25 Khotbah Jumat Bulan Syawal yang Singkat dan Banyak Dicari

Nastiti Swasiwi Nurfiranti | Insertlive
Kamis, 16 May 2024 21:00 WIB
The mosque in Putrajaya, Malaysia 25 Khutbah Jumat Bulan Syawal yang Singkat dan Banyak Dicari (Foto: Freepik)
Jakarta, Insertlive -

Bulan Syawal merupakan bulan yang hadir setelah Ramadan. Bulan ini identik dengan perayaan Lebaran Idul Fitri bagi umat Muslim.

Seperti Ramadan, bulan Syawal juga waktu yang tepat untuk melangsungkan pernikahan dan puasa sunah Syawal.

Karena telah memasuki bulan baru, para khatib salat Jumat membawakan khotbah Jumat yang berkaitan dengan bulan Syawal.

ADVERTISEMENT

Sebagai inspirasi, berikut Insertlive telah merangkum 25 khutbah Jumat bulan Syawal yang singkat dan sering dicari.

1. Contoh Khutbah Jumat Bulan Syawal 1

الحَمْدُ للهِ الّذِي لَهُ مَا فِي السمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ


وَلَهُ الحَمْدُ فِي الآخرَة الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وهو الرّحِيم الغَفُوْر


أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ


اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ الهَادِيْنَ لِلصَّوَابِ وَعَلَى التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ اْلمَآبِ



اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ


Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Kesempatan dipertemukan di tempat mulia ini marilah kita jadikan sebagai sarana untuk saling mengingatkan untuk meningkatkan takwallah. Yakni menjalankan yang diperintah dan berupaya menjauhi larangan Allah SWT. Karena bekal sejati seorang muslim saat menghadap kepada-Nya adalah takwa tersebut.

Hadirin yang Mulia

Seperti diketahui bahwa Ramadhan telah lewat dan kita memasuki bulan Syawal, lalu bulan-bulan berikutnya yang mungkin bagi kebanyakan orang dianggap sebagai bulan kurang istimewa. Ramadhan yang istimewa hadir dengan janji pelipatgandaan pahala, menekankan pengekangan hawa nafsu, dan momen menumpuk amal salih sebanyak-banyaknya.

Ramadhan dengan demikian menjadi saat-saat penggemblengan hamba menjadi orang yang semakin dekat kepada Allah atau dalam bahasa Al-Qur'an mencetak insan yang bertakwa yakni la'allakum tattaqûn. Di dalam Ramadhan umat Islam dianugerahi sebuah malam spesial bernama lailatul qadar yang setara dengan seribu bulan. Artinya melakukan satu amal kebaikan pada malam itu setara dengan seribu amal kebaikan pada malam-malam di luarnya. Tidurnya orang berpuasa bernilai ibadah, diamnya orang yang berpuasa bernilai tasbih, doanya dikabulkan, dan balasan atas perbuatan baiknya dilipatgandakan.

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

Artinya: Setiap amal kebaikan manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta'ala berfirman (yang artinya): Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi. (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Yang menjadi pertanyaan, mengapa Allah memberikan anugerah yang luar biasa semacam itu? Hal ini bisa dipahami setidaknya dalam dua sudut pandang. Pertama, ini merupakan kemurahan dari Allah untuk hamba-Nya. Sebagaimana Allah mengistimewakan hari Jumat di tengah hari-hari lain dalam sepekan, Allah pun mengistimewakan Ramadhan di tengah bulan-bulan lain dalam satu tahun. Momen tersebut menjadi kesempatan terbaik bagi setiap hamba meningkatkan aneka kebaikan.

Kedua, Ramadhan juga bisa dibaca sebagai sindiran kepada mereka yang umumnya terlalu tenggelam dengan kesibukan duniawi. Jam-jamnya, hari-harinya, dan bulan-bulannya, dipenuhi dengan aktivitas untuk kepentingan dirinya sendiri-atau paling jauh untuk keluarga sendiri. Sementara kegiatan yang benar-benar diniatkan untuk ibadah mendekatkan diri kepada Allah nyaris terlupakan.

Kita sering mendengar seorang ibu yang merayu anaknya dengan iming-iming hadiah untuk mencegahnya dari tindakan-tindakan bandel tertentu. Jangan-jangan Ramadhan adalah hadiah karena Allah tahu kita terlalu bandel, tak cukup waktu untuk bermesraan dengan-Nya, tak banyak waktu untuk mengingat-Nya. Itulah mengapa pada lailatul qadar kita justru dianjurkan banyak meminta ampun dengan membaca:

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ اْلعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

Artinya: Ya Allah Engkaulah maha pengampun, senang kepada ampunan, maka ampunilah aku.

Anjuran memohon ampunan adalah sinyal bahwa umat manusia memiliki kecenderungan berbuat lalai dan dosa. Ini adalah pesan tentang pentingnya muhasabah atau introspeksi diri seberapa besar kesalahan kita selama ini.

Sudahkah seluruh harta yang kita makan didapatkan dengan cara yang halal? Sudahkah kita bebas dari tindakan menyakiti orang lain? Seberapa ikhlas kita meninfakkan sebagian kekayaan kita untuk di luar kepentingan kita? Seberapa semangat kita beribadah dibanding semangat kita melakukan aktivitas dunia? Dan seterusnya dan sebagainya.

Pembicaraan ampunan juga muncul dalam janji dalam sebuah hadits bahwa siapa yang berpuasa Ramadhan karena keimanan dan mengharap pahala dari Allah akan mendapat ampunan atas dosa-dosanya yang telah lewat (man shâma ramadhâna îmânan wa-htisâbah ghufira lahu mâ taqaddama min dzanbihi). Ini juga menyiratkan pesan tentang betapa manusia telah melewati hari-hari mereka dengan penuh kedurhakaan.

Melalui Ramadhan dan lailatul qadar, dosa-dosa yang pernah kita lakukan diharapkan terhapuskan. Memahami Ramadhan sebagai momen koreksi diri merupakan hal yang penting agar kita menghargai waktu dengan cara mengisinya secara positif dan memiliki kaitan dengan pendekatan diri kepada Allah Subhânahu Wa Taâlâ. Tidak meremehkan bulan-bulan di luar Ramadhan.

Imam al-Ghazali mengatakan, ketika seseorang disibukkan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat dalam kehidupannya di dunia, maka sesungguhnya ia sedang menghampiri suatu kerugian yang besar. Sebagaimana yang ia nyatakan-dengan mengutip hadits-dalam kitab Ayyuhal Walad:

عَلاَمَةُ اِعْرَاضِ اللهِ تَعَالَى عَنِ الْعَبْدِ، اشْتِغَالُهُ بِمَا لاَ يَعْنِيهِ، وَ اَنﱠ امْرَأً ذَهَبَتْ سَاعَةٌ مَنْ عُمُرِهِ، في غَيرِ مَا خُلِقَ لَهُ مِنَ الْعِبَادَةِ، لَجَدِيرٌ اَنْ تَطُولَ عَلَيْهِ حَسْرَتُهُ

Artinya: Pertanda bahwa Allah Taala sedang berpaling dari hamba adalah disibukkannya hamba tersebut dengan hal-hal yang tak berfaedah. Dan satu saat saja yang seseorang menghabiskannya tanpa ibadah, maka sudah pantas ia menerima kerugian berkepanjangan.

Semoga Ramadhan yang telah kita lewati membawa manfaat bagi perbaikan diri kita sehingga melewati hari-hari dan bulan-bulan setelahnya dengan lebih baik sampai kita dipertemukan dengan Ramadhan-Ramadhan berikutnya, amin ya rabbal alamin.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

2. Contoh Khutbah Jumat Bulan Syawal 2

الحَمْدُ للهِ الّذِي خَلَقَ الخَلْقَ لِعِبَادَتِهِ، وَأَمْرُهُمْ بِتَوْحِيْدِهِ وَطَاعَتِهِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَكْمَلُ الخَلْقِ عُبُودِيَّةً للهِ، وَأَعْظَمَهُمْ طَاعَةً لَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ. اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,

Marilah kita bertakwa kepada Allah, takwa dalam arti yang sebenarnya.

امْثَالُ الْأَوَامِرِ وَاجْتَنَابُ النَّوَاهِي

"Yaitu menjalankan segala perintah Allah serta menjauhi segala larangan-Nya."

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يحتسب

"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya."

Hadirin Jamaaah Jumat Rahimakumullah,

Kita umat Islam baru saja selesai melaksanakan tugas yang berat yaitu ibadah puasa Ramadhan, dan kita dapat melaksanakan ibadah puasa itu dengan baik selama satu bulan penuh. Tidak makan, tidak minum dan tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Selama puasa Ramadhan kita melawan musuh hawa nafsu. Dan kita sekarang telah menjadi pemenangnya, kita telah kembali menjadi fitrah.

