3 Rekomendasi Novel Jepang yang Patut Kamu Baca selama Liburan Lebaran

SYAFRINA SYAAF | Insertlive
Selasa, 03 May 2022 15:00 WIB
Resensi novel Jepang
Jakarta, Insertlive -

Indonesia sangat mengenal kebudayaan populer Jepang, mulai dari musik, fashion, film, manga, dan anime. Ternyata, buku atau novel karya penulis Jepang juga memiliki banyak peminat di Tanah Air. 

Sejumlah karya sastra Jepang mampu mencuri hati para pembaca buku dan novel di Indonesia dengan alasan yang positif. Tampaknya, kualitas tulisan penulis Jepang yang elegan dan filosofis memberikan daya tarik tersendiri. Mereka mampu menuliskan satu kalimat sederhana dengan makna dalam sehingga membuat pembaca tersenyum dan sejenak merenung. 

Umumnya, penulis Jepang cenderung mengekspresikan pemikiran mengenai penerimaan mereka terhadap kehidupan, hal yang tentunya sangat kontras dengan buku atau novel penulis Barat yang kebanyakan menuangkan harapan atau ekspektasi besar untuk masa depan yang lebih baik. 

ADVERTISEMENT

Sekilas, sastra Jepang bisa tampak suram atau pasif, tetapi kamu akan menemukan keindahan pada metafora atau penjelasan mengenai nilai dan makna keseluruhan cerita. 

Simak 3 rekomendasi novel Jepang yang layak kamu baca untuk menemani liburan kamu selama cuti bersama Hari Raya Idul Fitri berikut ini: 

1. Convenience Store Woman, Sayaka Murata 

Buku Convenience Store WomanBuku Convenience Store Woman/ Foto: Istimewa



Buku ini sangat menarik dan menggugah banyak perasaan, terutama untuk kamu yang merasa berbeda dari kenyataan jamak lingkungan sekitar.  

Keiko Furukara wanita berusia 36 tahun yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Dia bekerja sebagai karyawan paruh waktu di sebuah minimarket atau konbini (bahasa Jepang) semenjak masih kuliah. 


Keiko belum menikah dan belum pernah memiliki kekasih, dia sama sekali tidak pernah berkencan. Situasinya tersebut menjadi bahan gosip orang-orang sekitarnya. Alhasil, Keiko merasa dirinya asing dan berbeda. Dia pun sesekali harus berbohong dan berpura-pura demi teman-teman serta adik perempuannya melihatnya sama dengan mereka. 

"Aku belum punya pengalaman seksual dan aku tak punya kesadaran soal seksualitasku. aku hanya tak peduli dan tak pernah merisaukannya. Tapi, mereka membicarakan semua itu dengan asumsi aku menderita. Kalaupun yang mereka katakan benar, belum tentu penderitaan itu seperti yang mereka duga. Namun, sepertinya mereka tak berusaha sejauh itu. Mereka seolah berkata padaku sikap itu dipilih karena lebih mudah buat mereka" - Keiko.

Pada satu hari, seorang karyawan baru bernama Shiraha datang ke konbini tempat Keiko bekerja. Sepanjang interaksi mereka berdua, Shiraha mematahkan ide-ide yang Keiko pikirkan soal lingkungan sosial di sekitarnya dan membandingkannya dengan "masyarakat desa".

"Aku mendapati bentuk mata orang yang meremehkan sesuatu itu terlihat menarik. Beberapa menyiratkan ketakutan atau kewaspadaan akan mendapat bantahan atau kadang memperlihatkan sorot mata menantang yang siap menyongsong serangan. Dan mereka yang tanpa sadar menunjukkan sikap merendahkan, mata mereka diselubungi perpaduan antara kesenangan dan rasa superior" - Keiko.

Pemikiran Keiko perlahan tapi pasti mulai terusik dan dia mulai berpikir, apakah dirinya seburuk yang orang-orang pikirkan?

2. Before The Coffee Gets Cold, Toshikazu Kawaguchi 

Buku Before The Coffee Gets ColdBuku Before The Coffee Gets Cold/ Foto: Istimewa

Buku ini membuat kamu berpikir, ternyata benar semua yang terjadi pada masa lalu bukan kebetulan, tapi memang harus terjadi. 

Semua karakter pada novel Jepang ini adalah protagonis yang memiliki beban masa lalu yang mereka pendam. Mereka berhasil menemukan sebuah solusi yang mampu meringankan tekanan hidup lewat keajaiban satu cangkir kopi panas dengan syarat sederhana, tapi membingungkan. 

