hari menyembelih kurban (yaumun nahr). Nabi Ibrahim AS berterus terang kepada putranya, "Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi, aku diperintahkan Allah untuk menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu "Ia (Ismail) menjawab, 'Hai bapakku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepada engkau, Insya Allah, engkau mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".

Ahmad Ghalwas dalam kitab Da'watur Rusul halaman 112 menjelaskan, ketika Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail AS telah bersiap diri untuk penyembelihan, Nabi Ibrahim bertakbir dengan menjalankan pisau pada tenggorokan Ismail, kemudian Allah ﷻ menyelamatkan Nabi Ismail AS. Allah tidak memperkenankan pisau yang dibawa Nabi Ibrahim melukai sedikit pun Nabi Ismail AS. Allah ﷻ memanggil Ibrahim bahwa Ibrahim telah lulus ujian dengan ketaatan Ibrahim dalam mendahulukan perintah Allah ﷻ. Ibrahim melihat di depannya seekor domba putih yang besar yang dikirim Allah untuk mengganti Ismail sebagai sembelihan. Kemudian Ibrahim menyembelih domba tersebut untuk melaksanakan perintah Allah ﷻ.

Dari perjalanannya yang panjang, dengan rentetan perjuangan dan ujian demi ujian, pada akhirnya Nabi Ibrâhim mendapatkan kemenangan, kelulusan, dan kesuksesan yang gemilang. Lulus dari ujian yang berat dari Allah ﷻ. Hingga kini peristiwa tersebut dikenang oleh Muslim sedunia agar ajaran Nabi Ibrahim menjadi teladan dan diamalkan oleh generasi masa depan.

Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar wa Li Allâh al-Hamd

Saudara-saudara sidang Idul Adha yang berbahagia

Rahasia kedua kesuksesan Nabi Ibrahim adalah, Nabi Ibrahim selalu bertawakkal kepada Allah ﷻ. Maksudnya, Nabi Ibrahim adalah Nabi yang selalu berusaha keras, Nabi yang cerdas, Nabi yang ikhlas, dan selalu mengerjakan perintah Allah dengan tuntas. Nabi Ibrahim selalu berikhtiar dan berusaha dalam melaksanakan perintah Allah, berdoa kepada Allah, dan menyerahkan segala urusan kepada Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman dalam Surat Ar Ra'd, ayat 11:

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri."

Dalam ajaran Islam, kita diperintahkan untuk selalu berusaha, berdoa, dan tawakkal kepada Allah ﷻ. Dalam konteks hari raya Idul Adha, Nabi Ibrahim selalu bekerja keras untuk melaksanakan perintah Allah, Nabi Ibrahim bekerja cerdas dengan mengklarifikasi mimpi hingga tiga kali, Nabi Ibrahim juga mendiskusikannya dengan Nabi Ismali AS. Nabi Ibrahim juga menerima perintah Allah tersebut dan mengerjakannya dengan ikhlas, tujuannya hanya kepada Allah ﷻ dan akhirnya perintah Allah beliau laksanakan dengan sukses dan tuntas. Nabi Ibrahim adalah pribadi yang arif bijaksana, Nabi yang cerdas dan pintar, Ketika beliau berdakwah pada masyarakat, beliau menguasai berbagai bahasa mereka, faham ajaran mereka, beliau mengerti sosiologi, dialektika dan adat istiadat mereka. Sehingga masyarakat yang didakwahi Nabi Ibrahim tidak dapat membantah hujjah dan dalil Nabi Ibrahim.

Keteladanan Nabi Ibrahim di atas penting untuk diamalkan generasi bangsa dengan selalu rajin dan giat belajar dalam menguasai ilmu pengetahuan. Setiap Muslim wajib untuk mempelajari berbagai ilmu yang menjadi kebutuhan hidupnya, seperti ilmu agama, ilmu kedirgantaraan, militer, sosial, kedokteran, maupun ilmu yang menjadi kebutuhan masyarakat, agar tercipta masyarakat yang sejahtera, maju, dan bermartabat. Barang siapa tekun, ia akan akan dapat, barang siapa bersabar, ia akan dapat, siapa menanam, pasti menuai, di mana ada kemauan, di situ pasti ada jalan. Pemuda harus bangkit dan bergerak demi meneladani perjuangan Nabi Ibrahim AS.

Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar wa Li Allâh al-Hamd

Saudara-saudara sidang Idul Adha yang berbahagia..!

Rahasia kesuksesan Nabi Ibrahim yang ketiga adalah Nabi Ibrahim adalah sosok Nabi yang dermawan dan peduli sosial. Nabi Ibrahim tidak pernah makan pagi dan makan sore, kecuali disertai oleh kawan, walaupun beliau harus berjalan jauh untuk mencari kawan yang mau makan bersama Nabi Ibrahim AS. Dalam konteks hari raya Idul Adha, kita diperintahkan Allah untuk meneladani Nabi Ibrahim AS, jangankan harta, tenaga, maupun fikiran, bahkan putra yang sholih pun akan beliau korbankan demi menjalankan perintah Allah ﷻ. Kita tidak diperintahkan menyembelih putra kita, namun kita hanya diperintahkan untuk menyembelih hewan Qurban dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah ﷻ.

Selain itu, kita juga diperintahkan Allah untuk menjadi seorang yang peduli sosial, membantu sesama yang membutuhkan. Terutama bagi saudara-saudara kita yang sedang tertimpa musibah di Lombok NTB. Mari dalam rangkaian hari raya Idul Adha ini, kita menyisihkan sebagian harta kita untuk membantu saudara-saudara kita di Lombok yang sedang tertimpa musibah. Semoga mereka diberi ketabahan, kesabaran, dan kemudahan dalam menghadapi penderitaan. Serta semakin menambah keimanan kita kepada Allah ﷻ agar musibah ini segera berakhir dengan baik. Aamiin. Ya Allah Ya Rahman, Ampunilah umat Nabi-Mu, Nabi Muhammad SAW, kasihanilah mereka, bimbinglah mereka, sayangilah mereka, sebagaimana Nabi Muhammad menyayangi mereka. Aamiin Ya Rabbal Alamiin.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

11. Belajar dari Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail


الله أكبر الله أكبر الله أكبر، الله أكبر الله أكبر الله أكبر، الله أكبر الله أكبر الله أكبر
اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ كثيرا وسبحان الله بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ
اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ

اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وعلى اله وأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أما بعد: فيايها الإخوان، أوصيكم و نفسي بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون، قال الله تعالى في القران الكريم: أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمان الرحيم: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
صدق الله العظيم

Ma'asyiral Muslimin rahimakummullah,

Pada hari ini kaum Muslimin merayakan Hari Idul Adha dengan melaksanakan shalat id karena telah sampai pada hari ke-10 bulan Dzulhijjah. Shalat Idul Adha adalah peristiwa besar yang setiap tahun umat Islam sedunia melaksanakannya dan setelah itu menyembelih hewan-hewan kurban sebagai sunnah muakkadah. Setiap kali merayakan Idul Adha, kita tidak bisa lepas dari membicarakan Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Bapak - anak ini menjadi suri tauladan bagi kita semua dalam banyak hal, seperti dalam ketaatan dan kepasrahan diri kepada Allah SWT, kesabaran dan keikhlasan beribadah, serta dalam menjalani hidup dan kehidupan ini.

Ma'asyiral Muslimin rahimakummullah,

Nabi Ibrahim AS adalah seorang ayah sekaligus seorang hamba Allah yang lurus, berhati lembut, lagi penyantun. Beliau seorang Nabi dengan teladan kepemimpinan yang mencerahkan. Sedangkan sang anak, Nabi Ismail AS, adalah seorang anak yang sabar dan berbakti kepada kedua orang tua; dan tentunya juga taat kepada Allah SWT.

Ma'asyiral Muslimin rahimakummullah,

Nabi Ibrahim AS menikah dengan Siti Sarah sudah cukup lama-bertahun-tahun-namun belum dikaruinai seorang anak pun. Beliau telah lama mengidamkan hadirnya seorang anak. Kemudian oleh Siti Sarah, Nabi Ibrahim dipersilakan untuk menikah lagi dengan Siti Hajar yang tak lain adalah seorang pembatu bagi keluarga Ibrahim. Dan akhirnya beliau mendapatkan seorang anak hasil pernikahannya dengan Siti Hajar dan diberinya nama Ismail. Beliau merasa senang dan tenang bersama sang buah hati. Beliau melihat Ismail menikmati masa kanak-kanaknya dan menemani kehidupannya dengan tentram dan damai. Tetapi kemudian, Ibrahim bermimpi dalam tidurnya. Beliau menyembelih anak satu-satunya itu. Ibrahim pun menyadari bahwa itu adalah perintah dari Allah SWT.

Ma'asyiral Muslimin rahimakummullah,

Kita bisa membayangkan betapa Nabi Ibrahim tengah diuji Allah SWT. Anak satu-satunya yang telah lama beliau nantikan kehadirannya hingga usia beliau hampir 100 tahun, pada akhirnya harus dikorbankan atas perintah Allah dengan cara disembelihnya sendiri. Bagaimanakah sikap Nabi Ibrahim menghadapi perintah tersebut? Nabi Ibrahim adalah seorang rasul. Maka beliau tidak ragu-ragu dalam memahami dan menerima perintrah tersebut. Tidak ada kekacauan dalam pikiran beliau sehingga beliau tidak melakukan protes atau mencoba bertanya kepada Allah untuk meminta klarifikasi. Misalnya dengan bertanya, "Kenapa ya Allah, harus saya sembelih anak tunggal saya ini?"

Tidak ada pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Yang ada pada Nabi Ibrahim AS adalah penerimaan total, keridhaan yang mendalam, ketenangan dan kedamaian yang luar biasa. Itulah sebabnya Nabi Ibahim AS mendapat berbagai macam gelar seperti: ulul azmi (orang yang sangat sabar), khalilullah (kekasih Allah), hanifan muslima (orang yang lurus yang berserah diri kepada Allah SWT), abul anbiya (bapak para nabi), dan sebagainya.

Ma'asyiral Muslimin rahimakummullah,

Kisah bagaimana Nabi Ibrahim AS melaksanakan perintah Allah SWT bisa kita simak sebagaimana termaktub dalam Al-Quran Surat Ash-Shaffat, ayat 102:

يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ

Artinya: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu".

Ayat tersebut merupakan perintah dari Allah SWT agar Nabi Ibrahim menyembelih Ismail yang belum cukup dewasa atau masih anak-anak karena baru berusia kurang dari 14 tahun. Maka Nabi Ibrahim sebagai orang tua bertanya kepada Ismail bagaimana pendapatnya tentang perintah tersebut sebagaimana dikisahkan dalam bagian ayat berikutnya:

فَانظُرْ مَاذَا تَرَى

Artinya: "Maka pikirkan, apa pendapatmu tentang perintah itu".

Pertanyaan Nabi Ibrahim kepada Ismail ini sebenarnya mengandung pelajaran berharga bahwa seorang ayah atau orang tua tidak ada jeleknya, bahkan sangat bagus, memberikan hak bertanya atau mengemukakan pendapat bagi anak-anaknya berkaitan dengan masa depan mereka. Apalagi menyangkut soal hidup dan mati. Dengan kata lain, ini sesungguhnya pelajaran tentang demokrasi atau musyawarah dimana dialog untuk mencapai persepsi yang sama diperlukan untuk meraih tujuan baik yang akan dicapai bersama. Dengan cara seperti ini tentu keikhlasan untuk menerima sebuah keputusan bisa dicapai dengan baik secara bersama pula. Maka tidak mengherankan ketika memberikan jawaban kepada Ibrahim , Ismail menjawab dengan jawaban yang sangat bagus, penuh kesabaran dan keikhlasan sebagai berikut:

يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Artinya: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".

Ma'asyiral Muslimin rahimakummullah,

Dengan ketaatan kepada Allah SWT yang luar biasa sebagaimana ditunjukkan Nabi Ibrahim dan Ismail, maka Allah berfirman kepada Nabi Ibrahim sebagaimana termaktub dalam Surat As-Shaffat, ayat 104 -105 sebagai berikut:

وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ. قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا ۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ

Artinya: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu; sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang- orang yang berbuat baik".

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah hanya menghendaki ketundukan dan penyerahan diri Nabi Ibrahim AS, sehingga tiada lagi tersisa dalam diri beliau kecuali ketaatan kepada Allah. Nabi Ibrahim meyakini tidak ada perintah yang lebih berharga dan lebih tinggi daripada perintah Allah SWT. Nabi Ibrahim rela mengorbankan segalanya, termasuk yang paling berharga, yakni Ismail dengan pengorbanan yang penuh keridhaan, ketenangan, kedamaian, dan keyakinan akan kebenaran. Maka, Allah kemudian menebus putra itu, Ismail-dengan seekor hewan sembelihan yang besar.

Ma'asyiral Muslimin rahimakummullah,

Dengan peristiwa inilah, kemudian dimulailah sunnah berkurban pada shalat Idul Adha hingga sekarang. Disembelihnya hewan-hewan kurban menjadi pengingat kita atas kejadian besar tersebut. Peristiwa itu akan terus menyibak tabiat keimanan yang kita genggam supaya kita lebih paham mengenai bagaimana kita berserah diri seutuhnya kepada Allah SWT; bagaimana kita taat kepada Allah dengan ketaatan yang penuh keridhaan. Semua itu agar kita makin mengerti, bahwa Allah tidak hendak menghinakan manusia dengan cobaan. Pun tidak ingin menganiaya dengan ujian. Melainkan, Allah menghendaki agar kita bersegera memenuhi panggilan tugas dan kewajiban secara total. Namun demikian, Allah mengingatkan kita dalam Surat Al Hajj ayat 37:

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

Artinya:"Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik."