Hadirin Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Tugas umat Islam pasca Ramadhan adalah sebagai berikut:
Pertama, kita harus menjaga iman Islam, kita harus memelihara aqidah islamiyah, kita harus meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT dan kita tetap beribadah dan menyembah Allah SWT.

Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al Baqarah ayat 21:

يَتَأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

"Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu, dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa."

Siapa Tuhan kamu yang harus kamu sembah? Allah berfirman dalam surat Al-Baqaroh ayat: 22


الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَّكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَندَادًا وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

"Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu, dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui".

Hadirin Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Tugas kedua umat Islam pasca Ramadhan adalah kita harus memelihara ukhuwah Islamiyah, memelihara persaudaraan dan kesatuan. Setelah kita saling maaf memaafkan (melakukan halal bi halal) kita harus memelihara ukhuwah Islamiyah.

Kita tingkatkan persatuan dan kesatuan, umat Islam harus bersatu dalam memperjuangkan Islam, umat Islam harus bersatu dalam menegakkan kebenaran dan keadilan, umat Islam harus bersatu dalam menegakkan amar ma'raf nahi munkar, umat Islam harus bersatu dalam membangun bangsa dan negara memberantas kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Allah berfirman dalam surat Ali-Imran ayat 103:

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَقُوْا

"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai".

Maksud berpegang teguhlah kamu semua kepada tali Allah pada ayat tersebut adalah kita harus berpegang teguh kepada agama Allah yaitu agama Islam. Selama hidup di dunia manusia harus berpegang teguh kepada ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Quranul karim dan hadits Rasulullah SAW.

Jika manusia dalam hidupnya tidak berpedoman kepada Al-Quran dan hadits Rasulullah SAW pasti mereka akan sesat-sesat dan menyesatkan. Dalam meningkatkan persatuan dan kesatuan sesama muslim, Rasulullah SAW bersabda:

لا تَحَاسَدُوْ وَلَا تَنَاجَسُوْ وَلَا تَبَا غَضُوا وَلَا تَدَبَرُوا وَلَا يَبِيعُ بَيْعَ بَعْضٍ وَكُونُو اعِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُ الْمُسْلِمْ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَحْدُ لَهُ وَلَا يَحْفِرُهُ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)

"Janganlah kalian saling hasut, saling memuji barang dagangan secara berlebihan. Janganlah kalian saling benci, saling berpaling, janganlah kamu berjual-beli kepada orang yang jual-beli dengan orang lain, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara, sesama muslim adalah saudara, dia tidak menganiaya, mengecewakan dan tidak menghina". (H. R. Muslim)

Hadirin sidang Jumat Rohimakumullah,

Tugas umat Islam yang ketiga pasca Ramadhan adalah meningkatkan ibadah dan amal shaleh. Karena arti Syawal itu berarti meningkat, maka umat Islam harus meningkatkan ibadahnya kepada Allah, meningkatkan amal shaleh.

Selama sebulan penuh dibulan Ramadhan, umat Islam digembleng dengan berbagai ibadah dan amalan-amalan. Karena itu selepas dari Ramadhan masuk bulan Syawal semangat ibadah umat Islam tidak boleh surut. Justru sebaliknya amal ibadah kita harus terus ditingkatkan lagi.

Allah berfirman dalam surat Fushshilat ayat 30:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّة الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ.

"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih, dan gembirakanlah mereka dengan memperoleh surga, yang telah dijanjikan Allah kepadamu".

Hadirin jamaah Jumat Rahimakumullah,
Maksud Istiqomah pada ayat tersebut adalah bahwa kita melakukan ibadah dan amal saleh harus dilakukan secara terus menerus (langgeng) dilakukan secara mudawamah. Orang melakukan amal sholeh secara istiqomah, maka orang tersebut akan didatangi malaikat pada saat berada dalam alam kubur seraya mengatakan janganlah kamu takut terhadap apa yang akan terjadi pada dirimu dan tak perlu kamu sedih terhadap apa yang telah kamu tinggalkan di dunia.

Tetapi bergembiralah kamu dengan Surga yang telah dijanjikan oleh Allah kepadamu waktu di dunia melalui Rasulullah SAW.

3. Contoh Khutbah Jumat Bulan Syawal 3

الحَمْدُ للهِ الّذِي لَهُ مَا فِي السمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ وَلَهُ الحَمْدُ فِي الآخرَة الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وهو الرّحِيم الغَفُوْر. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ الهَادِيْنَ لِلصَّوَابِ وَعَلَى التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ اْلمَآبِ

اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Ramadhan telah lewat dan kita memasuki bulan Syawal lalu bulan-bulan berikutnya yang mungkin bagi kebanyakan orang "kurang istimewa". Ramadhan yang istimewa hadir dengan janji pelipatgandaan pahala, menekankan pengekangan hawa nafsu, dan momen menumpuk amal saleh sebanyak-banyaknya. Ramadhan dengan demikian menjadi saat-saat penggemblengan hamba menjadi orang yang semakin dekat dengan Allah atau dalam bahasa Al-Qur'an mencetak insan yang bertakwa (la'allakum tattaqûn).

Di dalam Ramadhan umat Islam dianugerahi sebuah malam spesial bernama Lailatul Qadar yang setara dengan seribu bulan. Artinya melakukan satu amal kebaikan pada malam itu setara dengan seribu amal kebaikan pada malam-malam di luarnya. Tidurnya orang berpuasa bernilai ibadah, diamnya orang yang berpuasa bernilai tasbih, doanya dikabulkan, dan balasan atas perbuatan baiknya dilipatgandakan.

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

"Setiap amal kebaikan manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta'ala berfirman (yang artinya), "Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi." (HR al-Bukhari dan Muslim).

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Yang menjadi pertanyaan, mengapa Allah memberikan anugerah yang luar biasa semacam itu? Hal ini bisa dipahami setidaknya dalam dua sudut pandang. Pertama, ini merupakan kemurahan dari Allah untuk hamba-Nya. Sebagaimana Allah mengistimewakan hari Jumat di tengah hari-hari lain dalam satu minggu, Allah pun mengistimewakan Ramadhan di tengah bulan-bulan lain dalam satu tahun. Momen tersebut menjadi kesempatan terbaik bagi setiap hamba meningkatkan

Kedua, Ramadhan juga bisa dibaca sebagai sindiran kepada mereka yang umumnya terlalu tenggelam dengan kesibukan duniawi. Jam-jamnya, hari-harinya, dan bulan-bulannya, dipenuhi dengan aktivitas untuk kepentingan dirinya sendiri-atau paling jauh untuk keluarga sendiri. Sementara kegiatan yang benar-benar diniatkan untuk ibadah mendekatkan diri kepada Allah nyaris terlupakan.

Kita sering mendengar seorang ibu yang merayu anaknya dengan iming-iming hadiah untuk mencegahnya dari tindakan-tindakan bandel tertentu. Jangan-jangan Ramadhan adalah hadiah karena Allah tahu kita terlalu "bandel", tak cukup waktu untuk bermesraan dengan-Nya, tak banyak waktu untuk mengingat-Nya. Itulah mengapa pada malam Lailatul Qadar kita justru dianjurkan banyak meminta ampun dengan membaca:

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ اْلعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

"Ya Allah Engkaulah maha pengampun, senang kepada ampunan, maka ampunilah aku."

Anjuran memohon ampunan adalah sinyal bahwa umat manusia memiliki kecenderungan berbuat lalai dan dosa. Ini adalah pesan tentang pentingnya muhasabah atau introspeksi diri seberapa besar kesalahan kita selama ini. Sudahkah seluruh harta yang kita makan didapatkan dengan cara yang halal? Sudahkah kita bebas dari tindakan menyakiti orang lain? Seberapa ikhlas kita meninfakkan sebagian kekayaan kita untuk di luar kepentingan kita? Seberapa semangat kita beribadah dibanding semangat kita melakukan aktivitas dunia? Dan seterusnya dan sebagainya.

Pembicaraan ampunan juga muncul dalam janji dalam sebuah hadits bahwa siapa yang berpuasa Ramadhan karena keimanan dan mengharap pahala dari Allah akan mendapat ampunan atas dosa-dosanya yang telah lewat (man shâma ramadhâna îmânan wa-htisâbah ghufira lahu mâ taqaddama min dzanbihi). Ini juga menyiratkan pesan tentang betapa manusia telah melewati hari-hari mereka dengan penuh kedurhakaan. Melalui Ramadhan dan Lailatul Qadar, dosa-dosa yang pernah kita lakukan diharapkan terhapuskan.