Funiculi Funicula adalah sebuah kafe mungil di Tokyo, Jepang, berlokasi di sebuah gang sempit. Kafe tua ini sangat tersohor karena legenda lokal yang mengabarkan bahwa setiap pelanggan kafe dapat menjelajah masa lalu dengan hanya menyesap secangkir kopi panas. 

Pada satu musim panas, seorang kekasih, sahabat, kakak perempuan, dan ibu mengunjungi Funiculi Funicula dengan tujuan kembali ke masa lalu. 

Legenda tersebut ternyata bukan sekadar isapan jempol belaka, Funiculi Funicula memang mampu membuat pelanggan bertandang ke masa lalu, tetapi sayangnya hal itu tidak bisa mengubah kenyataan yang ada.

Syarat yang harus dijalani oleh pelanggan untuk kembali ke masa lalu cukup sederhana, tapi sulit untuk dilakukan. Pertama, pelanggan harus menunggu seorang pengunjung wanita abadi bangkit dari kursinya. Kedua, orang yang akan ditemui di masa lalu pernah mengunjungi kafe. Terakhir, perjalanan menembus masa lalu hanya berlangsung selama kopi masih hangat. 

"Sebesar apapun kesulitan yang orang hadapi, mereka sebenarnya memiliki kekuatan untuk mengatasinya, mereka hanya butuh hati. Jika kursi itu bisa mengubah hati seseorang, berarti tujuannya jelas," - Tazo 

Pada akhirnya, kekuatan untuk melepaskan menjadi solusi paling rasional akan kesedihan kehilangan seseorang. 

Baca halaman selanjutnya

Buku ini membuka mata kita bahwa seseorang dengan hidup yang membosankan bisa jadi memiliki masa lalu yang tidak biasa.

Novel fiksi dengan judul terjemahan Tsukuru Tazaki Tanpa Warna dan Tahun Ziarahnya ini menceritakan tentang kehidupan Tsukuri seorang insinyur berusia 36 tahun.

Tsukuri kecil selalu menyukai kereta api, menjadi seorang insinyur perancang stasiun kereta api merupakan mimpi yang menjadi kenyataan dalam hidupnya yang membosankan.

 “Pada dasarnya saya tidak punya apa-apa untuk ditawarkan kepada orang lain. Aku bahkan tidak punya apa-apa untuk ditawarkan pada diriku sendiri," - Tsukuri

Tsukuri tinggal di Tokyo, belum menikah, dan hampir tidak memiliki teman. Namun, dia mengaku puas dengan kehidupannya, meskipun memiliki krisis identitas akibat masa lalu yang tak terpecahkan. 

Sebuah kejanggalan saat memasuki universitas tanpa disadari terus menggelayuti pikiran Tsukuri. Kala itu, empat orang yang dia sebut sahabat mendadak menjauhinya, mereka berhenti bicara dengan Tsukuri tanpa memberikan alasan dan penjelasan. 

Tsukuri memilih untuk mengabaikannya dan melanjutkan hidup. Namun, sekuat apapun dia menekan rasa penasaran dari sikap misterius empat sahabatnya tersebut, dia malah semakin kehilangan jati diri dan jatuh dalam pergulatan batin yang mengerikan. Bahkan, dia menjadi takut untuk menjalin pertemanan dengan orang lain. 

Lenyapnya empat orang sahabat telah membuat Tsukuri kehilangan warna. 

Sara, teman yang sebenarnya memiliki ketertarikan seksual pada Tsukuri, mengatakan bahwa Tsukuri tidak akan pernah menjadi manusia seutuhnya sampai dia mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

"Kamu bisa mengubur kenangan, tetapi kamu tidak akan bisa menghapus sejarah yang menjadikannya memori," - Sara

Alhasil, Tsukuri memutuskan untuk menyelesaikan kehampaan hidup dengan mencari penyebab empat sahabatnya Yuzuki Shirane (Putih), Eri Kurono (Hitam), Kei Akamatsu (Merah), dan Yoshio Oumi (Biru Laut) menghilang dari hidupnya. 

Haruki Murakami lewat tokoh Tsukuri membangkitkan pertanyaan pada pembaca mengenai siapakah diri kita yang sebenarnya? Apakah pribadi yang kita perlihatkan dalam keseharian benar-benar kita yang sesungguhnya?

(syf/syf)
1 / 2
Loading
Loading
detikNetwork
UPCOMING EVENTS Lebih lanjut
BACA JUGA
VIDEO
TERKAIT
Loading
POPULER