Ma'asyiral Muslimin rahimakummullah,

Shalat Idul Adha berlangsung pada bulan Dzulhijjah karena dalam bulan ini dilaksanakan ibadah haji di Tanah Suci Makkah Al-Mukarramah. Mungkin, sayup-sayup terdengar oleh kita kalimat talbiyah yang dikumandangkan mereka yang sedang menunaikan ibadah haji melauli berbagai media. Mereka berseru:

لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ

Artinya: "Ya Allah, kami penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya setiap getaran pujian adalah bagi-Mu. Sejatinya, setiap tetes kenikmatan berasal dari-Mu. Sebenar-benarnya, Engkaulah Raja dan Penguasa kami, tiada sekutu bagi-Mu."

Ma'asyiral Muslimin rahimakummullah,

Semoga saudara-saudara kita umat Islam sedunia yang saat ini tengah menunaikan ibadah haji di Tanah Suci akan menjadi haji yang mabrur. Dan bagi kita yang belum menunaikan ibadah haji, semoga Allah mudahkan kita melaksanakan ibadah ini ketika saatnya telah tiba. Amin ya rabbal 'alamin...

أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الاَبْتَرُ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ.. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Baca halaman selanjutnya.


12. Meneguhkan Totalitas Kepatuhan kepada Allah melalui Kurban


الله ُأَكْبَرُ - الله ُأَكْبَرُ - الله ُأَكْبَرُ (3x)

الله ُأَكْبَرُ كَبِيْرًا, وَالحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْراً, وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاَ, لاَإِلهَ إِلاَّالله ُوَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ, لَاإِلهَ إِلاَّالله ُوَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيّاَهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ المُشْرِكُوْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ وَلَوْكَرِهَ المُناَفِقُوْنَ. الحمدُ لله ربِّ العالمين، الحمدُ لله الذي بنعمته تتمُّ الصالحات، وبعَفوِه تُغفَر الذُّنوب والسيِّئات، وبكرَمِه تُقبَل العَطايا والقُربَات، وبلُطفِه تُستَر العُيُوب والزَّلاَّت، الحمدُ لله الذي أماتَ وأحيا، ومنَع وأعطَى، وأرشَدَ وهدى، وأضحَكَ وأبكى؛ ﴿ وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا)

فَيَآأَيُّهَاالمُؤْمِنُوْنَ وَالمُؤْمِناَتِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا الله َحَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هَذَا يَوْمٌ فَضِيْلٌ وَعِيْدٌ شَرِيْفٌ جَلِيْلٌ. قَالَ اللهُ تَعَالى فِيْ كِتَابِهِ الكَرِيْمِ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الَّرجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الَّرحمن الرحيم. إِنّا أَعْطَيْنَاكَ الكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَالأَبْتَرُ

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa liilahil hamd

Marilah kita senantiasa bersyukur dan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya. Kita masih diberi nikmat iman dan Islam, kesehatan dan kesempatan untuk melaksanakan berbagai ibadah kepada Allah SWT, termasuk melaksanakan shalat Idul Adha pada pagi hari ini.

Kemudian shalawat serta salam, kita haturkan ke pangkuan baginda Nabi Besar Muhammad SAW, seorang manusia mulia dan nabi terakhir yang dipilih oleh Allah SWT untuk menjadi teladah (uswah) bagi seluruh umat manusia sepanjang masa.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Wa lillahil Hamd.

Kaum muslimin jama'ah Idil Adha rahimakumullah.

Pada pagi hari ini, kaum muslimin yang menunaikan ibadah haji sebagai tamu Allah SWT, dhuyufurrahman, telah berkumpul melaksanakan wuquf di 'Arafah dan sedang berada di Mina untuk melaksanakan Jumratul 'Aqabah. Mereka dengan pakaian ihramnya, berasal dari berbagai belahan dunia. Mereka datang dengan latar belakang bangsa, ras, warna kulit, budaya dan strata sosial yang berbeda satu sama lain. Namun, mereka memiliki tujuan yang sama, yaitu memenuhi panggilan Allah SWT untuk menjadi tamu-Nya dan bertauhid mengesakan Allah SWT semata.

Bagi kaum muslimin yang belum memiliki kemampuan menjadi tamu Allah SWT, mereka melaksanakan shalat Idul-Adha dan ibadah kurban, sesuai dengan kemampuannya di manapun mereka berada. Ibadah kurban yang dilaksanakan kaum muslimin, sebagai salah satu upaya mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT. Deskripsi kehidupan kaum muslimin ini, menggambarkan interelasi kuat antara orang yang menunaikan ibadah haji, dengan saudara-saudaranya yang tidak pergi ke Baitullah. Oleh karena itu, kita melaksanakan salat Idul Adha dan ibadah kurban pada hakikatnya sebagai bentuk kesadaran memenuhi perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamd.

Kaum muslimin sidang jama'ah Idil Adha rahimakumullah,

Ibadah kurban merupakan salah satu ibadah penting dalam ajaran Islam. Ibadah ini memiliki fondasi kuat dan memiliki akar sejarah panjang dalam tradisi rasul-rasul terdahulu. Ajaran kurban dan prakteknya telah ditunjukkan secara sinergik oleh para nabi dan rasul hingga Nabi Muhammad SAW. Nabi Ibrahim AS. dikenal sebagai peletak batu pertama ibadah ini. Peristiwa penyembelihan yang dilakukan Nabi Ibrahim AS. terhadap anaknya, Nabi Isma'il AS merupakan dasar bagi adanya ibadah kurban. Nabi Ibrahim AS dengan penuh iman dan keikhlasan bersedia untuk menyembelih anak kesayangannya, Ismail hanya semata-mata untuk memenuhi perintah Allah SWT. Peristiwa yang mengharukan ini, dilukiskan dengan indah oleh Allah SWT dalam Al-Qur'an surah as-Shaffat ayat 102:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّيْ أَرَى فِيْ المَنَامِ أَنِّيْ أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَآأَبَتِ افْعَلْ مَاتُؤْ سَتَجِدُنِيْ إِنْ شَآءَ اللهُ مِنَ الصَابِرِيْنَ

"Tatkala anak itu sampai umurnya dan sanggup berusaha bersamasama Ibrahim. Ibrahim berkata ; Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu. la menjawab, wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu, insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".

Ini adalah ujian ketaatan Nabi Ibrahim kepada Allah. Di kemudian hari, pengorbanan ini menjadi anjuran bagi umat Islam untuk menyembelih hewan kurban, setiap tanggal 10 Dzulhijah dan pada hari tasyrik, yaitu 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.

Deskripsi historis ini menggambarkan bahwa, keteguhan hati, keyakinan akan kebenaran perintah Allah, keikhlasan, ketaatan, dan kesabaran adalah esensi yang melekat dari ibadah Qurban. Nilai-nilai ini telah diimplementasikan dengan baik oleh Nabi Ibrahim dan Ismail AS dalam peristiwa yang mengharukan itu. Kesanggupan Nabi Ibrahim AS menyembelih anak kandungnya sendiri Nabi Ismail AS bukan semata-mata didorong oleh perasaan taat setia yang membabi buta (taqlid), tetapi meyakini bahwa perintah Allah SWT itu harus dipatuhi. Bahkan, Allah SWT memberi perintah seperti itu sebagai peringatan kepada umat yang akan datang bahwa adakah mereka sanggup mengorbankan diri, keluarga dan harta benda yang disayangi demi menegakkan perintah Allah SWT. Dan adakah mereka juga sanggup memikul amanah sebagai khalifah Allah di muka bumi.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahil hamd

Kaum muslimin yang berbahagia

Dalam studi fiqh, Kurban sering disebut dengan istilah udhhiyah, karena penyembelihan binatang ternak dilakukan pada saat matahari pagi sedang menaik (dhuha). Oleh karenanya, Ibn Qayyim al-Jauziyah memahami makna kurban dengan tindakan seseorang menyembelih hewan ternak pada saat dhuha, guna menghasilkan kedekatan dan ridha Allah SWT. Binatang kurban yang disebut udlhiyah atau nahar adalah simbolisasi tadlhiyah yakni pengorbanan. Baik udlhiyah maupun tadlhiyah posisinya sama sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. (taqarruban wa qurbanan). Jika menyembelih udlhiyah merupakan ibadah material yang ritual, maka taldhiyah/pengorbanan di jalan Allah SWT merupakan ibadah keadaban yang memajukan sektor-sektor kehidupan yang lebih luas

Dalam ibadah kurban, nilai yang paling esensial adalah sikap batin berupa keikhlasan, ketaatan dan kejujuran. Tindakan lahiriyah tetap penting, kalau memang muncul dari niat yang tulus. Sering kita digoda syetan agar tidak melaksanakan ibadah kurban karena khawatir tidak ikhlas. Imam al Ghazali dalam kitab Ihya' Ulumiddin-nya berkata, bahwa syaitan selalu membisiki kita: "Buat apa engkau beribadah kalau tidak ikhlas, lebih baik sekalian tidak beribadah".

Ibadah kurban bukan hanya mementingkan tindakan lahiriyah, berupa menyedekahkan hewan ternak kepada orang lain terutama fakir miskin, tetapi yang lebih penting adalah nilai ketulusan guna mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam beberapa ayat Al-Qur'an, Allah SWT memperingatkan bahwa yang betul-betul membuahkan kedekatan dengan-Nya (kurban), bukanlah fisik hewan qurban, melainkan nilai takwa dan keikhlasan yang ada dalam jiwa kita. Dalam surah al-Hajj ayat 37, Allah SWT menyebutkan:

لَنْ يَنَالَ اللهَ لُحُوْمُهَا وَلأَ دِمَاءُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَقْوَى مِنْكٌم

"Tidak akan sampai kepada Allah daging (hewan) itu, dan tidak pula darahnya, tetapi yang akan sampai kepada-Nya adalah takwa dari kamu".

Penegasan Allah SWT ini mengindikasikan dua hal. Pertama, penyembelihan hewan ternak sebagai kurban, merupakan bentuk simbolik dari tradisi Nabi Ibrahim AS, dan merupakan syi'ar dari ajaran Islam. Kedua, Allah SWT hanya menginginkan nilai ketakwaan, dari orang yang menyembelih hewan ternak sebagai ibadah kurban. Indikasi ini sejalan dengan peringatan Rasulullah SAW: "Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat bentuk luarmu dan harta bendamu, tetapi Dia melihat hatimu dan perbuatanmu". (HR. Bukhari dan Muslim).

Usaha mendekatkan diri kepada Tuhan terutama melalui kurban, kita lakukan secara terus menerus. Karena itulah agama Islam disebut sebagai jalan (syari'ah, thariqah, dan shirat) menuju dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Melakukan kurban bersifat dinamis dan tiada pernah berhenti, menempuh jalan yang hanya berujung kepada ridha Allah SWT. Dengan demikian, wujud yang paling penting dari kurban adalah seluruh perbuatan baik.

Sehubungan dengan perintah untuk berkurban di atas, maka Rasulullah saw setiap tahun selalu menyembelih hewan kurban dan tidak pernah meninggalkannya. Meskipun dari sisi ekonomi beliau termasuk orang yang menjalani hidup sederhana, tidak mempunyai rumah yang indah nan megah, apalagi mobil yang mewah. Bahkan tempat tidurnya hanya terbuat dari tikar anyaman daun kurma. Oleh karena itu, orang muslim yang telah mempunyai kemampuan untuk berkurban tetapi tidak mau melaksanakannya boleh dikenakan sanksi sosial, ialah diisolasi dari pergaulan masyarakat muslim. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw. dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah RA:

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرِبَنَّ مُصَلاَّناَ

"Barangsiapa yang mempunyai kemampuan menyembelih hewan qurban tetapi tidak melaksanakannya, maka janganlah sekali-kali ia mendekati tempat shalat kita" (HR. Imam Ahmad dan Ibnu Majah)

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamd

Kaum muslimin yang berbahagia,
Kalau ibadah kurban dilaksanakan dengan ikhlas demi mengharap ridla Allah SWT. akan memberi hikmah dan manfaat bagi pelakukanya, baik di dunia maupun di akhirat. Di antaranya:

1. Meningkat keimanan kepada Allah SWT. Ibadah kurban yang dilaksanakan oleh orang muslim dapat melatih kepatuhan dan kepasrahan total kepada Allah SWT. Orang-orang yang dekat dengan Allah akan memperoleh predikat muqarrabin, muttaqin serta mendapat kemuliaan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

2. Membersihkan diri dari sifat-sifat bahimiyyah. Pada saat hewan kurban jatuh kebumi maka saat itulah sifat kebinatangan harus sirna, seperti rakus, serakah, kejam dan penindas.

3. Menanamkan rasa kasih sayang dan empati kepada sesama. Ibadah kurban dalam Islam tidak sama dengan persembahan (offering) dalam agama-agama selain Islam. Islam tidak memerintahkan pemujaan dalam penyembelihan hewan, tetapi Islam memerintahkan agar dagingnya diberikan kepada orang miskin agar ikut menikmati lezatnya daging hewan. Sehingga timbul rasa empati, berbagi, memberi, dan ukhuwah islamiyah antar sesama.

4. Melatih kedermawanan. Ibadah kurban dilakukan setiap tahun secara berulang-ulang sehingga orang yang memberi kurban terbiasa untuk berderma kepada yang lain. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2016 sebanyak 27,76 juta jiwa atau 10,70% secara persentase. (susenas Maret 2016). jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 0,15 juta orang (dari 10,34 juta orang pada Maret 2016 menjadi 10,49 juta orang pada September 2016), sementara di daerah perdesaan turun sebanyak 0,39 juta orang

Di akhir khutbah ini, dengan penuh khusyu' dan tadharru', kita berdoa kepada Allah SWT semoga perjalanan hidup kita senantiasa terhindar dari segala keburukan yang menjerumuskan umat Islam. Semoga dengan doa ini pula, kiranya Allah SWT berkenan menyatukan kita dalam kebenaran agama-Nya dan memberi kekuatan untuk memtaati perintahnya dan menjauhi larangan-Nya. Amin Ya Rabbal 'Alamain

جَعَلَنَا اللهُ وَإِيَّاكُمْ مِنَ السُّعَدَآءِ المَقْبُوْلِيْنَ وَأَدْخَلَنَا وَإِيَّاكُمْ فِيْ زُمْرَةِ عِباَدِهِ المُتَّقِيْنَ. قَالَ تَعَالى فِي القُرآنِ العَظِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ . قُلْ إِنَّمَا أَنَاْ بَشَرٌ مِثْلُكُمْ

يُوْحَى إِلَيَّ أَنَّمَآ إِلهُكُمْ إِلهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْلِقَآءَ رَبَّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلاَيُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.