Memahami Ramadhan sebagai momen koreksi diri merupakan hal yang penting agar kita menghargai waktu dengan cara mengisinya secara positif dan memiliki kaitan dengan pendekatan diri kepada Allah subhânahu wata'âlâ. Tidak meremehkan bulan-bulan di luar Ramadhan. Imam Al-Ghazali mengatakan, ketika seseorang disibukkan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat dalam kehidupannya di dunia, maka sesungguhnya ia sedang menghampiri suatu kerugian yang besar. Sebagaimana yang ia nyatakan-dengan mengutip hadits-dalam kitab Ayyuhal Walad:

عَلاَمَةُ اِعْرَاضِ اللهِ تَعَالَى عَنِ الْعَبْدِ، اشْتِغَالُهُ بِمَا لاَ يَعْنِيهِ، وَ اَنﱠ امْرَأً ذَهَبَتْ سَاعَةٌ مَنْ عُمُرِهِ، في غَيرِ مَا خُلِقَ لَهُ مِنَ الْعِبَادَةِ، لَجَدِيرٌ اَنْ تَطُولَ عَلَيْهِ حَسْرَتُهُ

Artinya: "Pertanda bahwa Allah ta'ala sedang berpaling dari hamba adalah disibukkannya hamba tersebut dengan hal-hal yang tak berfaedah. Dan satu saat saja yang seseorang menghabiskannya tanpa ibadah, maka sudah pantas ia menerima kerugian berkepanjangan."

Semoga Ramadhan yang telah kita lewati membawa manfaat bagi perbaikan diri kita sehingga melewati hari-hari dan bulan-bulan setelahnya dengan lebih baik sampai kita dipertemukan dengan Ramadhan-Ramadhan berikutnya. Wallahu a'lam bish-shawâb.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

4. Contoh Khutbah Jumat Bulan Syawal 4

اَلْحَمْدُ للهِ حَمْداً يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَه، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلَالِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَلِعَظِيْمِ سُلْطَانِك. سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِك. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَه، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُه. خَيْرَ نَبِيٍّ أَرْسَلَه. أَرْسَلَهُ اللهُ إِلَى الْعَالَمِ كُلِّهِ بَشِيرْاً وَنَذِيْراً. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً وَسَلَاماً دَائِمَيْنِ مُتَلَازِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن. أَمَّا بَعْدُ فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: وَلْيَعْفُوْا وَلْيَصْفَحُوْاۗ اَلَا تُحِبُّوْنَ اَنْ يَّغْفِرَ اللّٰهُ لَكُمْۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah

Pada siang hari yang mulia ini, khatib mengajak jamaah sekalian dan tentunya diri khatib pribadi untuk senantiasa menjaga sekaligus meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah ta'ala. Takwa sebagaimana didefinisikan oleh para ulama, yaitu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Semoga ketakwaan dapat menjadi wasilah kita mendekatkan diri kepada Allah.

Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah

Dua hari lalu kita semua telah menjalankan hari raya Idul Fitri, hari yang sungguh istimewa bagi kita semua. Rasa bahagia dan senang kian meningkat tatkala kita bertemu sanak saudara kita, para tetangga yang lama tak bertemu serta kawan-kawan dan kerabat.

Idul fitri menjadi momen bagi kita untuk saling memaafkan, meskipun meminta atau memberi maaf tidak hanya dilakukan saat Idul Fitri berlangsung, namun momen ini cukup penting bagi masing-masing dari kita untuk meminta maaf kepada siapapun, baik keluarga, tetangga, teman dan sahabat atas khilaf yang pernah dilakukan, baik secara sadar maupun tidak.

Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah

Meminta maaf dan memaafkan merupakan sikap yang menunjukkan permohonan atau pemberian pengampunan dan pembebasan atas kesalahan diri kita dan orang lain. Tindakan memaafkan melibatkan kesediaan kita untuk melepaskan dendam dan kebencian terhadap orang yang melakukan kesalahan, serta memberikan kesempatan dan ruang untuk menjalin kembali hubungan yang telah rusak.

Memberikan maaf dapat membantu seseorang untuk melepaskan beban emosional negatif seperti kemarahan, kesedihan, atau kebencian, sehingga ia dapat merasa lebih damai, bahagia, dan stabil secara emosional. Memaafkan juga dapat menghapuskan luka dalam hati sehingga tidak berlarut-larut dalam rasa dendam.

Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah

Agama Islam cukup vokal dalam menganjurkan sikap saling memaafkan. Bagi orang yang berbuat salah hendaknya meminta maaf dan orang yang diperlakukan kurang atau tidak baik disaat dimintakan maaf maka hendaknya memberikan maaf bagi pelaku. Allah ta'ala berirman dalam Al-Quran surat An-Nur ayat 22:

وَلْيَعْفُوْا وَلْيَصْفَحُوْاۗ اَلَا تُحِبُّوْنَ اَنْ يَّغْفِرَ اللّٰهُ لَكُمْۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya, "Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS An-Nur:22).

Ayat di atas secara gamblang menghimbau kita untuk memaafkan orang lain serta mengingatkan kita di kala enggan memberikan maaf, "Bukankah apabila kita di posisi mereka pun ingin sekali dibukakan pintu maaf?", "Bukankah Allah ta'ala pun Maha Pemaaf terhadap hamba-hamba-Nya, menggapa kia tidak kunjung memberi maaf atas kekhilafan orang lain terhadap kita. Padahal kita adalah hamba Allah yang Maha Pemurah dalam memberikan ampunan pada kita?"

Dalam tafsirnya, Syekh Wahbah az-Zuhaili menjelaskan tafsir ayat tersebut, bahwa seorang mukmin dianjurkan mesti memiliki karakter sebagaimana sifat-sifat Allah yang Maha Pemaaf, sehingga ia pun mudah memaafkan kesalahan orang lain. Memaafkan layaknya jika ia berdosa, Allah akan mengampuni dosa-dosanya. Maka maafkan juga orang lain jika berbuat salah kepadamu.

Nabi Muhammad saw juga bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh At-Thabrani dari Jarir: "Siapapun yang tidak menunjukkan belas kasihan, dia pun tidak akan mendapatkan belas kasihan." (Syekh Wahbah az-Zuhaili, At-Tafsir al-Munir, [Beirut: Darul Fikr, 1418], jilid XVIII, hal. 190).

Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menjelaskan bahwa memberikan maaf kepada orang lain yang pernah berlaku tidak selayaknya terhadap kita tidak akan serta merta menurunkan derajat dan martabat kita. Justru sebaliknya, memaafkan akan menaikkan derajat kita, sebagai sabda Nabi saw:

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ

Artinya, "Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaannya. Dan tidak ada orang yang merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya." (HR Muslim)

Berkaitan dengan hadits di atas, Imam an-Nawawi dalam Syarh Muslim menjelaskan, orang-orang yang pemaaf itu mendapatkan kekuasaan dan keagungan di hati orang lain, serta akan meningkatkan derajat dan kemuliaannya. Selain itu, memaafkan juga adalah perbuatan yang menuai pahala dan kemuliaan di akhirat kelak. (Imam an-Nawawi, Syarh Nawawi 'ala Muslim, [Beirut: Dar Ihya at-Turats, 1392], jilid XVI, hal. 141).

Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah

Sebagai penutup, mari kita renungkan betapa pentingnya saling memaafkan dalam membawa kedamaian dan keberkahan dalam hidup kita, terutama di momen yang penuh berkah seperti Hari Raya ini. Dengan saling memaafkan, kita bukan hanya meraih ketenangan dalam diri sendiri, tetapi juga mengangkat martabat kita di hadapan Allah SWT.

Mari kita tinggalkan belenggu dendam dan kesombongan, serta berlomba-lomba dalam kebaikan dengan hati yang penuh lapang dan kasih sayang. Semoga setiap langkah kita di masa mendatang dipenuhi dengan kebaikan, dan semoga kita semua dapat merasakan kedamaian yang sejati dengan saling memaafkan

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

5. Contoh Khutbah Jumat Bulan Syawal 5

الحَمْدُ للهِ الّذِي خَلَقَ الخَلْقَ لِعِبَادَتِهِ، وَأَمْرُهُمْ بِتَوْحِيْدِهِ وَطَاعَتِهِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَكْمَلُ الخَلْقِ عُبُودِيَّةً للهِ، وَأَعْظَمَهُمْ طَاعَةً لَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ. اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا

Jamaah shalat jum'at hafidhakumullah,

Baru saja kita melaksanakan ibadah puasa di Bulan suci Ramadhan. Bulan tersebut hadir sebagai bulan yang paling istimewa di antara sebelas bulan lainnya. Keistimewaannya pun terlihat dari dorongan untuk memperbanyak ibadah dengan janji pelipatgandaan pahala bagi orang-orang yang tekun beribadah kepada Allah. Sebuah bulan yang hari demi harinya, jam demi jamnya, dan menit demi menitnya, detik demi detiknya sangat berharga. Bagaimana tidak bernilai, bila tidur orang puasa saja dimasukkan sebagai perbuatan ibadah, diamnya setara dengan membaca tasbih, dan amal kebaikan sejajar dengan amal berlipat-lipat di luar Ramadhan.

