Home Hot Gossip Berita Hot Gossip

WNA Cari Ibu Kandung di Indonesia, Begini Tanggapan Komnas Perlindungan Anak

REZA | Insertlive
Rabu, 17 Jun 2020 21:30 WIB
WNA Cari Ibu Kandung di Indonesia, Begini Tanggapan Komnas Perlindungan Anak/Foto: REZA
Jakarta, Insertlive -

Kisah seorang wanita berkewarganegaraan Belanda yang mencari ibu kandungnya di Indonesia bernama Widyastuti menjadi viral setelah teman kantornya, Tazia mengunggahnya di laman Twitter.

Widyastuti mengaku berasal dari Indonesia. Ia mencari sosok ibu kandungnya di Indonesia sekaligus membongkar soal modus perdagangan anak yang berkedok adopsi anak di Indonesia.

Mirisnya lagi, dokumen perihal adopsinya dipalsukan oleh pihak panti asuhan yang merawatnya sebelum ia di adopsi saat berumur 5 tahun.


Menanggapi hal tersebut, pihak Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, pun buka suara. Ia mengatakan bahwa mencari asal-usul keluarga kandung bagi anak yang diadopsi adalah hak wajib seluruh warga negara sekalipun sang anak telah pindah kewarganegaraan.

"Saya kira itu adalah hak anak untuk mengetahui asal-usul, mendapatkan informasi yang baik karena telah diatur di konferensi PBB tentang hak anak maupun UU perlindungan anak. Jadi, setiap anak punya hak untuk mengetahui informasi menyangkut tentang dirinya," ujarnya.

"Apakah mencari atau mendapatkan informasi siapa orang tua kandungnya dan siapa yang mengasuh, itulah hak anak. Itu tak boleh dihalangi, kalau dia kesulitan untuk mencari jati dirinya. Maka, pemerintah dan negara harus ikut andil karena mendapatkan identitas tentang dirinya anak karena itu hak fundamental maka kalau seseorang kesulitan mencari jati dirinya maka diharapkan negara khususnya kementerian sosial maka harus membantu untuk menemukan," sambungnya.

Arist menambahkan, pihak Komnas Perlindungan Anak siap mendukung Widyastuti untuk mencari identitas aslinya tanpa membedakan apapun.

"Entah orang tuanya meninggal dunia atau tidak, maka sikap Komnas Perlindungan Anak mendukung setiap orang walaupun sudah menjadi WNA tetapi kemanusiaannya atau kebangsaannya tak bisa hilang, maka dia punya hak untuk mencari identitasnya. Jadi, kalau ada anak yang kesulitan dan feelingnya kalau ditunjukkan yang dianggap orang tua kandungnya, itu adalah panggilan nurani dan hati yang tak bisa dibohongi. Sekali lagi, komnas anak juga akan membantu itu sekalipun dia sudah dewasa," tuturnya.

Sementara itu, disinggung soal isu modus perdagangan manusia dengan kedok adopsi, Arist mengaku tak bisa menyimpulkan mengingat kejadian tersebut terjadi di tahun 1970-an.

"Saya nggak bisa menyimpulkan itu karena saya kira itu ada itikad baik karena mungkin tak menyadari di masa itu di tahun 1970/1971 belum ada undang-undang yang mengatur soal adopsi dalam negeri atau internasional," katanya.

"Fakta hukumnya kan dia WNA kan yang dipersoalkan identitasnya. Karena kondisi saat itu dia nggak tahu dia diadopsi orang lain karena tak bisa dikaitkan dengan hal waktu berapa lama," tukasnya.



(dis/dis)

VIDEO TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT
FOTO TERKAIT
POPULER
DETIKNETWORK