13. 4 Kepribadian Haji dan Kurban


الله اكبر......٩x

الله أَكْبَرُ كُلَّمَا اَحْرَمُوْا مِن الْمِيْقَاتِ وَكُلَّمَا لَبَّ الْمُلَبُّوْنَ وَزِيْدَ فِي الْحَسَنَاتِ، اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَاللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ. اَلْحَمْدُ للهِ خَلَقَ اَدَمَ بِيَدِهِ مِنْ صَلْصَالٍ كَالْفَخَّارِ وَاَحْظَاهُ بِجَوَارِهِ وَأَسْجَدَ لَهُ مَلَائِكَةُ الْمُقَرَّبِيْنَ الْأَطْهَارِ اَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ عَلَى نِعَمِ الْغِزَارِ وَأَشْكُرُهُ عَلَى مُتَرَادِفِ فَضْلِهِ الْمِدْرَارِ وَأَشْهَدُ اَنْ لَّا اِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ أَذْهَبَ اللهُ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرَ الله أكبر، اللهُ أَكْبَرُ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَاللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ.

(أما بعد) فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هَذَا يَوْمٌ فَضِيْلٌ وَعِيْدٌ شَرِيْفٌ جَلِيْلٌ. قال الله تعالى في القران العظيم أعوذ بالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجيم بسم الله الرحمن الرحيم يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Hadirin jamaah shalat Idul Adha as'ada kumullâh,

Di hari yang baik ini marilah kita tingkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah dengan sebenar-benarnya. Terlebih pada hari raya Idul Adha ini, di mana bukti-bukti ketakwaan itu ditunjukkan salah satunya dengan penyembelihan binatang kurban. Sungguh itu adalah amalan yang sangat dicintai oleh Allah subhanahu wata'ala. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

مَا عَمِلَ اِبْنُ اَدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلًا اَحَبَّ اِلَى اللهِ مِنْ اِرَافَةِ دَمٍ وَاِنَّهُ لَيَأْتِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُوْنِهَا وَاظْفَارِهَا وَاَشْعَارِهَا

"Seseorang tidak beramal pada hari raya Idul Adha dengan amal yang lebih dicintai oleh Allah daripada mengalirkan darah hewan kurban. Sesungguhnya pada hari kiamat ia akan membawa tanduk, kuku, dan bulu hewan yang ia sembelih." (HR Ibnu Majah).

Hadirin hafidhakumullâh,

Setiap tahun pada bulan Dzulhijjah setiap muslim lekat dengan kata-kata ibadah haji dan kurban. Dalam khutbah kali ini khatib berusaha menguraikan sedikit tentang bagaimana seharusnya kepribadian yang muncul dari pelaksanaan ibadah haji dan kurban. Maka tema khutbah kali ini adalah Kepribadian Haji dan Mudlahi.

Kata haji di sini adalah orang yang telah melaksanakan ibadah haji. Mudlahi adalah orang yang melaksanakan ibadah kurban. Mengapa perlu mengetahui kepribadian haji dan mudlahi?

Barangkali banyak orang yang beragama, tapi hanya menjalankan rutinitas ibadah tanpa mengetahui hikmah yang terkandung di dalamnya. Jika dipelajari secara mendalam, tidak ada satu aturan pun dalam Islam yang bernilai sia-sia. Baik perintah maupun larangan pasti terdapat nilai positif bagi manusia.

أَيَحْسَبُ الإنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى (٣٦)

"Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?" (QS Al-Qiyamah[75]: 36).

Kajian tentang hikmah ibadah haji dan kurban sudah menjadi hidangan setiap bulan Dzulhijjah terutama pada khotbah-khotbah idul adha. namun ilmu allah tidak akan pernah habis untuk dipelajari, sehingga setiap kajian memiliki warna dan corak yang berbeda-beda.

الله أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لَااِلَهَ اِلَّا الله واللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ

Hadirin jamaah shalat Idul Adha as'ada kumullâh,

Setidaknya ada empat kepribadian bagi seseorang yang menjalankan ibadah haji dan kurban:

Pertama, kepribadian tauhidi. Ibadah haji dan kurban sama-sama memenuhi panggilan Allah subhanahu wata'ala. Ibadah yang penuh kepatuhan dan ketundukan terhadap Sang Khaliq. Hal ini tercermin dalam lafal talbiyah yang lazim dikumandangkan pelaksana ibadah haji:

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ

Artinya, "Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sungguh, segala puji, nikmat, dan segala kekuasaan adalah milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu."

Begitupula ibadah kurban, menelaah dari sejarahnya, Nabi Ibrahim menunjukkan keimanan dan ketundukan yang sebenar-benarnya. Ketika anak yang paling disayang harus disembelih atas perintah Allah.

وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِينِ (٩٩) رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ (١٠٠) فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلامٍ حَلِيمٍ (١٠١) فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (١٠٢)

Artinya, "Dan Ibrahim berkata: 'Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.'

Maka Kami beri Dia kabar gembira dengan seorang anak yang Amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: 'Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab: 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar," (QS Ash-Shaffat[37]: 99-102).

Tidak ada satu orang tua pun yang tega menyembelih anaknya sendiri, kecuali atas dasar keimanan dan ketundukan kepada yang memiliki alam semesta ini. Walaupun pada akhirnya Allah menggantinya dengan seekor domba. Dengan demikian tidak ada keraguan keimanan Nabi Ibrahim terhadap Allah subhanahu wata'ala.

الله أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لَااِلَهَ اِلَّا الله والله أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ

Hadirin jamaah shalat Idul Adha as'ada kumullâh,

Kedua, kepribadian mujahid (pejuang). Ibadah haji maupun kurban merupakan ibadah yang membutuhkan kesungguhan dalam menjalankannya. Keduanya diperlukan biaya yang tidak sedikit. Bukan hanya materi, ibadah haji dilaksanakan penuh perjuangan baik secara fisik maupun psikis: meninggalkan keluarga, tanah air, jabatan, status, mengekang hawa nafsu dan sebagainya (Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal. 297).

Begitupula ibadah kurban, binatang yang disembelih biasanya dipilihkan binatang terbaik. Setelah disembelih harus dikuliti, dibersihkan, dipotong-potong dan membagikannya kepada yang berhak. Hal ini tidak mungkin bisa terlaksana manakala tidak didasari tekat yang kuat dan penuh perjuangan.

Ketiga, kepribadian syakirin (orang-orang bersyukur). Islam tidak mengenal paksaan dalam beribadah. Sebagai contoh dalam ibadah shalat, jika tidak bisa berdiri maka diperbolehkan dengan cara duduk. Jika tidak bisa duduk maka diperbolehkan berbaring, dan seterusnya hingga shalat dengan isyarat. Sama halnya perintah ibadah haji, kewajiban menjalankannya adalah bagi orang Islam yang mampu.

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ (٩٧)

"....mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha-Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS Ali Imran[3]: 97).

Pada ayat tersebut terdapat kata اسْتَطَاعَ yang artinya "sanggup/mampu". Hal ini menunjukkan betapa beruntungnya orang-orang yang mendapat kesempatan berangkat haji ke Baitullah. Dia adalah satu di antara sekian juta orang yang bisa menjalankan ibadah haji. Oleh karenanya patut disyukuri atas nikmat yang telah Allah berikan kepadanya.

Ibadah kurban pun demikian adanya, untuk bisa mendapatkan binatang kurban membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Apalagi di zaman sekarang ini. Tidak ada alasan untuk tidak bersyukur, Allah telah menganugerahkan nikmatnya melimpah ruah, bahkan tidak akan mungkin dapat menghitungnya.

Keempat, kepribadian ijtima'i (sosial). Ibadah haji dilaksanakan bersama oleh seluruh umat islam dari berbagai penjuru dunia. Kehadiran mereka menjadikannya saling mengenal, mengasihi, dan menyayangi. Tidak ada lagi perbedaan, baik bangsa, etnis, ras, maupun bahasa, apalagi sosial dan ekonomi (Jamal El-Zaky, Mukjizat Kesehatan Ibadah, Jakarta: Zaman, hal. 406).

Selama melaksanakan ibadah haji mereka belajar arti pentingnya sahabat, dapat saling menolong, berbagi nasihat, saling mengisi dan sebagainya. Mereka melupakan perbedaan status di tanah air. Semuanya menjadi satu rasa, satu tujuan untuk memperoleh ridha Allah. Dengan demikian kepribadian sosial akan tertanam dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Demikian juga ibadah kurban, secara vertikal pelaksanaannya semata-mata dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Namun secara horizontal pembagian daging kepada sesama manusia menunjukkan adanya sikap kepedulian. Ibadah kurban juga mendidik arti pengorbanan. Sudah seharusnya hidup saling menolong, melindungi yang lemah, mengangkat segala bentuk keterbelakangan, bersatu padu dalam memperoleh kemenangan dunia dan akhirat.

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (١٠)

Artinya, "Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat" (Al-Hujarat [49]: 10).

....وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (٢)

".. Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya" (QS Al-Maidah[5]: 2).

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم بسم الله الرحمن الرحيم إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (١) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (٢) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأبْتَرُ (٣)

الله أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لَااِلَهَ اِلَّا الله والله أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ.

14. Kurban sebagai Perwujudan Takwa

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَ اِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ. لاَ اِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. لاَ اِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ

الْحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الْقَهَّارِ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى نِعَمٍ تَتَوَالَى كَالْأَمْطَارِ وَأَشْكُرُهُ عَلَى مُتَرَادِفِ فَضْلِهِ الْمِدْرَارِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةً تُنْجِيْ قَائِلَهَا مِنَ النَّارِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ النَّبِيُّ الْمُخْتَارُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ أَفْضَلَ مَنْ حَجَّ وَاعْتَمَرَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الأَبْرَارِ

أَمَّا بَعْدُ، فَأُوْصِيْكُمْ عِبَادَ اللهِ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Hadirin yang dimuliakan Allah,

Pada pagi yang cerah ini marilah kita panjatkan segala puji dan syukur ke hadirat Allah ﷻ yang telah memberikan kesehatan, kekuatan, dan kenikmatan sehingga kita dapat hadir di tempat ini untuk menunaikan salah satu ibadah yang diperintahkan kepada kita sambil mengumandangkan kalimat-kalimat yang agung, takbir, dan tahmid, yang semuanya kita tujukan kepada keagungan dan kebesaran Allah.

Shalawat dan salam atas junjungan kita Nabi Besar Muhammad ﷺ yang telah memberi petunjuk-petunjuk yang benar kepada kita, yang dapat dijadikan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

Hadirin kaum Muslimin yang dirahmati Allah, Setiap tahun, dalam suasana menyambut hari raya Idul Adha, 10 Dzulhijjah, kita mengumandang-kan kalimat-kalimat tauhid, takbir, tahmid, dan tahlil. Mengumandangkan kalimat tauhid menunjukkan suatu pengakuan yang kokoh bahwa Allah adalah Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Kalimat takbir memberi kesan yang kuat dalam diri kita bahwa Allah Mahabesar dan Mahaagung, tidak ada satu pun yang dapat menyamai kebesaran dan keagungan-Nya. Kalimat tahmid mengandung makna bahwa zat yang patut dipuji hanyalah Allah swt dan pujian seluruhnya hanya diperuntukkan bagi-Nya. Kalimat tahlil menegaskan kalimat tahmîd bahwa tidak ada tuhan yang patut disembah kecuali Allah.

Kalimat-kalimat agung itu pada saat kini tengah menggema di mana-mana, dikumandangkan oleh umat Islam di seluruh dunia, baik yang ada di belahan barat, di belahan timur, di belahan utara, dan belahan selatan. Pendek kata, kalimat-kalimat itu sedang dikumandangkan oleh umat Islam di seluruh pelosok dunia. Sementara di tempat nan jauh di sana, di tanah suci Makkah, tempat terpancarnya fajar Islam, umat Islam, tamu Allah, yang sedang menunaikan ibadah haji menyerukan pula kalimat talbiyah, yaitu:

لَبَّيْكَ اللّٰهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ

Artinya: “Kupenuhi panggilan-Mu ya Allah, kupenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagimu, sesungguhnya puja, limpahan karunia dan kekuasaan hanya pada-Mu semata, tiada sekutu bagi-Mu.”

Kalimat takbir, tahmid, dan talbiyah itu ditanamkan ke dalam hati, ditancapkan ke lubuk jiwa yang dalam, sehingga pengaruhnya terpancar dalam wujud nyata yang direalisasikan dalam bentuk perbuatan dan amal ibadah. Pengakuan kita terhadap kebesaran Allah, yang tiada sekutu bagi-Nya, pengakuan kita bahwa tidak ada yang patut dipuji melainkan Allah, kepatuhan kita untuk meninggalkan larangan-larangan dan melaksanakan perintah-perintah-Nya, dan pengakuan mereka dalam memenuhi panggilan-Nya untuk menunaikan ibadah haji itu, merupakan realisasi dari apa yang kita ucapkan dan yakini.

Hadirin jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah, Hari raya Idul Adha yang juga disebut hari raya Kurban mengingatkan kita kepada Nabiyullah Ibrahim as bersama putranya, Ismail. Ismail adalah putra tunggal Nabi Ibrahim yang telah bertahun-tahun dirindukan kehadirannya. Sebagai putra tunggal, Ismail sangat disayangi oleh kedua orang tuanya. Dalam suasana saling kasih sayang seperti itu, turunlah perintah dari Allah kepada sang ayah, yaitu Nabi Ibrahim, untuk melakukan kurban dengan menyembelih anak kandungnya sendiri, yaitu Ismail. Nabi Ibrahim as, dengan penuh ketaatan dan kepatuhan bersedia melaksanakan perintah itu, dan ketika diceritakan oleh Ibrahim kepada Ismail tentang adanya perintah dari Allah untuk menyembelihnya, Nabi Ismail tidak gentar sedikit pun juga. Ia rela menerima perintah itu dan meyakinkan ayahnya bahwa ia menerima perintah itu juga dengan penuh ketaatan dan kesabaran.