Atas dasar keutamaan ini, tidak heran bila banyak orang berbondong-bondong menunaikan ibadah Ramadhan sebanyak-banyaknya. Mereka tidak hanya menahan makan dan minum, tapi juga menjalankan rutinitas di luar amalan fardhu. Mereka mulai memenuhi masjid, gemar bertadarus Al-Qur'an, dzikir, shalat tarawih, memberi hidangan berbuka puasa, dan amalan-amalan sunnah lainnya.

Jamaah shalat jum'at hafidhakumullah,

Tentu sangat menggembirakan menyaksikan gairah baru yang positif seiring dengan tibanya bulan penuh berkah tersebut. Masyarakat menjadi tampak semakin religius. Meskipun, kita tahu semangat yang sama tidak dialami oleh semua orang. Tetapi, setidaknya kita melihat gejala perkembangan yang lebih baik setidaknya selama satu bulan. Ramadhan mendorong banyak orang untuk mengubah diri, istirahat sejenak dari kesibukan duniawi yang melelahkan, dan meninggalkan hal-hal buruk.

Semoga seluruh amalan tersebut terlaksana atas dasar keimanan yang kokoh sehingga dapat membersihkan kotoran-kotoran masa lalu, sebagaimana sabda Nabi:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah Ta'ala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (Muttafaqun 'alaih)

Jamaah shalat jum'at hafidhakumullah,

Peningkatan intensitas dan frekuensi ibadah adalah hal yang baik. Hanya saja kita perlu seksama agar segenap upaya yang kita curahkan untuk beribadah tidak menguap sia-sia. Menguap sia-sia? Ya, ibadah tidak otomatis pasti bernilai ibadah. Ibadah juga mengandung jebakan-jebakan yang bila seorang hamba tidak hati-hati akan terperosok ke dalamnya.

Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali dalam kitab al-Kasyfu wat Tabyin menyebutnya sebagai al-maghrurin (para ibadah ibadah yang tertipu). Menurut Imam al-Ghazali, ketertipuan tersebut karena seorang ahli ibadah keliru dalam menempatkan skala prioritas.

Tipuan (ghurur) itu terjadi antara lain ketika seseorang hanyut dalam kesibukan ibadah-ibadah sunnah dan mengabaikan hal-hal yang wajib.

Beliau antara lain menyebut:

أَهْمَلُوْا الفَرَائِضَ وَاشْتَغَلُوا بِالنَّوَافِل، وَرُبَّمَا تَعَمَّقُوا فِيها حَتّى يَخْرُجُوْا إِلى السَّرَف والعدوان

"Mereka (ahli ibadah yang tertipu) mengabaikan hal-hal fardhu dan menyibukkan diri pada hal-hal sunnah. Kadang mereka tenggelam dalam kesibukan itu hingga sampai pada perilaku berlebih-lebihan dan permusuhan."

Orang bisa saja sangat bersemangat menjalankan ibadah shalat tahajud dini hari sampai subuh. Tapi jika karena perbuatannya itu ia meninggalkan shalat subuh maka ia sesungguhnya sedang tertipu. Atau seseorang bisa saja aktif membangunkan sahur orang lain, tapi bila cara-cara yang digunakan mengganggu orang lain, seperti dengan membunyikan petasan, orang tersebut sesungguhnya juga tertipu. Sebab, ibadah mengajak orang sahur tidak boleh menelantarkan kewajiban kita untuk tidak mengusik ketenteraman orang lain.

Contoh lain di sekitar tentang hamba yang terperdaya ini adalah ketika seseorang sibuk soal shalat tarawih, memperdebatkan jumlah rakaatnya yang paling afdhal, menghujat pihak yang tidak sepaham, lalu menimbulkan pertengkaran antarkompok tidak sepaham. Padahal, melaksakan shalat tarawih adalah sunnah, sementara menjaga kerukunan dan persatuan adalah wajib. Terawih adalah perbuatan baik. Namun akan sayang sekali bila perbuatan baik tersebut lantas mengorbankan perbuatan lain yang lebih baik.

Jamaah shalat jum'at hafidhakumullah,

Seorang terperdaya dengan ibadahnya juga ketika ia terlalu sibuk dengan tampilan luar daripada substansi. Misalnya pada kasus orang bertadarus Al-Qur'an. Mungkin ia sanggup mengkhatamkannya hanya dalam sehari semalam, menikmati tiap nada lantunan yang diekspresikan. Namun saat hatinya melayang-layang pada urusan duniawi, lupa akan makna lafal yang dibaca, hamba itu sesungguhnya sedang tertipu. Menurut Al-Ghazali, substansi membaca Al-Qur'an adalah meresapi makna di dalamnya. Sebab lezatnya Al-Qur'an bersumber dari makna, bukan dari lagu atau keindahan suara pembacanya.

Soal mengabaikan substansi ini sering kita dapati dalam banyak kasus ibadah-ibadah lain. Wudhu, sembahyang, sedekah, sekolah, puasa, zakat, haji, umrah, ikut pengajian, dan sejenisnya. Kerapkali perkara-perkara teknis mengalihkan fokus orang dari peduli terhadap tujuan dan aspek-aspek yang lebih substansial. Belum lagi bila ibadah-ibadah itu kemudian ditempeli sifat-sifat tercela, seperti pamer, bangga diri, ingin dipuji, dan lain-lain.

Penjelasan ini bukan berarti ibadah-ibadah yang sunnah tidak penting, atau perkara teknis sama sekali tidak dibutuhkan. Keterangan ghurur tersebut hendak mengingatkan kita bahwa jangan sampai urusan-urusan sekunder itu membuat kita lalai akan urusan-urusan primer, ibadah sunnah mengantarkan kita untuk mengabaikan ibadah wajib. Yang ideal tentu saja adalah kita sanggup melaksanakan kedua-duanya secara maksimal.

Semoga penjelasan ini mampu mengoreksi ibadah-ibadah alfaqir (khatib) pribadi dan jamaah sekalian sehingga kita semua bisa menambah keimanan dan ketaqwaan kita pasca Ramadhan dengan lebih baik. Amiin ya rabbal 'âlamîn. Wallâhu a'lam bish shawâb.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Baca halaman selanjutnya.

6. Contoh Khutbah Jumat Bulan Syawal 6

اَلْحَمْدُ للهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ في مُحْكَمِ كِتَابِهِ: مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ خَيْرٌ مِنْهَا وَهُمْ مِنْ فَزَعٍ يَوْمَئِذٍ آمِنُونَ، وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَكُبَّتْ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ هَلْ تُجْزَوْنَ إِلَّا مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (النمل: ٨٩-٩٠) ـ

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Mengawali khutbah yang singkat ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan ketakwaan dan keimanan kita kepada Allah subhanahu wa ta'ala dengan menjalankan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari segala yang dilarang dan diharamkan.

Hadirin yang dirahmati oleh Allah,

Sebelum Ramadhan datang, kita selalu menantinya dengan penuh kerinduan. Setelah ia pergi meninggalkan kita, saatnya kini kita bermuhasabah dan mengingat-ingat kembali apa yang telah kita lakukan pada bulan yang penuh keberkahan itu. Apabila kita telah beramal dengan baik selama Ramadhan, marilah kita pertahankan dan tingkatkan setelah Ramadhan. Jika kita termasuk orang-orang yang lalai dalam melakukan kewajiban atau teledor dalam menjauhi larangan selama Ramadhan, marilah kita segerakan diri kita untuk bertaubat dengan taubatan nashuha. Segera kita perbaiki diri kita sebelum maut menjemput.

Hadirin yang dirahmati Allah,

Meskipun bulan yang penuh ampunan, rahmah dan pelipatgandaan pahala itu telah berlalu, akan tetapi waktu untuk melakukan kebaikan tidaklah pernah berlalu kecuali dengan kematian. Shiyam dan qiyam tetap dianjurkan sepanjang tahun. Puasa dan berbagai ibadah yang lain tetap diperintahkan di luar Ramadhan. Islam memberikan kesempatan kepada kita untuk meneruskan dan melestarikan ibadah puasa. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan kepada kita untuk berpuasa 6 hari di bulan Syawal dalam sabdanya:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)ـ

Maknanya: "Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian mengikutinya dengan berpuasa 6 hari di bulan syawal, maka ia seperti puasa sepanjang tahun" (HR Muslim).

