Kata Ahli soal Perokok Pasif Rentan Terkena Kanker Paru
Kata Ahli soal Perokok Pasif Rentan Terkena Kanker Paru/Foto: iStock
Rokok memiliki dampak buruk bagi tubuh. Hal itu karena rokok memberikan dampak buruk bagi perokok aktif maupun perokok pasif yang hanya menghirup asapnya. Menurut data dari WHO, setidaknya ada 8 juta kematian yang disebabkan oleh asap rokok di mana 1,2 juta di antaranya perokok pasif.
Dalam pengertiannya, perokok pasif adalah orang yang tidak merokok langsung tetapi terpapar dan menghirup asap rokok orang lain. Asap rokok yang dilepaskan ke udara terhirup oleh orang sekitarnya hingga perokok pasif bisa meningkatkan risiko kesehatan paru-paru.
Membahas soal perokok pasif, dokter Wily Pandu Ariawan, Sp. P.K.R, Subsp. Onk.T. (K) sebagai Spesialis Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Subspesialis Onkologi Toraks mengungkapkan bahwa perokok pasif maupun perokok aktif sama-sama memiliki risiko besar terkena kanker paru.
"Dulu orang beranggapan perokok pasif besar risikonya ketimbang perokok aktif. Penelitian akhir menunjukkan bahwa keduanya sama-sama punya faktor risiko yang sama untuk berpotensi mengalami kanker paru," kata dokter Willy saat melakukan wawancara langsung via zoom bersama InsertLive, Selasa (31/7).
Dokter Willy menjelaskan untuk mendeteksi seseorang perokok pasif terkena kanker paru bisa dilakukan dengan skrining atau deteksi dini.
"Pertama skrining dan deteksi dini. Skrining ini lihat orang yang tanpa ada gejala sakit dan meningkatkan diagnostik ke orang-orang yang datang mengalami keluhan. Kita harus tahu kelompok yang mana. Ada dua populasi orang yang berusia 45 tahun dia perokok aktif atau orang berusia 45 tahun yang baru berhenti merokok kurang dari 15 tahun," bebernya.
"Pada tahap awal, kanker paru ini seringkali tak disadari karena ukuran tumornya masih kecil. Ketika ukuran mulai besar biasanya mulai ada metastasis, penumpukan cairan pleura berlebihan, dan penyebaran di berbagai organ yang memunculkan batuk kronik dan sesak napas bukan asma tapi sesak napas ketika beraktivitas. Terkadang juga ada yang datang ketika mereka batuk darah," lanjutnya.
Lebih lanjut, setelah skrining atau deteksi dini dilakukan, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dari ujung kepala hingga kaki terutama bagian paru, lalu akan ada pemeriksaan lanjut seperti CT-Scan untuk menemukan massa/tumor di Paru sehingga bisa diperiksa lebih detail bagian paru atau bronkoskopi atau teropong bagian saluran pernapasan atau tindakan yang disebut transtorakal biopsi (biopsi dilakukan dari dinding dada melalui CT-Scan).
"Sample hasil dari tindakan transtorakan biopsi itu kemudian ke sejawat anatomi untuk dilihat morfologinya. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan lanjutan monokuler yang menentukan terapi penanganan. Bisa disarankan kemoterapi dilihat dari angka survivalnya," paparnya.
Selain membahas soal tindakan lanjutan deteksi dini kanker paru, dokter Willy juga menjelaskan kapan waktu yang tepat seseorang harus memeriksakan diri ke dokter.
"Artinya kita kalau ditanya kapan harus ke dokter adalah saat diri kita atau orang sekitar kita ada populasi high risk yang berusia 45 tahun atau yang baru berhenti merokok kurang dari 15 tahun. Selain populasi itu kita juga harus mewaspadai orang yang lagi batuk kronik. Makanya perlu adanya skrining," pungkasnya.
(dis/fik)
TERKAIT