Keduanya dengan jelas telah sama-sama menunjukkan sikap ingin berkorban yang luar biasa besarnya. Kesediaan Nabi Ibrahim untuk melaksanakan perintah itu, dan kerelaan Ismail untuk menerima perintah itu, merupakan perwujudan dari kepatuhan mereka yang tiada taranya terhadap perintah Allah. Kita dapat membayangkan bagaimana kalau kita sendiri yang hanya mempunyai putra satu-satunya, dan anak satu-satunya, rela menyembelihnya demi untuk menjalankan perintah Allah Nabi Ibrahim dan putranya Ismail telah melaksanakan perintah itu dengan penuh ketaatan, penuh kerelaan, dan ketenangan serta penuh penyerahan diri.

Pengorbanan yang dilakukan oleh kedua hamba Allah terebut merupakan ujian dan pengorbanan yang amat besar, yang tiada bandingan dan taranya dalam sejarah umat manusia sampai hari ini. Pengorbanan dan ujian yang beliau berdua lakukan itu kini tercatat dalam sejarah sebagai peristiwa yang diabadikan sepanjang masa, yang kita namakan Idul Qurban. Pengorbanan dan ujian seperti itu kiranya dapat kita tanamkan dalam hati sebagai pelajaran yang berharga. Sebaliknya, alangkah kecilnya ujian dan pengorbanan kita yang hanya mengorbankan sebagian dari apa yang kita miliki demi memenuhi perintah Allah dalam hari raya Kurban ini.

Hadirin jamaah Idul Adha, Pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail patut kita teladani dan ikuti, dalam pengertian bahwa kita, dengan kemampuan yang ada, bersedia mematuhi dan menaati perintah Allah dengan mengorbankan sebagian dari harta yang kita miliki dan mengorbankan apa yang kita lakukan yang dipandang tidak sesuai dengan perintah dan tuntunan Allah. Pada hari raya Idul Adha diperintahkan kepada mereka yang mampu untuk menunjukkan kesediaan berkurban dengan penyembelihan seekor hewan ternak.

Penyembelihan terhadap hewan kurban itu mengalirkan darah dan menghasilkan daging yang akan dibagi-bagikan kepada yang berhak. Patut kiranya dicatat bahwa yang dinilai oleh Allah dalam penyembelihan itu bukan darah yang terpancar dan bukan pula daging yang bergelimpangan itu, melainkan kesucian jiwa dan keikhlasan hati serta kesediaan melakukan kurban. Hal ini dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur’an, Surat Al-Hajj (22) ayat 37:

لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْ

Artinya: “Tidak akan sampai kepada Allah daging dan darah kurban itu, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah takwamu.”

Kesucian jiwa dan keikhlasan hati dalam melaksanakan kurban merupakan satu unsur yang sangat urgen yang harus mendapat perhatian kita. Hal ini merupakan landasan yang menjadi dasar dalam melaksanakan segala perbuatan dan ibadah kita. Pernyataan Allah dalam ayat di atas menunjukkan bahwa pengorbanan yang ditampilkan tidak dilihat dari segi materi, kuantitas, dan bentuk lahiriahnya, tetapi yang dilihat adalah keikhlasan dan niat yang memberi kurban.

Perintah berkurban yang ditujukan kepada Nabi Ibrahim dengan menyembelih putranya, Ismail, pada hakikatnya adalah ujian bagi kekuatan iman dan takwa Nabi Ibrahim dan Ismail. Allah ingin melihat sejauh mana kerelaan dan kesediaan keduanya di dalam melaksanakan perintah itu. Akhirnya, keduanya telah lulus dari ujian Allah dan telah sanggup menunjukkan kualitas iman dan takwa mereka, dan dengan kekuasaan Allah Nabi Ismail yang ketika itu hendak disembelih digantikan dengan seekor kibas oleh Allah.

Allahu akbar 3X Hadirin yang berbahagia, Agama kita menetapkan untuk menyembelih kurban binatang, berupa hewan ternak: domba, kambing, kerbau, sapi atau unta. Yang dikurbankan adalah binatang. Ini mengandung setidaknya dua makna, yaitu (1) sifat-sifat kebinatangan yang terdapat dalam jiwa seseorang harus dikurbankan dan disembelih, dan (2) jiwa dan perbuatan seseorang harus dilandasi dengan tauhid, iman, dan takwa.

Sangat banyak sifat kebinatangan yang terdapat dalam diri manusia, seperti sifat mementingkan diri sendiri, sifat sombong, sifat yang menganggap bahwa hanya golongannyalah yang selalu benar, serta sifat yang memperlakukan sesamanya atau selain golongannya sebagai mangsa, atau musuh. Sifat kebinatangan yang selalu curiga, menyebarkan isu yang tidak benar, fitnah, rakus, tamak, dan ambisi yang tidak terkendalikan, tidak mau melihat kenyataan hidup, tidak mempan diberi nasihat, tidak mampu mendengar teguran, dll merupakan sifat-sifat yang tercela dalam pandangan Islam. Sifat-sifat yang demikian, jika tetap dipelihara dan bercokol di dalam diri seseorang, akan membawa kepada ketidakstabilan dalam hidupnya, ketidak-harmonisannya dengan lingkungannya, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Sifat-sifat yang demikian ini akan memudahkan jalan bagi terciptanya perpecahan dan ketidaktenteraman dalam kehidupan. Ajaran Islam dengan ajaran kurbannya menghendaki agar seorang Muslim mau mengorbankan sifat-sifat seperti itu dengan tujuan agar kestabilan dan ketenteraman hidup dalam masyarakat dapat diwujudkan dan kedamaian antara sesama manusia dapat direalisir.

Ajaran Islam menghendaki agar kurban yang disampaikan harus binatang yang sempurna sifat-sifatnya, jantan, tidak buta, tidak lumpuh, tidak kurus, dan tidak cacat. Ini mengandung makna bahwa di dalam melakukan kurban, beramal, dan berkarya setiap Muslim dituntut untuk berusaha dalam batas-batas kemampuan maksimal, dengan mengerahkan tenaga secara optimal, tidak bermalas-malasan, tidak melakukan sesuatu dengan sembrono. Allah menyatakan dalam Al-Qur'an Surat At-Taubah (9): 105:

وَقُلِ اعْمَلُوْا فَسَيَرَى اللهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهُ وَالْمُؤْمِنُوْنَ

Katakanlah: Berusaha dan bekerjalah karena Allah dan Rasul-Nya serta orang beriman akan melihat menilai amal kalian itu.

Sejalan dengan ayat itu, Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah (2): 148 yang berbunyi:

فَاسْتَبِقُوْا الْخَيْرَاتِ

“Berlomba-lombalah untuk melakukan kebajikan.”

Agama Islam memerintahkan untuk berkurban dan beramal semaksimal kemampuan, karena agama Islam sendiri adalah dinul-udhiyah (agama pengorbanan) dan dinul-‘amal (agama yang mengutamakan karya nyata dan usaha). Iman kepada Allah yang kita yakini harus disertai dengan amal perbuatan nyata dalam kehidupan kita. Dalam pandangan agama, iman saja, tanpa amal, tidaklah cukup dan beramal tanpa dilandasi dengan iman tidaklah bernilai. Itulah sebabnya, maka dalam Islam, iman dan amal merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Tidakkah kita perhatikan banyak ayat dalam Al-Qur'an yang menyatakan secara tegas bahwa kata iman yang diungkapkan dalam bentuk آمَنُوْا (orang-orang yang beriman) selalu dirangkaikan dan diikuti oleh kata وَعملوا الصالحات (dan beramal saleh). Salah satu di antaranya adalah ayat-ayat yang terdapat Surat Al-‘Ashr (103) yang menggambarkan bahwa orang-orang yang tidak mengalami kerugian adalah mereka yang beriman dan melakukan amal saleh. Allah menyatakan:

وَالْعَصْرِ. إِنَّ الإِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ. إِلاَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَعَمِلُوْا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ.

Demi waktu. Sesungguhnya manusia dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh dan saling menasihati dan menganjurkan kepada kebenaran dan kesabaran.

Allahu Akbar 3X Hadirin yang berbahagia, Pengorbanan sebagai perlambang bahwa jiwa dan perbuatan seseorang harus dilandasi dengan tauhid, iman, dan takwa, dapat memberikan arti bahwa kita dituntut untuk meyakini keesaan Allah, dan apa yang dilakukan itu semata-mata hanya untuk Allah. Ajaran kurban ini juga mengisyaratkan makna yang mendalam agar kita dapat mengorbankan segala sikap dan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan dan ajaran Allah. Kita dituntut untuk mengorbankan, menyembelih, mengikis habis kebiasaan-kebiasaan yang dipandang merusak akidah itu, kemudian kita gantikan dengan sikap-sikap dan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan akidah Islam dan ketauhidan yang diajarkannya.

Kalau Nabi Ibrahim as diperintahkan untuk mengorbankan putra tunggalnya, Ismail dan orang-orang yang berkemampuan dan berkecukupan diperintahkan untuk mengorbankan hewan, maka kita pun sebagai orang yang tidak berkecukupan, tetapi memiliki sifat, sikap, dan perbuatan yang mengarah kepada pelanggaran terhadap perintah-perintah Allah, dituntut untuk mengorbankan sifat-sifat itu dan menjauhinya, dan dituntut untuk kembali kepada akidah Islam dan sikap-sikap yang mengarah kepada ketaatan kepada perintah-perintah Allah. Kalau kita tidak mampu berkurban dengan hewan, kita mampu berkorban dengan meninggalkan hal-hal yang dilarang agama.

Hadirin yang dirahmati Allah, Kita sebagai abdi bangsa, selayaknya memahami dan menghayati semangat kurban itu. Amanat dan tugas kita masing-masing harus dilakukan dengan penuh pengabdian dan tanggung jawab yang tulus dengan mengorbankan sebagian dari waktu dan tenaga kita untuk bekerja dan menekuni pekerjaan dan tugas kita masing-masing semaksimal dan sesempurna mungkin, seperti semangat kesempurnaan yang dituntut bagi hewan kurban itu. Kita harus menanamkan dalam diri kita tekad untuk melakukan semua pekerjaan yang diembankan kepada kita dengan ketulusan dan keikhlasan beramal, agar semua itu mendapat nilai pahala di sisi Allah yang akan dinikmati di hari akhir nanti.

Pada masa yang kita alami sekarang ini, pada saat-saat bangsa dan negara kita masih berada dalam suasana krisis, suasana bangsa yang menuntut konsep pemikiran yang tepat dan etos kerja yang lebih tinggi, kita harus rela berkurban, materiil, tenaga, maupun jiwa untuk segera mengembalikan suasana ini kepada suasana yang lebih kondusif, dari suasana keterpurukan ekonomi kepada suasana kestabilan dan ketenteraman. Hal ini semua sudah tentu harus dilakukan secara sungguh-sungguh sesuai tugas dan kewenangan masing-masing.

Kita yang berkecimpung dalam bidang pendidikan dan pengajaran sudah barang tentu dituntut pengorbanan untuk meningkatkan pendidikan dan pengajaran bagi generasi bangsa dan menciptakan konsep-konsep pendidikan yang tepat untuk mencapai hasil pendidikan yang lebih optimal dan siap pakai di masa mendatang.

Kita tahu bahwa setiap zaman mempunyai karakteristik yang berbeda; zaman yang lalu berbeda dengan zaman sekarang, zaman sekarang berbeda dengan zaman yang akan datang, dan zaman kita sekarang akan berbeda dengan zaman generasi kita berikutnya. Tidakkah kita merenungkan, bahwa suasana zaman ketika kita masih kanak-kanak sangat berbeda keadaannya dengan zaman ketika kita telah dewasa sekarang ini. Keadaan seperti itu sudah cukup menjadi dasar untuk memberikan modal yang terbaik buat generasi dan anak-anak kita. Modal yang paling utama yang harus diberikan kepada mereka, menurut Rasulullah, adalah pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang memadai bagi generasi itu untuk menghadapi kehidupan mereka di masa datang. Suasana kehidupan dunia di masa-masa sesudah kita ini, tantangannya jauh lebih berat dan lebih kompleks. Untuk itu semua, kita sekarang, pada masa kita ini, dituntut untuk mengorbankan segala yang kita miliki untuk menyerahkan yang terbaik dan berharga bagi kemajuan generasi, bangsa, dan negara di masa datang sesuai dengan bidang tugas kita masing-masing. Dengan begitu, kita berharap generasi bangsa kita di masa yang akan datang akan dapat berintegrasi dan beradaptasi dengan lingkungan serta dapat menghadapi tantangan-tantangan hidup dengan bekal pengetahuan yang cukup dan keterampilan yang memadai. Insya Allah.

Allahu Akbar 3X Hadirin yang jamaah shalat Idul Adha, Marilah pada hari raya Idul Adha ini kita melihat kembali pandangan kita tentang Islam, memperbaharui pandangan kita, dan memperbaiki sikap kita yang selama ini dipandang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Islam yang sebenarnya adalah Islam yang tidak hanya menuntut kita mengucapkan syahadat, mengaku beriman dan bertakwa, tetapi juga lebih dari itu harus berusaha dan beramal, bahkan semaksimal yang dapat dilakukan. Islam tidak hanya menuntut untuk beribadah semata, tidak hanya salat semata, tidak hanya puasa saja, tidak hanya menunaikan zakat saja, dan lain-lainnya, tetapi juga menuntut untuk melakukan berbagai hal yang berkaitan dengan kemaslahatan dan kebahagiaan hidup di dunia. Islam tidak hanya menekankan urusan dunia, atau sebaliknya, tetapi menekankan adanya keseimbangan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Tidakkah kita perhatikan doa pendek yang amat populer yang kita baca:

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّيْنَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat dan selamatkanlah kami dari siksaan api neraka.