Di samping itu juga ada puasa sunnah Senin-Kamis. Ada puasa sunnah tiga hari (al-ayyam al-bidh) pada tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan, dan ada beberapa puasa sunnah yang lain.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga menganjurkan agar kita melakukan shalat malam sepanjang tahun, tidak hanya pada bulan Ramadhan. Baginda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

رَحِمَ اللهُ رَجُلًا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى، وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ، فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ، وَرَحِمَ اللهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ، وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَصَلَّى، فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ (رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ)ـ

Maknanya: "Semoga Allah merahmati seorang suami yang bangun malam, kemudian ia shalat dan membangunkan istrinya, jika istrinya menolak ia percikkah air ke wajahnya, dan semoga Allah merahmati seorang istri yang bangun malam, kemudian ia shalat dan membangunkan suaminya, jika suaminya menolak ia percikkan air ke wajahnya" (HR. Abu Dawud).

Segerakanlah diri kita untuk terus berbuat baik dan melakukan berbagai ketaatan. Mumpung kita masih muda, kita manfaatkan masa muda kita untuk berbuat baik sebelum kita tua. Senyampang kita sehat, kita manfaatkan masa sehat kita untuk berbuat baik sebelum kita sakit. Mumpung punya kesempatan, kita manfaatkan masa sempat kita untuk berbuat baik sebelum datang kesibukan dan kesempitan. Selagi kita hidup, kita manfaatkan masa hidup kita untuk berbuat baik sebelum kita mati. Dunia adalah waktu untuk beramal dan akhirat adalah waktu untuk mempertanggungjawabkan amal. Penyesalan di akhirat tiada guna dan manfaat. Jangan sampai kita tergolong mereka yang mengatakan di akhirat:

يَا حَسْرَتَا عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ الله (الزمر: ٥٦)ـ

Maknanya: "Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam menunaikan kewajiban kepada Allah" (QS Az-Zumar: 56).

Atau termasuk mereka yang ketika melihat adzab, mengatakan:

لَوْ أَنَّ لِي كَرَّةً فَأَكُونَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ (الزمر: ٥٨)ـ

Maknanya: "Seandainya aku dapat kembali ke dunia, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang berbuat baik" (QS Az-Zumar: 58).

Atau termasuk mereka yang ketika diadzab di neraka, mereka mengatakan:

رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ (فاطر: ٣٧)ـ

Maknanya: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari neraka, niscaya kami akan mengerjakan amal saleh yang berlainan dengan apa yang telah kami kerjakan dahulu" (QS Fathir: 37).

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Hendaklah kita senantiasa menjaga dan terus mengerjakan apa yang Allah wajibkan kepada kita. Dalam hadits qudsi, Allah ta'ala berfirman:

ومَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)ـ

Maknanya: "Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada dengan apa yang telah Aku wajibkan kepadanya" (HR Al-Bukhari).

Hadirin yang berbahagia,

Jangan pernah meremehkan kebaikan sekecil apa pun. Bukankah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan agar kita menjaga diri kita dari api neraka walaupun hanya dengan bersedekah separuh dari satu biji kurma? Bukankah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menceritakan kepada kita dalam sebuah hadits shahih riwayat Imam Muslim mengenai seorang perempuan pezina yang diampuni dosanya karena menolong seekor anjing yang sedang kehausan?

Jangan pula sekali-kali meremehkan dosa dan maksiat lalu kita melakukannya dengan dalih ini hanya dosa kecil. Karena dosa kecil yang dilakukan terus menerus dapat membuka jalan menuju dosa besar. Dan dosa besar adalah perantara dan jalan menuju kekufuran. Seseorang yang melakukan dosa besar terus menerus dikhawatirkan nantinya mati dalam keadaan su'ul khatimah. Na'udzu billahi min dzalik.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berpesan:

إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ (رواه الطبراني)ـ

Maknanya: "Jauhilah oleh kalian dosa-dosa kecil" (HR Ath-Thabarani).

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Setelah Ramadhan, marilah kita perkuat iman dengan terus istiqamah berbuat kebaikan. Iman akan menguat seiring semakin banyaknya kebaikan yang dilakukan. Dan iman akan melemah seiring dengan semakin banyaknya maksiat yang dikerjakan. Sedikit yang dilakukan secara istiqamah lebih baik daripada banyak yang tidak diistiqamahkan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ (أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ)ـ

Maknanya: "Sebaik-baik perbuatan menurut Allah adalah yang dirutinkan meskipun sedikit" (HR al-Bukhari dan Muslim).

Terakhir, jangan pernah bosan dan puas dengan ilmu agama yang telah dipelajari. Setelah Ramadhan, kita lanjutkan bermajelis ilmu. Baginda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لَا يَشْبَعُ مُؤْمِنٌ مِنْ خَيْرٍ يَسْمَعُهُ حَتَّى يَكُوْنَ مُنْتَهَاهُ الْجَنَّةَ (رَوَاهُ ابْنُ حِبَّانَ وَالتِّرمِذِيُّ)ـ

Maknanya: "Seorang mukmin tidak semestinya merasa puas dengan kebaikan yang ia dengarkan hingga kehidupannya berujung masuk ke dalam surga" (HR Ibnu Hibban dan at-Tirmidzi).

Hadirin yang dirahmati Allah,

Demikian khutbah yang singkat ini. Mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

7. Contoh Khutbah Jumat Bulan Syawal 7

اَلْحَمْدُ لِلهِ وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْاِحْسَانِ، وَمُضَاعِفِ الْحَسَنَاتِ لِذَوِي الْاِيْمَانِ وَالْاِحْسَانِ، اَلْغَنِيِّ الَّذِيْ لَمِ تَزَلْ سَحَائِبُ جُوْدِهِ تَسِحُّ الْخَيْرَاتِ كُلَّ وَقْتٍ وَأَوَانٍ، العَلِيْمِ الَّذِيْ لَايَخْفَى عَلَيْهِ خَوَاطِرُ الْجَنَانِ، اَلْحَيِّ الْقَيُّوْمِ الَّذِيْ لَاتَغِيْضُ نَفَقَاتُهُ بِمَرِّ الدُّهُوْرِ وَالْأَزْمَانِ، اَلْكَرِيْمِ الَّذِيْ تَأَذَّنَ بِالْمَزِيْدِ لِذَوِي الشُّكْرَانِ. أَحْمَدُهُ حَمْدًا يَفُوْقُ الْعَدَّ وَالْحُسْبَانَ، وَأَشْكُرُهُ شُكْرًا نَنَالُ بِهِ مِنْهُ مَوَاهِبَ الرِّضْوَانِ

أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ دَائِمُ الْمُلْكِ وَالسُّلْطَانِ، وَمُبْرِزُ كُلِّ مَنْ سِوَاهُ مِنَ الْعَدَمِ اِلَى الْوِجْدَانِ، عَالِمُ الظَّاهِرِ وَمَا انْطَوَى عَلَيْهِ الْجَنَانُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَخِيْرَتُهُ مِنْ نَوْعِ الْاِنْسَانِ، نَبِيٌّ رَفَعَ اللهُ بِهِ الْحَقَّ حَتَّى اتَّضَحَ وَاسْتَبَانَ. صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدْقِ وَالْاِحْسَانِ. أَمَّا بَعْدُ، أَيُّهَا الْاِخْوَانُ أُوْصِيْكُمْ وَاِيَايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ، بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: ياأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT yang terus menerus memberikan kita semua nikmat, hidayah, dan inayah untuk terus istiqamah dalam menjalankan ibadah kepada-Nya, sehingga kita bisa menunaikan kewajiban puasa di bulan Ramadhan dengan penuh semangat dan istiqamah. Shalawat dan salam mari kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad saw beserta para sahabat dan pengikutnya.

Selanjutnya, melalui mimbar yang mulia ini, khatib mengajak kepada diri khatib sendiri, keluarga, dan semua jamaah yang turut hadir pada pelaksanaan shalat Jumat ini, untuk terus istiqamah dalam menjalankan ibadah dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt, serta menjauhi semua larangan-larangan-Nya. Sebab, tidak ada bekal yang paling baik untuk kita bawa menuju akhirat selain ketakwaan.

Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah

Saat ini kita semua sudah berada di penghujung bulan Ramadhan, itu artinya sebentar lagi bulan yang penuh berkah dan ampunan ini akan meninggalkan kita semua dan akan datang di tahun berikutnya, entah kita semua masih ada di bulan tersebut, atau justru kematian sudah mendahuluinya. Oleh karenanya, mari sejenak kita evaluasi perihal ibadah-ibadah yang kita lakukan selama bulan Ramadhan ini. Sudah benarkah ibadah yang kita lakukan, mulai dari puasa, shalat, zakat, dan lainnya?

Pada dasarnya, kita semua diwajibkan oleh Allah swt untuk berpuasa selama satu bulan bukan dengan tujuan lapar, dahaga, dan merasakan kesukaran. Namun, di balik semua itu terdapat hikmah yang sangat banyak.

