Kisah Pratiwi Sudarmono, Legenda Astronot Indonesia Pertama Jadi Inspirasi Film

Nama Pratiwi Pudjilestari Sudarmono tercatat dalam sejarah NASA sebagai astronaut perempuan pertama dari Indonesia. Dirinya sudah memegang tiket menuju luar angkasa, namun takdir berkata lain.

Pratiwi lahir di Bandung pada 31 Juli 1952, adalah perempuan yang pada 1985 mengalahkan 207 kandidat untuk terpilih sebagai spesialis muatan dalam misi NASA STS-61-H.

Dirinya dijadwalkan terbang dengan pesawat ulang-alik Columbia pada 24 Juni 1986 untuk mengawal satelit Palapa B-3 dan melakukan eksperimen tentang daya tahan tubuh manusia di luar angkasa.

Hanya beberapa bulan sebelum peluncuran, tragedi mengguncang dunia. Pesawat ulang-alik Challenger meledak di udara pada 28 Januari 1986, menewaskan tujuh kru NASA.

Rencana penerbangan Pratiwi pun ikut dibatalkan. Palapa B-3 tetap meluncur, tapi tanpa astronaut Indonesia di dalamnya.

Meski mimpinya menembus langit tak terwujud, Pratiwi tidak berhenti berkarya. Ia tetap bekerja di NASA hingga 1987, lalu kembali ke Indonesia untuk mengabdi sebagai pengajar dan peneliti di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ia juga pernah memimpin Departemen Mikrobiologi, menjadi Guru Besar, hingga turun langsung membantu penanganan sampel COVID-19 di tengah keterbatasan alat PCR pada 2020.

Selama lebih dari tiga dekade, Pratiwi menerbitkan penelitian ilmiah di jurnal bergengsi dunia, dari studi Salmonella typhi pada 1988 hingga riset antivirus Hepatitis C pada 2023.

Dedikasinya mengantarkan berbagai penghargaan, termasuk GE Indonesia Recognition for Inspiring Women in STEM (2019) dan Ikon Prestasi Pancasila (2022).

Kini, semangatnya melintasi generasi. Kisah hidup Pratiwi menjadi inspirasi bagi film fiksi sains Pelangi di Mars, menghadirkan sosok "Ibu Pelangi" yang terinspirasi dari perjuangannya.

Meskipun tak pernah benar-benar melihat Bumi dari luar angkasa, Pratiwi Sudarmono telah membuktikan bahwa seorang perempuan Indonesia bisa menembus batas mimpi.