Marilah kita dengan idul adha ini kita pupuk dan tingkatkan persatuan dan kesatuan, rapatkan barisan, tingkatkan kedisiplinan dan semangat kerja, kobarkan semangat berkurban, karena dengan itu semua pembangunan yang kita canangkan untuk mewujudkan kemaslahatan hidup kita sebagai bangsa dapat kita capai, dengan dilandasi tauhid, iman, dan takwa kepada Allah dan sesuai dengan tuntunan ajaran agama kita.

Allahu Akbar 3X wa lillahi al-hamd. Hadirin yang semoga dirahmati Allah, Untuk sempurnanya rangkaian ibadah Idul Adha kita pada pagi hari ini marilah kita bersama-sama menengadahkan tangan untuk memohon doa kepada Allah.

Ya Allah, pada hari ini kami baru saja menunaikan salah satu perintah-Mu, menunaikan salat Idul Adha sambil memuji kebesaran-Mu dan mensyukuri nikmat-Mu.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa kami mempunyai kekurangan, kekhilafan, dan dosa terhadap-Mu. Karena itu, ya Allah Yang Maha Pengampun, ampunilah segala dosa kami, yang besar maupun yang kecil, yang disengaja maupun tidak, yang tampak maupun yang tersembunyi, yang baru maupun yang lama, sehingga kami menjadi orang yang bersih, tanpa dosa, karena Engkaulah Yang Maha Mengetahui apa yang kami lakukan.

Ya Allah Yang Mahaperkasa, berilah kami umur panjang dan kekuatan lahir dan batin untuk melaksanakan perintah-Mu dan melaksanakan pembangunan masyarakat dan bangsa kami. Berilah petunjuk kepada pemimpin-pemimpin kami sebagaimana Engkau memberi petunjuk kepada para Nabi-Mu, Rasul-Mu, dan orang-orang saleh sebelum kami agar kami semua dapat hidup sesuai dengan tuntunan-Mu. Jauhkanlah bangsa dan negara kami dari segala ujian dan cobaan yang tidak sanggup kami pikul, dan tunjukkanlah kami dan pemimpin-pemimpin kami jalan terbaik untuk memecahkan berbagai persoalan dan krisis yang dialami oleh bangsa dan negara kami. sehingga kami dapat segera terlepas dari krisis yang memperpuruk ekonomi kami. Karena kami yakin, Engkau, ya Allah, adalah penuntut ke jalan yang benar.

Ya Allah yang Maha pengasih, pada saat ini kami sedang ditimpa pandemi Covid 19, yang sudah mewabah di seluruh tanah air kami dan bahkan seluruh dunia. Jika pandemi ini menjadi ujian bagi kami karena dosa dan kesalahan kami, kami memohon kepada-Mu atas semua dosa kami, dan memohon agar Engkau menjauhkan pandemi ini dari kami. Jika pandemi ini menjadi bala’ bagi kami, berilah kekuatan kepada kami untuk menghadapi ini dengan penuh sabar, syukur, dan tawakal kepada-Mu, dan memohon kepada-Mu agar Engkau menolak bala’ ini dari kami semua.

Ya Allah tunjukkanlah rahmat-Mu kepada para generasi muda bangsa kami, generasi penerus perjuangan pemimpin kami, untuk tetap mematuhi perintah-Mu dan meninggalkan segala larangan-Mu. Tunjukkanlah jalan kepada mereka yang telah bergelimang dengan narkoba dan segala perbuatan yang tidak sesuai dengan tuntunan-Mu, untuk kembali kepada jalan-Mu, jalan yang Engkau ridai, dan amankanlah serta jauhkanlah mereka yang belum mengalami hal demikian dari segala yang membahayakan, karena merekalah generasi penerus yang diharapkan dapat meneruskan perjuangan bangsa kami di masa mendatang.

Ya Allah, perkuatlah iman dan takwa kami, karena kami yakin, tidak ada yang dapat memberi kekuatan kepada kami selain Engkau. Perkenankanlah segala permohonan kami, Ya mujib al-sa'ilin.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الأَبْرَارِ يَا عَزِيْزُ بَا غَفَّارُ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ. وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

Baca halaman selengkapnya.

15. Tiga Kesabaran Nabi Ibrahim

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لآ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرْ، اَللهُ أَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ

اَلْحَمْدُ لِلهِ، اَلْحَمْدُ لِلهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اَللهم صَلِّ وسَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسَانٍ إلَى يَوْمِ الدِّين

أَمَّا بَعْدُ: فَيآ أَيُّهَا الْإِخْوَان، أُوصِيكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ: أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ، وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا. وَقَالَ تَعَالَ: يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. صَدَقَ اللهُ الْعَظِيمُ

Keluargaku yang dirahmati Allah
Pada hari ini kaum Muslimin di seluruh dunia merayakan Hari Idul Adha karena telah sampai pada hari ke-10 bulan Dzulhijah. Idul Adha adalah peristiwa besar yang setiap tahun umat Islam sedunia merayakannya dengan melaksanakan shalat Id dan setelah itu menyembelih hewan-hewan kurban sebagai sunnah muakkadah. Setiap kali merayakan Idul Adha, kita tidak bisa lepas dari membicarakan Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as. Bapak-anak ini menjadi suri tauladan bagi kita semua dalam banyak hal, seperti dalam ketaatan kepada Allah swt dan dalam menjalani hidup dan kehidupan ini dengan sabar.

Nabi Ibrahim as adalah seorang hamba Allah yang taat kepada-Nya. Beliau orang sabar sekaligus lurus, berhati lembut dan penyantun. Beliau seorang ayah dengan teladan kepemimpinan yang mencerahkan. Sedangkan sang anak, Nabi Ismail as, adalah seorang hamba yang juga taat kepada Allah. Beliau termasuk orang sabar dan berbakti kepada kedua orang tua.

Keluargaku yang dirahmati Allah
Nabi Ibrahim as mendapatkan anak pertama yang kemudian diberinya nama Ismail setelah menikah dengan Siti Sarah cukup lama, yakni puluhan tahun. Nabi Ismail as lahir dari istri kedua Nabi Ibrahim as bernama Siti Hajar. Saat itu Nabi Ibrahim as telah berusia kira-kira 100 tahun. Namun kemudian, Nabi Ibrahim as bermimpi dalam tidurnya menyembelih anak satu-satunya yang ketika itu sudah menginjak remaja.

Nabi Ibrahim menyadari bahwa mimpi itu adalah perintah dari Allah swt sehingga tidak ada pilihan lain kecuali melaksanakannya. Al-Quran merekam mimpi itu dalam surat Ash-Shaffat ayat 102, sebagai berikut:

يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ

Artinya: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.”

Kita bisa bayangkan, betapa Nabi Ibrahim as tengah diuji Allah swt. Anak satu-satunya yang telah lama beliau nantikan kehadirannya hingga di usia tua, pada akhirnya harus dikurbankan atas perintah Allah dengan cara disembelihnya sendiri.

Bagaimanakah sikap Nabi Ibrahim menghadapi perintah tersebut? Beliau mentaati perintah itu dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.

Keluargaku yang dirahmati Allah
Berkaitan dengan kesabaran Imam al-Ghazali menyebutkan beberapa macamnya sebagai berikut:

وَالصَّبْرُ عَلَى أَوْجُهٍ: صَبْرٌ عَلَى طَاعَةِ اللهِ، وَصَبْرٌ عَلَى مَحَارِمِهِ، وَصَبْرٌ عَلَى اْلمُصِيْبَةِ

Artinya: “Sabar itu terdiri dari beberapa bagian, yaitu (1) sabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah, (2) sabar dalam menjahui larangan-larangan Allah, (3) sabar dalam menerima musibah.” (Al-Ghazali, Mukâsyafatul Qulûb, [Beirut, Dâr al-Qalam], halaman 16).

Dari kutipan di atas kita tahu bahwa apa yang dilakukan Nabi Ibrahim as yakni melaksanakan penyembelihan terhadap putranya sendiri merupakan contoh nyata bentuk kesabaran dalam menaati perintah Allah swt; dan jika kita renungkan lebih dalam, Nabi Ibrahim as telah melaksanakan ketiga macam kesabaran itu sekaligus sebagaimana teori Imam al-Ghazali di atas, yakni sabar dalam menjalankan perintah Allah swt, sabar dalam meninggalkan larangan-Nya, dan sabar dalam menerima musibah berupa ujian berat dari-Nya.

Kesabaran Nabi Ibrahim as dalam menjalankan perintah Allah swt bisa kita lihat dari sikapnya yang segera melaksanakan perintah itu walau sebenarnya ada perasaan sedih di hatinya, karena beliau tetaplah manusia sebagaimana umumnya yang memiliki perasaan. Namun perasaan sedih itu berkembang menjadi keikhlasan di dalam hati setelah jawaban langsung dari Nabi Ismail as sebagai berikut:

يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Artinya: "Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (QS Ash-Shaffât:102).

Pengakuan Nabi Ismail as bahwa ia sabar menerima apa yang akan dilakukan ayahnya terhadap dirinya semakin meneguhkan Nabi Ibrahim as untuk melaksanakan perintah Allah, yakni menyembelih putra satu-satunya itu.

Keluargaku yang dirahmati Allah
Keteguhan Nabi Ibrahim as melaksanakan perintah tersebut merupakan kesabaran dalam mentaati Allah swt. Beliau tidak ragu sedikitpun untuk melaksanakan perkara haq sehingga tidak ada sedikitpun keinginan untuk bermaksiat dengan melawan perintah Allah. Misalnya dengan melakukan protes atau bahkan menentangnya. Bermaksiat kepada Allah adalah larangan keras apalagi bagi seorang nabi. Nabi Ibrahim as dengan keteguhan hatinya meninggalkan larangan itu sebagai bentuk kesabaran.

Selain itu, perintah Allah agar Nabi Ibrahim as menyembelih putranya merupakan musibah, dalam arti, perintah itu tidak bisa ditolak sehingga menjadi ujian berat bagi Nabi Ibrahim as. Apakah beliau lebih memilih dan mencintai Allah ataukah lebih mencintai putranya. Terbukti Nabi Ibrahim as lebih memilih dan mencintai Allah dengan seluruh kepasrahan jiwa kepada-Nya. Nabi Ibrahim lulus menghadapi musibah yang mengujinya. Lalu Allah mengutus Malaikat Jibril untuk menebus Nabi Ismail as dengan seekor domba besar untuk disembelih.

Keluargaku yang dirahmati Allah
Kisah kesabaran Nabi Ibrahim di atas patut kita teladani dalam menghadapi situasi saat ini, khususnya pada masa PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Darurat yang membatasi kegiatan kita sehari-hari. Kebijakan pemerintah tersebut, yang antara lain merlarang shalat Idul Adha di masjid atau di tempat-tempat umum lainnya di daerah-daerah tertentu yang telah ditetapkannya, adalah demi keselamatan dan maslahatan kita bersama.

Larangan adalah perintah untuk berbuat sebaliknya. Karena itu, kita melaksanakan perintah tersebut dengan menunaikan shalat Idul Adha di rumah seperti saat ini dengan sabar meneladani Nabi Ibrahim as menghadapi perintah dari Allah swt sebagaimana kisah tadi. Perintah ini tidak boleh kita tentang karena ada kewajiban untuk mematuhi pemerintah atau ulil umri sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an surat Ani-Nisa’ ayat 59:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّـهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ

Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan para pemimpin di antara kamu.”

Keluargaku yang dirahmati Allah
Kita berharap dengan melaksanakan shalat Idul Adha di rumah ini kita akan dicatat sebagai hamba-hamba Allah yang sabar. Secara jujur kita mengakui perintah ini berat bagi kita semua karena membatasi ruang gerak kita sehingga tidak bisa melaksanakan shalat Id di tempat ibadah paling mulia di dunia, yakni masjid. Tetapi kita harus ikhlas menerimanya sebagai ketaatan kepada pemerintah, sebagai bagian dari ketaatan agama, sebagaimana kita harus taat kepada Rasulullah saw dan Allah swt.

Semoga dengan kesabaran kita ini, Allah swt akan segera melenyapkan Covid-19 dari muka bumi, khususnya dari bumi Indonesia. Amin yâ rabbal ‘âlamîn.

أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأَبْتَرُ . بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

16. Teladan Ikhtiar dan Tawakal Nabi Ibrahim bagi Keluarga

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

الحَمْدُ للهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ، أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمْ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ. صَدَقَ اللهُ العَظِيمْ

Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah,

Dalam suasana Hari Raya Idul Adha 1442 H yang diwarnai dengan keterbatasan dan keprihatinan ini, marilah kita tetap menanamkan dalam diri kita, keimanan dan ketakwaan pada Allah swt. Di antara wujudnya adalah dengan senantiasa melakukan ikhtiar dan tawakkal pada Allah swt dalam menjalani kehidupan ini sesuai dengan petunjuk-Nya. Kita harus banyak belajar dan meneladani perjuangan keluarga Nabi Ibrahim as yang teguh dalam berusaha dan menyerahkan semua hasilnya pada sang penentu yakni Allah swt. Allah berfirman dalam Al Qur’an surat Ali Imran 159:

فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

Artinya: “Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal (berserah diri)”.

Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah,

Contoh keteladanan berikhtiar dan tawakkal dari keluarga Nabi Ibrahim adalah seperti saat ia menginginkan agar dikaruniai anak yang shaleh. Di umurnya yang semakin menua, Nabi Ibrahim terus berusaha dan memanjatkan doa yang tertulis dalam Al-Qur’an surat Ash-Shaffat ayat 100:

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

Artinya: “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang shaleh.”

Berkat ketundukan total yang diikuti dengan ikhtiar dan tawakkal yang gigih, akhirnya Allah swt pun mengabulkan harapan Nabi Ibrahim dengan menganugerahkan seorang anak shaleh yakni Nabi Ismail as.