Hikmah yang pertama yaitu agar dengan berpuasa kita semua bisa menjadi hamba yang bertakwa kepada Allah swt. Sebagaimana tujuan pokok diwajibkannya puasa kepada orang-orang yang beriman yaitu agar mereka bisa menjadi hamba yang bertakwa. Hal ini sebagaimana telah ditegaskan oleh Allah dalam Al-Qur'an, Dia berfirman:

ياأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya, "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sbelum kamu agar kamu bertakwa." (QS Al-Baqarah [2]: 183)

Ayat di atas merupakan memiliki nilai adiluhung, bahwa puasa seharusnya bisa menjadi mediator bagi kita semua untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Dengan berpuasa, seseorang sudah berkomitmen menyempurnakan ketakwaannya, sebagaimana devinisi dari takwa itu sendiri yaitu, mengerjakan semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Dari tujuan tersebut, mari kita evaluasi kembali ibadah puasa yang kita lakukan selama ini, apakah sudah menjadikan kita hamba yang benar-benar bertakwa kepada-Nya? Sudahkan puasa menjadikan kita hamba yang benar-benar semangat dalam meningkatkan ibadah dan ketaatan kepada-Nya? Atau justru ibadah yang kita lakukan selama ini tidak memberikan bekas apa-apa pada diri kita, nauzubillah min zalik.

Cara paling gampang untuk mengetahui ibadah puasa kita diterima atau tidak oleh Allah swt adalah dengan melihat semangat dan konsistensi kita untuk terus beribadah setelah bulan Ramadhan. Jika terus semangat, menunjukkan bahwa ibadah yang kita lakukan selama bulan Ramadhan menjadi ibadah yang diterima. Jika tidak semangat, menunjukkan bahwa ibadah kita selama ini ditolak oleh Allah. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnu Rajab dalam Kitab Lathaiful Ma'arif, yaitu:

عَلاَمَةُ قَبُوْلِ الطَّاعَةِ أَنْ تُوْصَلَ بِطَاعَةٍ بَعْدَهَا وَ عَلَامَةُ رَدِّهَا أَنْ تُوْصَلَ بِمَعْصِيَةٍ. مَا أَحْسَنَ الْحَسَنَةِ بَعْدَ الْحَسَنَةِ وَأَقْبَحَ السَّيِّئَةِ بَعْدَ الْحَسَنَةِ

Artinya, "Tanda-tanda diterimanya ketaatan adalah dengan konsisten terus beribadah setelahnya. Dan tanda-tanda ditolaknya ketaatan adalah dengan melakukan kemaksiatan setelahnya. Betapa mulianya suatu ibadah yang dilakukan setelah ibadah yang lain, dan betapa jeleknya sebuah keburukan yang dilakukan setelah ibadah."

Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah

Puasa sama halnya dengan shalat. Dalam Al-Qur'an Allah menjanjikan kebaikan bagi orang-orang yang melakukannya, dan juga bisa meninggalkan setiap kejelekan dan keburukan bagi yang melakukannya. Namun, betapa banyak dari mereka yang melakukan shalat tapi masih saja bermaksiat. Semua itu tidak lain disebabkan ketika melakukan shalat masih banyak aturan-aturan yang tidak terpenuhi.

Begitu juga dengan puasa. Jika puasa yang kita lakukan selama ini tidak bisa meningkatkan imunitas ketakwaan kepada Allah, menunjukkan bahwa puasa ada yang kita jalani selama satu bulan ini ada salah, ada yang kurang baik, dan ada penghalang yang membuatnya tidak bisa meningkatkan ketakwaan. Salah satu perbuatan yang bisa merusak terhadap ibadah puasa adalah dengan berbohong, berkata kotor, dan membicarakan keburukan orang lain, sebagaimana yang ditegaskan oleh Nabi dalam salah satu haditsnya, yaitu:

الصَّوْمُ جُنَّةٌ مَا لَمْ يَخْرِقْهَا. بِمَ يُخْرِقُهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: بِكَذْبٍ أَوْ بِسَبَّابٍ أَوْ بِغِيْبَةٍ أَوْ نَمِيْمَةٍ

Artinya, "Puasa adalah benteng, selama engkau tidak membakarnya. Para sahabat bertanya, dengan apa bisa membakarnya, wahai Rasulullah? Nabi menjawab: dengan berbohong, berkata kotor, membicarakan keburukan orang lain, dan adu domba." (HR An-Nasa'i).

Dengan berpijakan pada hadits di atas, bisa kita koreksi kembali, sudahkah kita meninggalkan perbuatan-perbuatan yang bisa merusak pahala puasa di atas selama bulan Ramadhan? Jika sudah, mari kita bersyukur kepada Allah yang telah memberikan kita pertolongan agar tidak terjerumus kepadanya. Dan jika tidak, maka tidak heran jika puasa tidak bisa memberikan efek positif sedikit pun kepada kita semua.

Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah

Demikian khutbah Jumat perihal evaluasi ibadah puasa selama bulan Ramadhan. Semoga bisa membawa manfaat dan keberkahan bagi kita semua, dan digolongkan sebagai hamba yang istiqamah dalam menjalankan semua perintah dan menjauhi larangan-Nya. Amin ya rabbal alamin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الصَّلَاةِ وَالصَّدَقَةِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْاَنِ وَجَمِيْعِ الطَّاعَاتِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

8. Contoh Khutbah Jumat Bulan Syawal 8

اَلْحَمْدُ لِلهِ وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْاِحْسَانِ، وَمُضَاعِفِ الْحَسَنَاتِ لِذَوِي الْاِيْمَانِ وَالْاِحْسَانِ، اَلْغَنِيِّ الَّذِيْ لَمِ تَزَلْ سَحَائِبُ جُوْدِهِ تَسِحُّ الْخَيْرَاتِ كُلَّ وَقْتٍ وَأَوَانٍ، العَلِيْمِ الَّذِيْ لَايَخْفَى عَلَيْهِ خَوَاطِرُ الْجَنَانِ، اَلْحَيِّ الْقَيُّوْمِ الَّذِيْ لَاتَغِيْضُ نَفَقَاتُهُ بِمَرِّ الدُّهُوْرِ وَالْأَزْمَانِ، اَلْكَرِيْمِ الَّذِيْ تَأَذَّنَ بِالْمَزِيْدِ لِذَوِي الشُّكْرَانِ. أَحْمَدُهُ حُمْدًا يَفُوْقُ الْعَدَّ وَالْحُسْبَانِ، وَأَشْكُرُهُ شُكْرًا نَنَالُ بِهِ مِنْهُ مَوَاهِبَ الرِّضْوَانِ

أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ دَائِمُ الْمُلْكِ وَالسُّلْطَانِ، وَمُبْرِزُ كُلِّ مَنْ سِوَاهُ مِنَ الْعَدَمِ اِلَى الْوِجْدَانِ، عَالِمُ الظَّاهِرِ وَمَا انْطَوَى عَلَيْهِ الْجَنَانِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَخِيْرَتُهُ مِنْ نَوْعِ الْاِنْسَانِ، نَبِيٌّ رَفَعَ اللهُ بِهِ الْحَقَّ حَتَّى اتَّضَحَ وَاسْتَبَانَ. صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدْقِ وَالْاِحْسَانِ. أَمَّا بَعْدُ، أَيُّهَا الْاِخْوَانُ أُوْصِيْكُمْ وَاِيَايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ، بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Ma'asyiral muslimin jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah

Syukur alhamdulillah merupakan kata kunci pertama yang harus kita tanamkan dalam diri kita semua atas segala nikmat dan karunia yang Allah berikan, khususnya nikmat iman dan nikmat sehat, sehingga kita bisa terus istiqamah dalam mengerjakan ibadah wajib shalat Jumat ini. Semoga ibadah yang kita lakukan menjadi ibadah yang diterima oleh-Nya. Shalawat dan salam mari kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat dan pengikutnya.

Selanjutnya, melalui mimbar yang mulia ini, khatib mengajak kepada diri khatib sendiri, keluarga, dan semua jamaah yang turut hadir pada pelaksanaan shalat Jumat ini, untuk terus berusaha dan berupaya dalam meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah azza wa jalla. Karena hanya dengan modal takwa, kita semua bisa menjadi hamba yang selamat di dunia dengan karunia-Nya, dan selamat di akhirat dengan keadilan-Nya.

Ma'asyiral muslimin jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah

Sudah hampir satu pekan kita semua berpisah dengan bulan Ramadhan. Ia telah pergi, dan kita tidak tahu apakah masih diberi kesempatan oleh Allah untuk berjumpa kembali dengannya atau tidak. Sebab, kematian tidak ada yang tahu kapan datangnya. Bisa saja, ia lebih dahulu menjemput kita semua sebelum datangnya bulan Ramadhan yang akan datang.

