Kata Psikolog soal Orang Kecanduan Bikin Konten

Laman media sosial tengah heboh dengan video seorang wanita yang membuat konten usai menabrak orang.
Dari video yang beredar tampak seorang wanita menjelaskan bahwa ia baru saja menabrak seseorang hingga tewas.
"Nggak sengaja nabrak orang, orangnya mati di tempat," kata sang wanita sambil memainkan rambutnya.
Ditelisik lebih jauh, rupanya wanita tersebut adalah pemilik akun Instagram @bbynonaaa.
Dari penjelasannya melalui Instagram Stories, sang wanita yang belakangan diketahui bernama Salsabila Ma'rifatullah itu awalnya pergi bersama temannya.
Di tengah jalan, temanya tak sengaja menabrak seseorang hingga tewas di tempat kejadian perkara.
Wanita tersebut juga menuliskan permintaan maafnya ke publik atas beredarnya video dirinya membuat konten setelah kejadian.
"Saya Salsabila Ma'rifatullah meminta maaf karena tersebar luasnya video saya yang ada di dalam ambulans yang tidak beretika dan tidak sopan. Jujur di video tersebut sedikitpun tak ada niat dan maksud menyinggung mengejek atau tak simpati dengan korban karena saya juga panik. Cuman karena kebiasaan membuat video story sampai lupa situasi dan kondisi yang tak layak untuk di up story," lanjutnya.
Berkaca pada kejadian tersebut, fenomena kecanduan membuat konten menjadi hal yang serius dari kaca psikolog.
Psikolog mengatakan bahwa kecanduan membuat konten bisa berpengaruh dalam rasa empati seseorang.
"Kalau misalnya bicara dari rasa empati, sejatinya itu adalah latihan bukan tiba-tiba datang dari diri seseorang," kata Joice Manurung.
"Ini barangkali tak sepenuhnya bisa dimiliki wanita tersebut tapi kemungkinan si wanita memang tak memiliki pengalaman atau referensi apapun atas reaksi yang dimunculkan ketika terjadi peristiwa kehilangan dan duka yang sesungguhnya," sambungnya.
Selain itu, Joice juga menyorot soal permintaan maaf dari sang wanita yang ditulisnya melalui unggahan Instagram Stories.
"Secara langsung ada tekanan sosial yang diberikan jadi tekanan itu sangat menganggu apalagi datangnya dari orang terdekat maka permintaan maaf itu dimaksudkan untuk menerima revisi perilaku pada dirinya," bebernya.
"Memang ada orang yang secara bawaan minim dalam merasakan sebuah konsekuensi dan saya nggak bisa memberikan secara spesifik apakah yang bersangkutan gangguan mental atau tidak," pungkasnya.
(dis/dis)
Rumah Mewah Ibu Eny Tampak Tak Terawat, Tiko Dituding Pemalas
Sabtu, 11 Nov 2023 15:00 WIB
Percobaan Bunuh Diri Ibu & Anak di Peron KRL, Ini Kata Psikolog soal Baby Blues
Minggu, 10 Sep 2023 14:55 WIB
Suka Selfie di Lokasi Bencana, Pertanda Gangguan Jiwa?
Sabtu, 25 Dec 2021 18:00 WIB
Aksi Kakek di Sulsel Bangun Rumah Bawah Tanah Sendirian, Sempat Dikira ODGJ
Senin, 10 May 2021 07:00 WIB
Perjuangan Suster Wike-Ibu Zentri Melayani Masyarakat Setulus Hati
Minggu, 29 Jun 2025 18:00 WIB
Dave Hendrik Merasa Hidup Kembali usai Operasi Bypass Jantung
Minggu, 29 Jun 2025 17:00 WIB
Cerita Dave Hendrik Harus Minum Obat Seumur Hidup Hingga Efek Keseringan Makan Seblak
Minggu, 29 Jun 2025 15:03 WIBTERKAIT