Namun, saudara-saudaraku yang diberkahi Allah,

Ketundukan Ibrahim kepada Allah pun terus diuji. Anak semata wayang yang sudah dinanti-nantikannya sejak lama dan menjadi belahan hatinya diperintahkan oleh Allah untuk dikurbankan. Setelah berdiskusi dengan Ismail as, akhirnya mereka pun tak ragu untuk melakukannya karena keluarga ini memiliki kepatuhan yang tinggi atas perintah Allah swt. Kepasrahan keluarga Ibrahim pada Allah ini patut kita contoh dan kita wujudkan dalam keluarga kita.

Keluarga Ibrahim menyadari bahwa kepemilikan materi dunia ini hanyalah titipan saja. Dunia menjadi ladang untuk menanam dan akan dipanen saat kita sudah berada di akhirat kelak.

الدُّنْيَا مَزْرَعَةُ الآخِرَةِ

Artinya: “Dunia adalah ladang akhirat”

Kita juga perlu sadari bahwa:

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

Artinya: “Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah bermain-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS Al-An'am: 32)

Saudara-saudaraku yang diberkahi Allah,

Selain kepasrahan diri pada Allah melalui ikhtiar yang patut kita contoh dari keluarga Nabi Ibrahim, kita juga bisa meneladani semangat pengorbanan untuk mendekatkan diri pada Allah swt. Apalagi di masa pandemi seperti saat ini di mana tetangga kita banyak yang terdampak ekonominya akibat pandemi, sudah saatnya kita harus berkorban membantu mereka. Kita berharap nikmat rezeki yang kita terima dari Allah, dan dibagikan melalui hewan kurban, akan dapat membantu mereka.

Kita perlu camkan dalam diri kita firman Allah Surat Al-Kautsar ayat 1-2:

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ . فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.”

Saudara-saudaraku yang diberkahi Allah,

Semoga kita bisa meneladani semangat ikhtiar, tawakkal, sekaligus pengorbanan keluarga Nabi Ibrahim as kemudian kita wujudkan dalam keluarga kita. Amin

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

17. Dua Teladan Kurban Nabi Ibrahim

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ

للهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، وللهِ الحمدُ

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَتَمَّ لَنَا شَهْرَ الصِّيَامِ، وَأَعَانَنَا فِيْهِ عَلَى الْقِيَامِ، وَخَتَمَهُ لَنَا بِيَوْمٍ هُوَ مِنْ أَجَلِّ الْأَيَّامِ، وَنَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، الواحِدُ الأَحَدُ، أَهْلُ الْفَضْلِ وَالْإِنْعَامِ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ إلَى جَمِيْعِ الْأَنَامِ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ التَّوْقِيْرِ وَالْاِحْتِرَامِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ، وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ، وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وللهِ الحمدُ

Ma'asyiral muslimin rahimakullah
Hari ini, tanggal 10 Dzhulhijjah adalah hari yang istimewa untuk umat Islam seluruh dunia. Seluruh umat Islam merayakannya dengan penuh khidmat dan suka gembira. Saudara-saudara kita yang memenuhi panggilan Allah sedang menjalani rangkaian puncak ibadah haji di Makkah, Arafah, Muzdalifah dan Mina. Sedangkan yang tidak melaksanakan haji, disibukkan dengan ritual Idul Adha. Shalat Idul Adha, dilanjutkan ibadah kurban sampai berakhirnya hari Tasyrik.

Untuk saudara-saudara kita yang sedang sedang menjadi tamu Allah, kita doakan mudah-mudah mereka diberikan kesehatan dan kemudahan dalam melaksanakan ibadah haji dengan penuh kekhidmatan dan kesempurnaan. Semoga menjadi haji yang mabrur yang tidak hanya mengantarkan mereka menjadi pribadi yang shaleh tetapi juga muslih. Baik secara individu sekaligus dapat menebarkan kebaikan kepada masyarakatnya.

Untuk kita di sini, semoga momentum Idul Adha menjadi sarana perbaikan ketakwaan kita kepada Allah Ta'ala. Menjadi sarana bagi seorang muslim untuk semakin meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah individual atau sosial, karena inilah tujuan dari Idul Adha yang kita jalani setiap tahun.

Ma'asyiral muslimin rahimakullah
Syekh Ali Ahmad Al-Jurjawi dalam kitabnya Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuh menjelaskan, kurban pertama kali dilaksanakan pada masa Nabi Adam 'alaihissalam, oleh putra-putranya yaitu Qabil dan Habil. Kekayaan yang dimiliki Qabil mewakili kelompok petani, sedangkan Habil mewakili kelompok peternak. Dikisahkan Al-Quran:

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

Artinya, "Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Qabil dan Habil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang mereka berdua (Habil) dan tidak diterima yang lain (Qabil)." (Al-Maidah: 27).

Para ahli tafsir menyatakan, peristiwa kurban yang dilakukan dua bersaudara dari putra Adam 'alaihissalam merupakan solusi dari polemik 'perang dingin', yang terjadi antara keduanya dalam mempersunting wanita cantik rupawan bernama Iklimah sebagai pasangan hidup.

Kisah kurban berikutnya adalah dilakukan oleh Nabi Ibrahim 'alaihissalam ketika diperintahkan Allah Ta'ala untuk menyembelih Nabi Ismail 'alaihissalam, putra tercinta yang telah lama diimpikan kelahirannya. Perintah ini hanya merupakan ujian dari Allah kepada Nabi Ibrahim 'alaihissalam atas keimanannya. Karena pada akhirnya yang yang disembelih adalah kambing. Peristiwa spektakuler itu dinyatakan dalam Al-Qur’an:

قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Artinya, "Ibrahim berkata: 'Hai anakkku sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu, maka fikirkanlah apa pendapatmu?' Ismail menjawab: 'Wahai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insyaallah Engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar'.” (QS As-Shaffat: 102)

Selain dua peristiwa ini, ritual kurban terus berlanjut di setiap budaya dan peradaban. Terus berlangsung dilakukan oleh umat manusia walaupun dalam bentuk dan praktik yang berberda-beda. Puncaknya adalah mengorbankan jiwa manusia sebagai persembahan kepada yang dianggap Tuhan yang memiliki kekuatan.

Dahulu masa pra Islam, di Mesir jika air sungai Nil surut, maka penduduk Mesir menggelar upacara mengambil anak gadis untuk dijadikan tumbal agar airnya melimpah. Tradisi seperti ini juga dikenal oleh masyarakat nusantara seperti kita dengar dalam cerita-cerita rakyat nusantara.

Ketika Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam diutus, ada penegasan ajaran kurban yang dilegalkan adalah seperti yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim 'alaihissalam. Yakni dengan menyembelih kambing, sapi, atau onta. Sebagaimana firman Allah:

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ (3)

Artinya, "(1) Sungguh Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. (2) Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri pada Allah). (3) Sungguh orang-orang yang membencimu, dialah yang terputus (dari rahmat Allah)." (Al-Kautsar: 1-3)

Ma'asyiral muslimin rahimakullah
Kenapa peristiwa Nabi Ibrahim 'alaihissalam yang dijadikan model kurban dalam ajaran Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam? Tentu karena di dalamnya ada hikmah keteladanan yang sangat agung. Kepada Nabi Ibrahim 'alaihissalam umat Islam dapat belajar bagaimana melakukan ibadah kurban yang baik dan benar. Pelajaran tersebut dapat kita perolah dalam beberapa hal berikut:

Pelajaran pertama, dalam beragama ada suatu keadaan di mana kita harus meninggalkan akal fikiran kita. Mengesampingkan rasionalitas, kemudian beralih pada ketundukan serta kepasrahan total kepada Ilahi Rabbi. Dalam kajian hukum Islam dikenal hukum yang bersifat ta'aqquli dan ta'abbudi. Ta'aqquli artinya masuk akal. Yakni ketika suatu syariat dibebankan dan manusia bisa menalar karena sesuai dengan kemampuan berfikir manusia. Allah memerintahkan sedekah, zakat, menolong sesama, berbakti kepada orang tua. Allah melarang mencuri, korupsi, konsumsi narkoba, membunuh, pergaulan bebas dan semacamnya. Semua ini adalah sesuai dengan naluri dan akal sehat manusia.

Di sisi lain, ta'abbudi adalah hukum yang dogmatis. Tidak bisa dinalar, di luar kemampuan akal manusia. Aturan tentang shalat, puasa, dan haji adalah bagian dari urusan yang bersifat ta'abbudi. Kita tidak bisa mempertanyakan apalagi menggugat kenapa shalat Dhuhur, Ashar dan Isya’ empat rakaat, sedangkan Magrib tiga rakaat dan Subuh dua rakaat. Rasionalitas dikesampingkan karena yang ada hanyalah kepasrahan dan kepatuhan total sebagai seorang hamba yang rindu untuk mendapat cinta dan sayang dari Tuhannya.

Ketika menerima perintah Allah untuk menyembelih putranya, Nabi Ibrahim 'alaihissalam meyakini bahwa perintah itu adalah dogma yang harus harus dilaksanakan secara paripurna. Maka atas dasar keimanannya, tanpa pikir panjang Nabi Ibrahim 'alaihissalam siap melaksanakan perintah tersebut. Rasionalitas dimatikan, yang ada hanyalah ketundukan akan perintah Allah. Ini menunjukkan tingginya kualitas keimanan dan ketaqwaan Nabi Ibrahim 'alaihissalam, sehingga sangat pantas beliau mendapat gelar Khalilullah (kekasih Allah).

Belajar dari Nabi Ibrahim 'alaihissalam, maka sudah sepantasnya setiap orang yang berkurban melaksanakannya seperti Nabi Ibrahim 'alaihissalam ketika berkurban. Segera berkurban ketika mampu melaksanakannya. Berkurban atas dasar tunduk dan patuh menjalankan perintah Allah, seraya berharap mendapatkan cinta, kasih dan ridha Allah. Bukan ingin pujian, karena gengsi, atau untuk meningkatkan status sosial.

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah
Pelajaran kedua, dari Nabi Ibrahim 'alaihissalam bisa kita dapatkan dari pengalihan kurban manusia menjadi kambing. Perintah Allah kepada Nabi Ibrahim 'alaihissalam untuk menyembelih putranya hanya sekedar ujian keimanan, bukan perintah sesungguhnya. Hal ini sekaligus menjadi kritik sosial dari tradisi tumbal di berbagai budaya dan perabadan. Sejarah kurban Nabi Ibrahim 'alaihissalam mengajarkan kepada kita bahwa kurban dalam Islam adalah ajaran humanis. Untuk menyembah Allah tidak boleh membahayakan diri sendiri, apalagi orang lain. Dalam hadit riwayat Ibn Abbas radhiyallahu 'anhu, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

Artinya: "Tidak boleh membahayakan (mengorbankan) orang untuk kepentingan pribadi, dan tidak boleh mencegah orang lain mendapat kebaikan."

Dalam Islam setiap bahaya harus dihilangkan. Bahkan untuk mendatangkan suatu kebaikan atau menghilangkan suatu bahaya, tidak boleh dengan menimbulkan bahaya lain. Ini adalah salah satu prinsip utama dalam ajaran. Kaidah fiqih menyebutkan:

اَلضَّرَرُ يُزَالُ

Artinya, "Setiap mudarat harus dihilangkan."

اَلضَّرَرُ لاَ يُزَالُ بِالضَّرَرِ

Artinya, "Suatu mudarat tidak bisa dihilangkan dengan mudarat yang lain."

Dari sini maka seharusnya ajaran qurban menginspirasi setiap muslim untuk tidak hanya shaleh secara ritual, tetapi juga shaleh secara sosial. Menjaga keseimbangan hubungan kepada Allah dan kepada manusia, bahkan pada alam sekitar. Jargon Islam agama ramah bukan marah, bisa terimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun dalam qurban ada darah hewan yang dialirkan, namun bukan tujuan atau penilaian utama, karena yang dinilai Allah adalah ketakwaan dari orang-orang yang melaksanakannya.

لَنْ يَنَالَ اللهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ (الحج، 37)

Artinya, "Daging-daging onta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kalian supaya kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik." (Al-Hajj: 37)

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah
Inilah dua pelajaran yang dapat kita petik dari kurban yang dilakukan Nabi Ibrahim 'alaihissalam. Semoga menjadi media yang dapat meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah Ta'ala, serta menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk terus berjihad mewujudkan Islam rahmatan lil alamin. Amin ya rabbal 'alamin.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

18. Hari Raya yang Menekankan Kepedulian Sosial

اَللهُ أَكْبَرُ x9

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَ الْحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْرًا وَ سُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَ أَصِيْلاً لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَ اللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَ لِلّهِ الْحَمْدُ. اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِى جَعَلَ عِيْدَ اْلأَضْحى عِبْرَةً لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ الصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَ الْمُرْسَلِيْنَ سَيِّدِنَا وَ مَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَ ألِهِ وَ أَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا صَادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْنُ. أَيُّهَا الْإِخْوان إِتَّقُو ا اللهَ حقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Allahu Akbar 3x walillahil hamd

Saudara-saudara kaum Muslimin Muslimat yang berbahagia!

Dengan ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT, hari ini kita dapat merayakan Idul Adha, dinamakan pula Idul Qurban, ‘Idun Nahr, dan Idul Akbar. Hari raya yang menekankan semangat sosial dan berkorban.

Di samping menyatakan rasa syukur, juga kita sampaikan permohonan kepada Allah SWT semoga segala aktivitas ibadah ini meraih sasarannya, yaitu menjadi bertambah dekat dengan Allah SWT, dekat dengan petunjuknya, dengan pertolongannya, dan dekat dengan ridhanya, hasil dari ibadah kurban. Tercapainya suasana dzikrullah (mengingat Alah), hasil dari ibadah shalat. Mendapatkan ampunan, rahmat, dan petunjuk Allah SWT, hasil daripada kesabaran atas musibah yang telah menimpa. Seperti disebutkan dalam Al-Qur’an:

لَنْ يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقْوَىٰ مِنكُمْ ..... (الحج:37)

“Daging hewan kurban dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu….” (al Hajj: 37)

إِنَّنِىۤ أَنَا اللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا فَاعْبُدْنِى وَأَقِمِ الصَّلَوٰةَ لِذِكْرِىْ (طه: 14)

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku.” (Thaha: 14).

أُولَۤئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَٰتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَۤئِكَ هُمُ ٱلْمُهْتَدُونَ (البقرة: 157)

“Mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (al-Baqarah: 157)

Allahu Akbar 3x walillahilhamd.

Jamaah Shalat Idul Adha yang dimuliakan Allah

Keimanan itu bukanlah semata-mata hanya ucapan yang keluar dari bibir belaka, tetapi keimanan yang sebenar-benarnya adalah merupakan suatu keyakinan yang memenuhi seluruh isi hati nurani, dan dari situ akan muncul bekas-bekas atau kesan-kesannya, sebagaimana semerbaknya bau harum yang disemarakkan oleh setangkai bunga mawar.

وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ ٱلْإِيمَٰنَ وَزَيَّنَهُۥ فِى قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ ٱلْكُفْرَ وَٱلْفُسُوقَ وَٱلْعِصْيَانَ أُولٰۤئِكَ هُمُ ٱلرَّٰشِدُونَ (7) فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَنِعْمَةً وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (8) (الحجرات: 7-8)

“Tetapi Allah menjadikan kamu 'cinta' kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. mereka Itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus. Sebagai karunia dan nikmat dari Allah. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (al-Hujurat 7-8)

Salah satu bukti keimanan adalah bersedekah, sebagaimana sabda Nabi SAW:

الصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ (رواه مسلم)

“dan sedekah itu adalah bukti (keimanan) yang nyata. (HR Muslim)

Ibadah sedekah memiliki banyak keutamaan terlebih jika sedekah itu dikeluarkan di waktu, tempat dan keadaan yang utama seperti mengeluarkan sedekah di bulan Ramadhan, untuk fakir miskin yang lemah tak berdaya tak dapat usaha, di 10 hari bulan Dzulhijjah, dan saat urusan yang penting seperti untuk orang yang sakit dan pada waktu musim pandemic seperti sekarang ini. Demikian dalam Tuhfatul Muhtaj Lisyarhil Minhaj (Juz.8, h. 755-756). Maka dengan begitu keimanan seseorang kan semakin harum semerbak mewangi dengan bekas-bekas dan kesan-kesan yang ditorehkannya.

Imam Abu Bakr al-Razi, menjelaskan bahwa; “Iman dalam hati seorang mukmin adalah seumpama sebatang pohon yang mempunyai tujuh dahan. Satu dahan mencapai hatinya, sedang buahnya adalah kehendak yang benar; satu dahan mencapai lidahnya, sedangkan buahnya adalah perkataan yang benar; satu dahan mencapai kedua belah kakinya, sedang buahnya berjalan menuju shalat berjamaah; satu dahan mencapai kedua belah tangannya, sedangkan buahnya adalah memberikan sedekah; satu dahan mencapai kedua belah matanya, sedang buahnya adalah memandang kepada pelajaran-pelajaran; satu dahan mencapai perutnya, sedang buahnya ialah memakan yang halal dan meninggalkan barang yang meragukan; dan satu dahan lagi mencapai jiwanya, sedangkan buahnya ialah meninggalkan dan mengendalikan keinginan-keinginan nafsu syahwatnya.”

Allahu Akbar 3x walillahilhamd.

Jamaah Shalat Id yang berbahagia!

Semua ibadah yang disyariatkan Allah bertujuan untuk menanamkan keutamaan, kebaikan, akhlak mulia, dan mengikis sifat kezaliman dan kerusakan. Shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar. (QS. Al-Ankabut: 45). Puasa menanamkan ketakwaan dalam diri Muslim. (QS. Al-Baqarah: 183). Zakat untuk membersihkan hati dari sifat kikir (QS at-Taubah: 103). Kurban, sebagaimana dalam al-Qur’an surat al-Kautsar:

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2)

“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah (sebagai ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah).” (al-Kautsar 2-3)

Dan juga sebagaimana hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad:

مَنْ خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ إِلَى شِرَاءِ اْلأُضْحِيّةِ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ عَشْرُ حَسَنَاتٍ وَ مُحِيَ عَنْهُ عَشْرُ سَيِّئَاتٍ وَ رُفِعَ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ وَ إِذَا تَكَلَّمَ فِي شِرَائِهَا كَانَ كَلَامُهُ تَسْبِيْحًا وَ إِذَا نَقَدَ ثَمَنَهَا كَانَ لَهُ بِكُلِّ دِرْهَمٍ سَبْعُمِائَةٍ حَسَنَة وَ إِذَا طَرَحَها عَلَى اْلأَرْضِ يُرِيدُ ذَبْحَهَا اسْتَغفَرَ لَهُ كُلُّ خَلْقٍ مِنْ مَوْضِعِهَا إِلَى اْلأَرْضِ السَّابِعَةِ وَ إِذاَ أَهرَقَ دَمَّهَا خَلَقَ اللهُ بِكُلِّ قطْرَةٍ مِن دَمِّهَا عَشْرَةً مِنَ الْمَلَائِكَةِ يَسْتَغْفِرُوْنَ لَهُ إلىَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ. رواه أحمد.

“Barangsiapa keluar dari rumahnya pergi untuk membeli hewan korban maka akan dihitung bagi orang tersebut setiap dari langkah kakinya sepuluh kebaikan, dan di hilangkan atasnya sepuluh kejelekan, dan diangkat (diberi) atasnya sepuluh derajat. Dan ketika terjadi transaksi pembelian maka setiap ucapannya dihitung sebagai tasbih, dan ketika akad pembelian berlangsung maka setiap dirham (satu rupiah) disamakan dengan tuju puluh kebaikan, dan ketika hewan tersebut diletakkan (dibaringkan) di atas bumi untuk dipotong maka setiap makhluk yang ada di bumi sampai lapis ketujuh akan memohonkan ampun atas orang tersebut, dan ketika darah dari hewan tersebut telah dialirkan maka Allah SWT menjadikan setiap tetes dari darah tersebut sepuluh malaikat yang selalu memohonkan ampun sampai hari kiamat.” (HR Ahmad).

Adapun haji diwajibkan untuk memperbanyak dzikir, menyaksikan manfaat duniawi dan ukhrawi (QS al-Hajj: 27-28), mengokohkan ketakwaan, menjauhi rafats, fusuk, dan jidal. (QS al-Baqarah: 197).

فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ. (البقرة: 197)

“Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats (perkataan kotor), berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.” (QS al-Baqarah: 197).

Dasar-dasar hikmah Allah menetapkan pokok-pokok fardhu dan dosa-dosa besar, telah ditandaskan oleh atsar yang di bawah ini:

"فَرَضَ اللهُ الْإِيمَانَ تَطْهِيراً مِنَ الشِّرْكِ، وَالصَّلاَةَ تَنْزِيهاً عَنِ الْكِبَرِ، وَالزَّكَاةَ تَسْبِيباً لِلرِّزْقِ، وَالصِّيَامَ ابْتِلاَءً لِإِخْلاَصِ الْخَلْقِ، وَالْحَجَّ تَقْرِبَةً لِلدِّينِ وَالْجِهَادَ عِزّاً لِلْإِسْلاَمِ، وَالْأَمْرَ بِالْمَعْرُوفِ مَصْلَحَةً لِلْعَوَامِّ، وَالنَّهْيَ عَنِ الْمُنْكَرِ رَدْعاً لِلسُّفَهَاءِ، وَصِلَةَ الرَّحِمِ مَنْماةً لِلْعَدَدِ، وَالْقِصَاصَ حَقْناً لِلدِّمَاءِ، وَإِقَامَةَ الْحُدُودِ إِعْظَاماً لِلْمَحَارِمِ، وَتَرْكَ شُرْبِ الْخَمْرِ تَحْصِيناً لِلْعَقْلِ، وَمُجَانَبَةَ السَّرِقَةِ إِيجاباً لِلْعِفَّةِ، وَتَرْكَ الزِّنَى تَحْصِيناً لِلنَّسَبِ، وَتَرْكَ اللِّوَاطِ تَكْثِيراً لِلنَّسْلِ، وَالشَّهَادَةَ اسْتِظهَاراً عَلَى الْمُجَاحَدَاتِ وَتَرْكَ الْكَذِبِ تَشْرِيفاً لِلصِّدْقِ، وَالسَّلاَمَ أَمَاناً مِنَ الْمَخَاوِفِ، وَالْإَمَانَةَ نِظَاماً لِلْأُمَّةِ، وَالطَّاعَةَ تَعْظِيماً لِلْإِمَامَةِ."

“Allah memfardhukan iman untuk membersihkan hati dari syirik, memfardhukan sembahyang untuk mensucikan diri dari takabbur, memfardhukan zakat untuk menjadi sebab hasil rezeki bagi manusia, memfardhukan puasa untuk menguji keikhlasan manusia, memfardhukan haji untuk mendekatkan umat Islam antara satu dengan lainnya, memfardhukan jihad untuk kebesaran Islam, memfardhukan amar ma’ruf untuk kemaslahatan orang awam, memfardhukan nahyu ‘anil munkar untuk menghardik orang-orang yang kurang akal, memfardhukan silaturrahmi untuk menambah bilangan, memfardhukan qishas untuk pemeliharaan darah, menegakkan hukum-hukum pidana untuk membuktikan besar keburukan barang-barang yang diharamkan itu, memfardhukan kita untuk menjauhkan diri dari minuman yang memabukkan untuk memelihara akal, memfardhukan kita menjauhkan diri dari pencurian untuk mewujudkan pemeliharaan diri, memfardhukan kita menjauhi zina untuk memelihara keturunan, meninggalkan liwath untuk membanyakkan keturunan, memfardhukan pensaksian untuk memperlihatkan mana yang benar, dan memfardhukan kita menjauhi dusta untuk memuliakan kebenaran, dan memfardhukan perdamaian untuk memelihara manusia dari ketakutan dan memfardhukan kita memelihara amanah untuk menjaga keseragaman hidup dan memfardhukan taat untuk memberi nilai yang tinggi kepada pemimpin negara.”

Demikianlah hikmah ibadah, agar kita tetap beriman dan bertaqwa. Tanpa iman pertahanan diri kita mudah rubuh dan manusia hidup mengambang tanpa arah. Tanpa taqwa, manusia mudah melanggar aturan dan jiwanya mudah dipermainkan setan.

جَعَلَنَا اللهُ وَ إِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ الْآمِنِيْنَ وَ أَدْخَلَنَا وَ إِيَّاكُمْ فِى زُمْرَةِ الْمُوَحِّدِيْنَ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ مَّنْ عَمِلَ صَٰلِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَآءَ فَعَلَيْهَا وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّٰمٍ لِّلْعَبِيدِ (فصلت: 46)

اَللهُ أَكْبَرُ 3× لَآ إِلهَ إِلَّا اللهُ وَ اللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّهِ الْحَمْدُ وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَ ارْحَمْ وَ أَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.

19. Menengok Lagi Perjalanan Simbolik Nabi Ibrahim

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ

الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ

فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ .وقال أَيْضًا : وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَا عَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَن كَفَرَ فَإِ نَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ

Ma’asyiral Musliminwal Muslimat rahimakumullah,
Ungkapan rasa syukur sudah seharusnya kita ungkapkan biqauli alhamdulillah karena sampai dengan saat ini kita masih mendapat anugerah dari Allah subhanahu wata’ala untuk tetap bisa menikmati dan menginjakkan kaki kita di atas bumi-Nya. Terlebih lagi saat ini kita masih di berikan-Nya kesempatan untuk bertemu dengan hari raya Idul Adha 1441 H. Mudah-mudahan semua ini mampu menjadi motivasi kita untuk meningkatkan dan memperkuat keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala.

اللهُ أَكْبَر ،اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ

Pertama, haji ini berbasis pada cerita Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang kemudian diceritakan dalam Al-Qur’an. Ibrahim ‘alaihissalam adalah seorang nabi yang cerdas. Anak seorang penjual patung (disebutkan nama ayahnya adalah Tarakh, ada yang menyatakan adalah Azar). Masa anak-anaknya dipenuhi dengan kisah-kisah ketaatan dan baktinya kepada kedua orang tuanya. Pada masa mudanya, Ibrahim ‘alaihissalam mengalami kegelisahan, bagaimana mungkin patung bisa memberikan perlindungan sedangkan ia tidak bisa melindungi dirinya sendiri. Lalu Ibrahim ‘alaihissalam mencari siapakah sebenarnya Tuhan yang telah menciptakan ia, orang-orang di sekitarnya, dan alam semesta. Tatkala datang malam, ia melihat bintang, lalu ia menyangka bahwa itulah Tuhannya. Namun, tatkala bintang itu timbul tenggelam, ia pun berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam.”

Lalu ia melihat bulan ia berkata, “Inilah Tuhanku.” Tatkala ia tenggelam, Ibrahim berkata, “Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.”

Lalu tatkala siang, ia melihat matahari, ia berkata, “Ini Tuhanku, ini terlihat lebih besar” tapi tatkala terbenam ia berkata, “Wahai kaumku sesungguhnya aku terlepas dari apa yang kalian persekutukan” (QS Al-An’am: 74-78).

اللهُ أَكْبَر ،اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ

Hadirin rahimakumullah,
Setelah ia menjadi nabi, Ibrahim ‘alaihissalam diketahui melakukan penghancuran terhadap patung-patung yang ada di kuil Raja Namrud dan meninggalkan satu patung terbesar. Lalu ia taruh tongkat yang ia buat untuk menghancurkan patung-patung itu di tangan patung terbesar tersebut. Lalu ia pulang. Atas kedajian tersebut, ia dipanggil dan terjadilah perdebatan tentang ketuhanan. Pertanyaan yang sukar dijawab adalah, jika patung-patung itu tak bisa melindungi diri mereka sendiri lalu bagaimana mungkin mereka akan melindungimu? Atas kejadian terebut Ibrahim lalu dibakar. Saat Ibrahim dibakar, apakah Ibrahim tahu bahwa api yang berkobar akan dingin? Sekali-kali tidak. Tapi, Tuhan tidak tidur. Tuhan jadikan api itu dingin dan menyelamatkan untuk Ibrahim.