Oleh karena itu, sebelum kematian itu datang, tidak ada yang bisa kita persiapkan selain terus istiqamah dan konsisten dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT, berusaha untuk meningkatkan iman dan takwa, berbuat baik kepada sesama, meninggalkan semua perbuatan-perbuatan yang tidak diridhai oleh-Nya. Dengan upaya dan usaha tersebut, maka kita semua insyaAllah akan tergolong sebagai hamba yang akan mendapatkan ridha dari Allah SWT.

Salah satu upaya untuk meningkatkan iman dan takwa, serta menjadi ibadah yang sangat disenangi oleh Allah SWT adalah puasa. Dengan berpuasa, seseorang akan memiliki derajat istimewa dan balasan yang istimewa pula dari Allah. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah dalam salah satu haditsnya, yaitu:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَهُوَ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ إِنَّمَا يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ مِنْ أَجْلِي

Artinya, "Semua amal ibadah manusia adalah untuknya kecuali puasa, karena puasa itu hanya untuk-Ku, dan Aku-lah yang akan langsung membalasnya. Ia meninggalkan makan dan minumnya semata untuk-Ku." (HR Bukhari dan Ahmad).

Berdasarkan hadits tersebut, puasa merupakan ibadah privat yang hanya diketahui oleh Allah SWT dan orang yang menjalaninya semata. Karenanya, puasa menjadi satu-satunya ibadah yang paling minim bercampur dengan sifat riya (ingin dipuji), sebab dimensi puasa adalah niat dalam hati, bukan gerakan anggota badan, sebagaimana ibadah lainnya.

Ma'asyiral Muslimin jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah

Bulan Syawal ini merupakan bulan yang tepat bagi kita semua untuk kembali merasakan nikmatnya ibadah puasa. Kita semua dianjurkan oleh Rasulullah untuk melakukan puasa selama enam hari pada bulan Syawal, bahkan pahala yang akan didapatkan darinya sangat banyak, dan setara dengan puasa selama satu tahun. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh nabi dalam salah satu haditsnya, yaitu:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ، ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ اَلدَّهْرِ

Artinya: "Barangsiapa puasa Ramadhan, kemudian ia sertakan dengan puasa enam hari dari bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa setahun penuh." (HR Muslim).

Selain segudang pahala yang akan Allah berikan, puasa ini juga bisa menjadi tanda-tanda diterimanya puasa di bulan Ramadhan. Artinya, orang yang mengerjakan puasa enam hari di bulan Syawal menunjukkan bahwa puasanya selama Ramadhan diterima oleh Allah SWT. Imam Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitab Lathaiful Ma'arif fima li Mawasimil 'Am minal Wazhaif mengatakan:

عَلاَمَةُ قَبُوْلِ الطَّاعَةِ أَنْ تُوْصَلَ بِطَاعَةٍ بَعْدَهَا وَ عَلَامَةُ رَدِّهَا أَنْ تُوْصَلَ بِمَعْصِيَةٍ. مَا أَحْسَنَ الْحَسَنَةِ بَعْدَ الْحَسَنَةِ وَأَقْبَحَ السَّيِّئَةِ بَعْدَ الْحَسَنَةِ

Artinya: "Tanda-tanda diterimanya ketaatan adalah dengan konsisten terus beribadah setelahnya. Dan tanda-tanda ditolaknya ketaatan adalah dengan melakukan kemaksiatan setelahnya. Betapa mulianya suatu ibadah yang dilakukan setelah ibadah yang lain, dan betapa jeleknya sebuah keburukan yang dilakukan setelah ibadah."

Ma'asyiral muslimin jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah

Selain menjadi tanda-tanda diterimanya ibadah puasa di bulan Ramadhan, puasa Syawal juga bisa menjadi penutup kekurangan-kekurangan selama bulan mulia tersebut. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Imam Ibnu Rajab dalam kitab Lathaiful Ma'arif, bahwa puasa Syawal memiliki banyak faedah, di antaranya adalah akan menjadi penyempurna puasa Ramadhan, sehingga nilai pahalanya bisa setara dengan puasa setahun. Puasa Syawal juga bisa menjadi penutup kekurangan-kekurangan puasa selama Ramadhan.

Puasa Ramadhan yang kita lakukan selama satu bulan penuh belum tentu sempurna, dan tentunya akan ada banyak sekali kekurangan-kekurangan yang bisa menghilangkan kesempurnaan puasa. Oleh karena itu, puasa Syawal menjadi pilihan yang sangat tepat untuk menutupi semua kekurangan tersebut. Dengan puasa Syawal, itu menunjukkan bahwa kita sedang berupaya untuk meraih kesempurnaan Ramadhan.

Demikian khutbah Jumat perihal menutup kekurangan puasa Ramadhan dengan puasa enam hari di bulan Syawal. Semoga bisa membawa manfaat dan keberkahan bagi kita semua, dan digolongkan sebagai hamba yang istiqamah dalam menjalankan semua perintah dan menjauhi larangan-Nya. Amin ya rabbal alamin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الصَّلَاةِ وَالصَّدَقَةِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْاَنِ وَجَمِيْعِ الطَّاعَاتِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

9. Contoh Khutbah Jumat Bulan Syawal 9

إن ََّالْحَمْد لِل, َُّنَحْمَدُه, َُّوَنَسْتَعّينُه, َُّوَنَسْتَغْفّرُه, َُّوَنَعُوذ ََّّلِلبّا َّْمّن َّشُُُور َّأَنْفُسّنَا ,َّْ
وَمّن َّّسَيِّئَات َّأَعْمَالّنَا َّْ
مَن َّّيَهْدّه ََُّلِلا ََّفَل َّمُضّل َُّلَه, َّْوَمَن َّْيُضْلّل ََّفَل ََّهَادّي َُّلَه .َُّ
أَشْهَدأَن َّل ََّإّلَه َّإّلهللا َُّوَحْدَه ََّل ََّشَُ يْك َُّلَه َُّوَأَشْهَد َّأَن َّمُـحَمدا َُّعَبْدُهوَرَسُولُه .َّ
أَللهُم َِّّصَل ََّو َّْسَلِّم ََّعَل َّسَيِّدّنَا َّمُحَمد ََّو ََّعَل َّّآلّه ََّو َّّصَحْبّه أَجْمَعّيَّ
يَا َّأَيُّهَا ََّالَذّين َّآمَنُوا َّاتقُوا َََّلِلا َّحَق َّّتُقَاتّه ََّوَل َُّتَمَّوتُن َّإّل َّْوَأَنْتُم ََّمُسْلّمُون

Jama'ah sidang Jumat yang dirahmati Allah

Marilah kita bersama sama meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah dengan meningkatkan kualitas ibadah kita kepada Allah, dan menyambungkan apa-apa yg telah diperintahkan serta menjauhkan diri kita dari segala bentuk kemaksiatan kepada Allah.

Pada kesempatan yang mulia ini Khotib akan menyampaikan topik khutbah: Syawal dan Silaturahim.

Jama'ah sholat Jumat yang dimuliakan Allah SWT,

Sesungguhnya menyambung tali silaturahmi merupakan salah satu bentuk kecintaan dan ketakwaan seorang hamba. Hal tersebut dibuktikan dengan hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi"

Menyambung tali silaturahmi sama dengan menyambung hubungan dengan Allah SWT sebagaimana disebutkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA ia berkata sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya Allah SWT menciptakan makhluk, hingga apabila Dia selesai dari (menciptakan) mereka, rahim berdiri seraya berkata: ini adalah kedudukan orang yang berlindung dengan-Mu dari memutuskan.

Dia berfirman: "Benar, apakah engkau ridha jika Aku menyambung orang yang menyambung engkau dan memutuskan orang yang memutuskan engkau?" la menjawab: iya Dia berfirman: "Itulah untukmu"

Dengan begitu, silaturahmi menjadi ajang mendekatkan diri pada Allah SWT. Hal ini karena Allah memerintahkan hambaNya untuk menjaga keutuhan antar sesamanya. Allah juga menjanjikan pahala bagi siapa saja yang mampu menjaganya dan Dia juga tidak segan memberikan peringatan bagi mereka yang memutus keutuhan tali silaturahmi.

Sesungguhnya dengan bersilaturahmi, seseorang dapat memperluas rezeki orang lain dengan bantuan yang diberikan Allah SWT. Pun menjanjikan kemudahan dan pahala bagi siapa saja yang mampu memperpanjang tali silaturahmi dan memudahkan urusan saudaranya.

Janji Allah tersebut tertuang dalam sabda Rasulullah yang diriwayatkan Abu Hurairah:

"Siapa yang suka dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung tali silaturahmi." (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim).

Hadirin jama'ah sholat Jumat yang berbahagia,
Dalam sebuah riwayat yang cukup panjang dikisahkan, ada seorang yang kaya raya berangkat haji. Sebelum berangkat, ia menitipkan uangnya sebesar 10.000 dinar kepada seseorang yang sudah terbiasa dipercaya untuk menitipkan barang atau uang.

