Ahmad Dhani ke Deddy Corbuzier : Ngapain Sih Lu Pindah Agama?
Musisi legendaris Indonesia Ahmad Dhani baru saja melakukan wawancara di podcast YouTube Deddy Corbuzier.
Dhani dan Deddy yang merupakan teman lama membicarakan deretan topik secara santai sekaligus terbuka.
Salah satu pembahasan yang diangkat oleh Deddy adalah mengenai kasus makar yang menyeret Dhani sehingga dia selama setahun menjadi warga binaan.
Dhani sempat mengatakan bahwa nasionalis itu sudah mengalir di dalam darahnya dan menjadi musisi bisa jadi karena dia salah jalan.
Selain itu, dia dengan lantang memaparkan akan selalu membela agama Islam.
"Gue datang ke 411 (aksi turun ke jalan tahun 2016) emang keinginan gue sendiri, tapi bukan keinginan gue ada di podium untuk orasi, tapi tiba-tiba ada di podium orasi, suddenly it wasn't me karena orasi itu terlalu cerdas untuk manusia," urai Dhani.
Oleh karena momentum itu, Ahmad Dhani menjadi seseorang yang baru yang dia sebut dengan istilah The New Ahmad Dhani.
"Gue jadi The New Ahmad Dhani di mata orang-orang, padahal menurut gue, gue seperti ini aja, makanya Rocky Gerung enggak percaya gue Islam kanan," paparnya.
Dia menambahkan, dulu dan sekarang pemahaman Islamnya sesuai aliran Gus Dur. Sepakat dengan penjelasan Dhani, Deddy pun mengungkapkan bahwa mereka sudah dari lama, bahkan ketika keduanya beda agama.
"Sekarang sama kita (agama)?, Hahaha... Ngapain sih lu pindah agama, mending kita beda lah, lebih enak ngobrolnya bos," guraunya.
Deddy hanya bisa tertawa mendengar pernyataan ayah dari lima orang anak tersebut.
"Dari dulu kita ngobrol, ketawa-ketiwi, nge-jokes soal agama dan semuanya, lu tidak ada masalah," pungkas Deddy.
Tahun 2017 bisa jadi tahun yang tidak bisa dilupakan seorang Ahmad Dhani sang musisi legendaris yang kini terjun ke politik.
Pada tahun tersebut, Dhani dilaporkan polisi oleh Jack Boyd Lapian seorang aktivis sosial karena dituduh melakukan makar lewat akun Twitter-nya.
Oleh karena itulah, Dhani harus berurusan dengan hukum yang berujung keputusan penjara selama 1,5 tahun yang kemudian dipercepat menjadi 1 tahun berdasarkan keputusan Pengadilan Tinggi Jakarta.