اللهُ أَكْبَر ،اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ

Hadirin rahimakumullah,
Kisah selanjutnya adalah tentang kesabaran Ibrahim karena belum dikaruniai seorang putra. Hingga akhirnya Sarah meminta Ibrahim untuk menikah dengan Hajar pembantunya yang lebih muda agar dapat memiliiki anak. Lalu dari Hajar, Ibrahim dikaruniai seorang anak yang tampan, pintar, dan juga saleh bernama Ismail ‘alaihissalam. Sedangkan di saat senjanya, akhirnya Sarah pun dikaruniai anak bernama Ishaq ‘alaihissalam di saat Nabi Ibrahim berumur 100 tahun dan Sarah berumur 99 tahun.

Ismail ‘alaihissalam lahir ketika ayahnya, Ibrahim sedang mengembara memenuhi perintah Tuhannya. Hajar yang ditinggal sendiri melahirkan di sahara. Dalam keadaan bingung, ia lalu berlari tujuh kali antara bukti Safa dan Marwah. Kelak proses ini menjadi bagian dari ritual haji dan disebut sebagai sa’i.

Setelah Hajar berlarian antara Safa dan Marwah, ia melihat anaknya menjejakkan kakinya ke arah padang pasir lalu keluarlah air. Hajar lalu berkata, zamzam yang artinya "berkumpullah-berkumpullah!". Dari itu kemudian lahirlah sumur air zamzam yang airnya tak pernah kering hingga hari ini.

Tatkala Ibrahim pulang, ia begitu senang dengan kehadiran Ismail setelah sekian lama ia tak jua mempunyai anak. Saat Ismail masih kecil sekitar umur 7 hingga 12 tahun, Nabi Ibrahim menerima wahyu dari Allah subhanahu wata’ala agar ia menyembelih putranya itu. Dengan perasaan sedih, gundah, ia menyampaikan perintah Tuhan tersebut kepada anaknya. Alhamdulillah, Ismail adalah anak yang saleh sehingga ia berkata, “Wahai ayahku kerjakan saja apa yang diperintahkan. Insyaallah engkau akan mendapatiku sebagai orang yang sabar”.

Melihat ketaatan ini, Iblis mencoba menggagalkan keduanya melaksanakan perintah tersebut di Mina. Tak hanya sekali tapi hingga 3 kali Iblis menggodanya. Ibrahim dan Ismail menolak serta melempari Iblis. Prosesi ini sekarang dikenang sebagai melempar jumrah: jumrah ula, jumrah tsaniyah, dan jumrah aqabah.

Setelah berhasil menghalau Iblis atau setan, lalu Ibrahim hendak menyembelih Ismail dengan kepatuhan dan kepasrahan yang total. Lalu Allah subhanahu wata’ala mengganti Ismail dengan seekor domba. Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai simbol awal mula ibadah kurban yang kita laksanakan setelah salat Idul Adha (10 Dzulhijjah) hingga berakhirnya tiga hari tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah).

اللهُ أَكْبَر ،اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ

Hadirin rahimakumullah,
Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah Ibrahim ini. Di antaranya adalah pertama, menyampaikan kebenaran walaupun itu tidak enak. Kedua, sabar dan tak berputus asa dari rahmat Tuhan. Ketiga, anak dan semua yang ada adalah titipan, jangan pernah merasa bahwa itu adalah milik kita secara mutlak dan hakikat. Keempat, teguh pendirian dengan tidak mau tergoda kepada godaan setan. Tetap berjalan lurus di jalan Tuhan. Kelima, menyembelih ego kita, dan kelima, berbagi kepada sesama.

اللهُ أَكْبَر ،اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ

Hadirin rahimakumullah,
Inilah sedikit apa yang bisa saya sampaikan. Semoga kita semua diberikan izin oleh Allah untuk berkunjung ke Makkah dan Madinah. Syukur-syukur bisa melaksanakan ibadah haji. Yang terpenting adalah bagaimana kita menjadi orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah subhanahu wata’ala dan menjalani hidup kita dalam akhlak-akhlak yang diperintahkan oleh Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ فِى اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، اِنَّهُ هُوَ الْبَرُّ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ

20. Nilai-nilai Pendidikan dalam Peristiwa Kurban

اللهُ أَكْبَرُ (٣×) اللهُ أَكْبَرُ (٣×) اللهُ اَكبَرُ (٣×) اللهُ أَكْبَرُ كُلَّمَا هَلَّ هِلاَلٌ وَأَبْدَرَ، اللهُ أَكْبَرُ كُلَّماَ صَامَ صَائِمٌ وَاَفْطَرَ، اللهُ أَكْبَرْ كُلَّماَ تَرَاكَمَ سَحَابٌ وَأَمْطَرَ وَكُلَّما نَبَتَ نَبَاتٌ وَأَزْهَرَ وَكُلَّمَا أَطْعَمَ قَانِعٌ اْلمُعْتَرَّ.

اَلْحَمْدُ للهُ الَّذِي فَضَّلَ عَشْرَ ذِى الْحِجَّةِ بِتَضْعِيْفِ أُجُوْرِ اْلعِباَدَاتِ.

فَمَنْ كَانَ خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ إِلَى شِرَاءِ الْأُضْحِيَّةِ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ عَشْرُ حَسَنَاتٍ وَمُحِيَ عَنْهُ عَشْرُ سَيِّئَاتٍ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ المُوْجِدُ الْمُعْدِمُ الْمَخْلُوْقَاتِ وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ رَغَّبَ أُمَّتَهُ فِى الْأُضْحِيَّةِ وَ أَعْمَالِ الصَّالِحاَتِ.

اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَ سَلِّمْ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ السَّادَاتِ وَعَلى آلِهِ وَصَحْبِهِ ماَ اخْتَلَفَتِ الْأَيَّامُ وَ السَّاعاَتُ.

أَمَّا بَعْدُ. فَيَاعِبَادَ اللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Saudara kaum muslimin-muslimat yang dimuliakan oleh Allah,

Alhamdulillah, pada pagi hari ini kita bisa menyelenggarakan shalat Idul Adha dengan bahagia. Sesuai dengan namanya, yaitu Hari Raya Kurban, maka pada 10 Dzulhijjah sampai dengan 3 hari berikutnya yang disebut sebagai hari tasyriq, marilah kita mendekatkan diri kepada Allah dengan jalan menyembelih hewan kurban dan membagi-bagikannya sebagai amal sosial kepada yang membutuhkan.

Selain itu, penyembelihan hewan kurban ini sebagai wujud dari rasa syukur kita atas segala nikmat yang dikaruniakan oleh Allah kepada kita semua, sebagaimana perintah Allah yang termuat dalam Surat al-Kautsar:

. إِنَّآ أَعۡطَيۡنَٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ

"Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak.Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah)."

Berbahagialah mereka yang mampu beribadah kurban, sebab ini adalah anugerah istimewa di mana kebaikan ini kelak menjadi saksi di hari kiamat.

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِىَّ ﷺ مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلاً أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah pada hari nahr manusia beramal suatu amalan yang lebih dicintai oleh Allah daripada mengalirkan darah dari hewan kurban. Ia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku, rambut hewan kurban tersebut. Dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada (ridha) Allah sebelum tetesan darah tersebut jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa kalian dengan berkurban.” (HR. Ibnu Majah)

Hadirin Jamaah Shalat Idul Adha yang dimuliakan oleh Allah

Kurban adalah peristiwa monumental yang selain memiliki nilai sejarah, juga mengandung nilai ibadah dan hikmah. Seorang Rasul yang diperintah oleh Allah menyembelih anak kesayangannya, sebagai wujud ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya. Dalam hal ini, selain memiliki nilai ibadah, Kurban yang dilaksanakan setiap bulan Dzulhijjah juga memiliki dimensi sosial. Yaitu, semua bergotong royong membantu prosesi penyembelihan hewan sekaligus mendistribusikannya. Selain itu, mereka yang mampu juga melaksanakan ibadah ini sebagai bentuk kepedulian juga terhadap sesama

Sebagai bagian dari ajaran agama, ada beberapa nilai pendidikan yang bisa dipetik dari peristiwa yang dijalani oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail alaihimassalam ini. Di antaranya:

Pertama. Menjalani perilaku sabar. Nabiyullah Ibrahim alaihissalam sudah berpuluh tahun menikah namun belum dikaruniai putra. Di sinilah kesabaran beliau diuji. Bisa saja Allah memberikan putra kepada Nabi Ibrahim, yang bergelar Khalilullah, namun Allah menunda memberikan putra kepadanya. Dan, beliau menjalaninya dengan penuh kesabaran. Inilah di antara akhlak yang dicontohkan oleh Nabiyullah Ibrahim alaihissalam. Yaitu, menjalani ketentuan Allah dengan penuh kesabaran.

Oleh karena itu, sebagai manusia, seringkali kita terburu-buru berprasangka buruk kepada Allah atas apa yang menimpa kita. Padahal kita belum tahu kejutan, atau bahkan hikmah, atas apa yang digariskan oleh Allah kepada kita. Oleh karena itu, sebagai makhluk-Nya, kita harus senantiasa berprasangka baik kepada Allah. Sebab, sebagaimana hadits qudsi yang disabdakan oleh Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa Allah mengikuti prasangka hamba-Nya(أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي )

Sebagian ulama menjelaskan maknanya, yaitu Allah akan menganugerahkan ampunan jika hamba meminta ampunan. Allah akan menerima taubat jika hamba-Nya bertaubat. Dan, Allah akan mengabulkan doa jika hamba meminta. Allah akan beri kecukupan jika hamba-Nya meminta kecukupan, dan seterusnya. Ini adalah hikmah pertama.

Hadirin jamaah Shalat Idul Adha yang dirahmati Allah

Nilai pendidikan yang kedua dalam peristiwa kurban ini adalah tawakkal. Jadi, setelah beliau menunggu kehadiran buah hati selama puluhan tahun, akhirnya dikaruniai Ismail alaihissalam melalui rahim Siti Hajar. Nabi Ibrahim alaihissalam sangat berbahagia dengan karunia ini. Namun, Allah tiba-tiba memberikan ujian kepadanya yaitu menyembelih putra yang beliau cintai. Dalam Surat Ash-Shaffat, ayat 102, Allah mengabadikan peristiwa ini dengan ungkapan yang bijak, tuturan seorang ayah kepada anaknya:

يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ

Artinya: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu”

Ketika menyampaikan kabar ini, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam juga menunggu reaksi dari putranya, yaitu Ismail ‘alaihissalam, dengan menanyakan pendapatnya.

فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى.

“Maka pikirkanlah apa pendapatmu?”

Ayat ini telah mengajarkan kepada kita apabila dalam menentukan keputusan penting yang berkaitan dengan buah hati, kita juga memberikan peluang kepadanya untuk berpendapat. Ketika sang ayah memberikan pertanyaan tersebut, maka Ismail ‘alaihissalam menjawabnya dengan penuh kepastian.

قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

“Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”

Hadirin yang Dimuliakan oleh Allah…

Dialog antara ayah dengan anak telah diabadikan oleh Allah dalam Surat As-Shaffat. Dalam metode pendidikan, pola semacam ini disebut metode hiwari alias dialog. Nabi Ibrahim tidak langsung menyuruh Ismail 'alahissalam menuruti keinginannya agar mau disembelih. Melainkan, menanyakan kepadanya terlebih dulu. Meminta pendapatnya. Menguji respon dan reaksinya. Hal ini sesuai dengan fitrah psikologis, bahwa remaja bisa dimintai pendapat melalui cara dialog untuk mengembangkan nalarnya. Dan, Ismail ‘alaihissalam menjawab dengan pasti dan percaya diri serta berharap dirinya menjadi bagian orang-orang yang bersabar (minas shabirin).

Poin ketigadalam peristiwa ini adalah pendidikan ketauhidan. Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ‘alaihimassalam kompak menjalani perintah Allah. Keduanya berserah diri dan bertawakal menjalani perintah Sang Pencipta, meskipun ketika hendak disembelih, Allah menggantinya dengan hewan sembelihan dari surga.

Pelajaran yang bisa kita petik dari peristiwa ini adalah pentingnya menanamkan ketauhidan kepada keluarga. Seorang ayah yang memiliki karakter kuat dan ketauhidan yang kokoh akan bisa mendidik anaknya dengan baik dalam hal kecintaan kepada Allah dan mentaati perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya, jika dirinya terlebih dulu memberikan contoh yang konkrit. Nabi Ibrahim telah memberikan contoh, dan Nabi Ismail pun tidak ragu melaksanakan permintaan dari ayahnya.

Sebagai seorang ayah, Nabi Ibrahim memberi contoh bagaimana ketaatan kepada Allah harus didahulukan daripada kecintaan terhadap anak. Sebagai seorang yang beriman, beliau menjalani ujian ini dengan baik. Tidak ada gugatan kepada-Nya, mengapa harus menyembelih putra yang telah dinantikan, bagaimana bisa Allah memerintahkan hal ini, dan berbagai pertanyaan lainnya. Yang dilakukan oleh beliau adalah menjalankannya, berserah diri kepada Allah untuk meraih ridlo-Nya. Sebab, beliau sadar, sebagai hanifan muslima alias seorang yang bersadar diri tunduk kepada-Nya dan menjalani ketentuan Allah.

Sedangkan sebagai seorang anak, Ismail ‘alaihisaalam mematuhi perintah dari ayahnya sebagai wujud bakti seorang anak, dan sebagai ungkapan ketaatan seorang hamba kepada Allah.

Demikianlah di antara hikmah peristiwa kurban yang dijalani oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ‘alaihimassalam. Semoga kita bisa memetik pelajaran dari khutbah yang saya sampaikan ini dan semoga kita semua bisa melaksanakan beberapa hikmah pendidikan yang telah saya sampaikan.

اعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الاَبْتَرُ

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

(Nastiti Swasiwi Nurfiranti/KHS)
Tonton juga video berikut:
1 / 8
Loading
Loading
ARTIKEL TERKAIT
detikNetwork
UPCOMING EVENTS Lebih lanjut
BACA JUGA
VIDEO
TERKAIT
Loading
POPULER