3 Jurnalis Wanita Indonesia Berani Pertaruhkan Nyawa di Zona Perang
Hari Perempuan Internasional jatuh pada setiap 8 Maret. Oleh karena itu, isu tentang perempuan banyak dibahas pada bulan ini.
Tahun 2022 ini, Hari Perempuan Internasional mengusung tema #BreakTheBias Gender equality today for a sustainable tomorrow yang memiliki makna sebagai kesetaraan gender hari ini untuk masa depan yang berkelanjutan.
Berbicara tentang kesetaraan gender, jurnalis-jurnalis wanita Indonesia ini telah membuktikan bahwa wanita mampu bekerja di segala situasi dan kuat menghadapi berbagai tantangan.
Tiga jurnalis wanita ini pernah berhadapan dengan bahaya bahkan kematian saat bekerja. Namun, berkat profesionalisme dan passion yang kuat akan pekerjaannya, mereka tidak menyerah dan berhasil menjadi inspirasi jurnalis masa kini. Siapa saja mereka?
1. Meutya Hafid Ansyah
Meutya Hafid Ansyah atau Meutya Hafid kini lebih dikenal sebagai seorang politikus. Dia tengah menduduki posisi sebagai Ketua Komisi 1 DPR RI.
Sebelumnya, Meutya Hafid berkarier sebagai reporter di Metro TV. Sosok Meutya sempat membuat heboh Indonesia ketika dia bertugas di Irak pada tahun 2005 silam.
Saat itu hari Jumat (18/2) tahun 2005, Associated Press Television News menerima sebuah tayangan video yang memperlihatkan dua reporter Metro TV yang hilang sedang didampingi dua pria bersenjata.
Reporter itu adalah Meutya Hafid dan kameramen Budiyanto. Mereka terlihat sedang berdiri di bawah terik matahari sambil memegang paspor dan ID Card Metro TV.
Dalam rekaman tersebut terdengar suara yang menanyakan maksud keberadaan Meutya dan Budiyanto dan mengancam jiwa mereka.
"Kami sedang menyelidiki alasan mereka di negara ini. Kami meminta pemerintah Indonesia untuk mengklarifikasi status mereka dan mengatakan kepada kami alasan mereka berada di negeri ini. Jika tidak, jiwa mereka terancam," suara dalam rekaman tersebut.
Dilaporkan bahwa kelompok Mujahidin Irak yang telah menyandera mereka. Kemudian, setelah video itu diproses, akhirnya Meutya dan Budiyanto bebas dari sandera. Mereka lantas mendapatkan cendera mata berupa Al-Qur'an dan kerudung warna biru bercorak. Sementara itu, Budiyanto mendapatkan Al-Qur'an, tasbih, dan peci berwarna putih.
Baca halaman selanjutnya.
(and)