Setelah selesai melaksanakan hajinya, orang kaya itu mendatangi rumah orang yang diberi amanah menyimpan uangnya tersebut. Sesampainya di rumah orang itu, ternyata orang itu telah wafat. Orang kaya itupun bertanya kepada ahli warisnya.

Namun, tidak satupun di antara ahli warisnya mengetahui perihal uang titipan tersebut. Orang kaya itupun kebingungan dan bertanya-tanya dalam hatinya, di manakah uang yang disimpan oleh orang yang diberi amanat tersebut?

Orang kaya itupun mendatangi seorang 'alim di Kota Makkah, lalu menceritakan tentang uangnya tersebut. Orang alim itu berkata:

"Di sepertiga malam akhir nanti, pergilah kamu ke Sumur Zamzam, panggillah nama temanmu yang kau titipi uang itu, di bibir sumur. Jika temanmu adalah orang yang baik dan termasuk seorang ahli surga, maka dia pasti akan menjawab panggilanmu, lalu tanyakanlah kepadanya, di manakah ia menyimpan uangmu".

Pada akhir malam, orang kaya itupun pergi mendatangi Sumur Zamzam. Di bibir sumur ia memanggil nama temannya yang ia titipi uang, hingga 3 kali ia panggil, namun tidak ada jawaban sama sekali.

Orang kaya itu pun kembali mendatangi orang Alim tersebut, lalu menceritakannya. Orang Alim itu kaget dan berkata: "Innaa Lillahi wa Inna ilaihi Rooji'uun. Jika memang temanmu tidak menjawab, aku takut dia termasuk golongan ahli neraka."

Jika memang demikian pergilah kamu ke Yaman, disana ada sebuah sumur yang bernama "Barhut" Dikatakan bahwa sumur itu adalah bibir dari neraka Jahannam. Datangilah di sepertiga malam akhir, dan panggillah nama temanmu itu".

Orang kaya itu pun pergi ke Yaman, lalu mendatangi Sumur Barhut di sepertiga malam akhir, la pun memanggil nama temannya yang ia titipi uang: "Yaa Fulan!" Baru sekali panggilan, tiba-tiba terdengar jawaban dari dalam sumur.

Orang kaya itu pun merasa prihatin dengan keadaan temannya itu, lalu bertanya: "Di manakah engkau menyimpan uangku?". Dari dalam Sumur terdengar jawaban: "Aku menyimpan uangmu di sini dan di sini, di dalam rumahku, pergilah dan katakan kepada anak-anakku. Kamu akan mendapati uangmu kembali"

Orang kaya itupun bertanya: "Bagaimana bisa engkau tergolong sebagai orang yang ahli neraka? Bukankah kau adalah orang yang baik dan memiliki sifat amanah?"

Orang itupun bercerita: "Sesungguhnya aku mempunyai seorang saudari perempuan yang fakir. Lama kami tidak saling tegur sapa, sampai aku meninggal. Inilah yang menyebabkan aku tergolong sebagai ahli neraka.

Jika kau mau menolongku, datangilah saudariku tersebut, dan mintakan maaf kepadanya, dan ceritakan padanya, bagaimana keadaanku sekarang ini yang merasakan siksaan, karena putus tali silaturrahim dengannya".

Orang kaya itupun segera pergi ke rumah ahli waris temannya itu, lalu menceritakan di mana ayahnya meletakkan harta titipannya. Dan ternyata memang benar, uang tersebut masih utuh. Setelah itu, ia bertanya kepada anak-anak temannya itu, di manakah rumah bibi mereka?

Setelah tahu alamatnya, iapun segera pergi ke rumah saudari perempuan temannya tersebut. Setelah bertemu, la pun menceritakan apa yang di alami saudaranya di alam kubur.

Mendengar cerita orang kaya itu, perempuan itupun menangis dan memaafkan saudaranya, lalu ia memohon ampun dan mulai menyambung tali silaturrahim dengan anak-anak saudaranya.

Masyiral muslimin jamaah sholat Jumat yang berbahagia,
Sungguh betapa menakutkan ancaman dari Allah bagi kita yang masih berani tidak bertegur sapa dengan saudara kandungnya lebih dari tiga hari dan pada hari berikutnya malaikat maut mendatanginya, na'udzubillahi mindzalik.

Bulan ini, sangat identik dengan bulan silaturahim, satu kesempatan emas untuk menyambung kan tali silaturahim yg masih terputus sebelumnya, Dengan suasana hati gembira masing-masing di antara saudara saudari kita akan mudah memaafkan.

Jangan membela egoisme, jangan merasa rendah diri, jangan merasa tidak pantas, jangan sungkan, bersegeralah sambungkan tali silaturahmi yang masih terputus demi kebahagiaan negeri akhirat kita, demi ridha Allah, demi rahmat dan ampunan Allah.

Buang rasa angkuh, rasa tidak bersalah, rasa lebih kaya, lebih kuat, lebih dihormati, rasa lebih baik dari saudaranya, karena rasa-rasa tersebut adalah racun yang sangat merugikan bagi diri kita sendiri. Allah telah berfirman dalam Al Qur'an surat An-Nisa Ayat 1:

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم

بأيها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة وخلق منها زوجها وبث منهما رجالا كثيرا ونساء، والقوا الله الذي تساءلون به والأرحامِ مَانَ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم وتفعني واياكم بما فيه من ال آيات و ذكر الحكيم وتقبل الله مني ومنكم بلاولهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيع العليم

10. Contoh Khutbah Jumat Bulan Syawal 10

الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِيَافَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلٰهَ إِلاَّاللهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِيْ إِلىَ الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّـدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنَ. أَمَّا بَعْدُ .فَيَآأَيُّهَاالمُؤْمِنُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ . قَالَ اللهُ تَعَالَى: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah

Segala puji bagi Allah swt, Tuhan semesta alam yang terus mengalirkan nikmat yang tak bisa dihitung satu persatu kepada kita, di antaranya adalah nikmat iman dan takwa sehingga kita masih bisa menikmati manisnya Islam yang akan membawa kita selamat dunia akhirat. Tiada kata lain yang patut diucapkan kecuali kalimat Alhamdulillahirabbil Alamin. Dengan terus bersyukur, insyaAllah karunia nikmat yang diberikan akan terus ditambah oleh Allah swt.

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

Artinya: "(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras".(QS. Surat Ibrahim: 7)

Syukur yang kita ungkapkan ini juga harus senantiasa direalisasikan dalam wujud nyata melalui penguatan ketakwaan kepada Allah swt yakni dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dengan syukur dan takwa ini, maka kita akan senantiasa menjadi pribadi yang senantiasa diberi perlindungan dan petunjuk dalam mengarungi samudera kehidupan di dunia dan bisa terus menjalankan misi utama hidup di dunia yakni beribadah kepada Allah swt. Hal ini termaktub dalam Al-Qur'an Surat Adz-Dzariyat ayat 56:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Artinya: "Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku."

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Dalam putaran waktu dan keseharian umat Islam, bulan Ramadhan menjadi momentum intensifnya kegiatan ibadah yang dilakukan baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya. Frekuensi ibadah seperti puasa, shalat, membaca Al-Qur'an, bersedekah, dan ibadah-ibadah lainnya menjadi warna dominan di bulan mulia tersebut. Semangat ini seiring dengan kemuliaan Ramadhan yang di dalamnya banyak memiliki keutamaan dan keberkahan. Ramadhan menjadi bulan 'penggemblengan' jasmani dan rohani umat Islam untuk menjadikannya pribadi yang senantiasa dekat dengan sang khalik, Allah swt.

Namun pertanyaannya, bagaimana pasca-Ramadhan? Apakah kita mampu mempertahankan kualitas dan kuantitas ibadah kita? Apakah pasca-Ramadhan, kita kembali seperti sedia kala dengan semangat ibadah seadanya? Apakah takwa, sebagai buah dari perintah puasa Ramadhan, sudah kita rasakan dalam diri kita? Tentu pertanyaan ini hanya bisa dijawab oleh diri kita sendiri sebagai bahan muhasabah atau introspeksi diri agar spirit ibadah kita tidak mengendur pasca-Ramadhan.

Sehingga pada kesempatan khutbah ini, khatib ingin mengajak kita semua untuk melihat kembali lintasan perjalanan ibadah kita selama Ramadhan untuk menjadi spirit dan motivasi agar pasca Ramadhan, ibadah kita bisa ditingkatkan, atau minimal sama dengan ramadhan. Melihat masa lalu itu penting sebagai modal untuk menghadapi masa depan sebagaimana Firman Allah:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan." (Al-Ḥasyr :18)

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Semangat untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah sebenarnya sudah tergambar dari makna kata Syawal yang merupakan bulan setelah Ramadhan sekaligus waktu perayaan Hari Raya Idul Fitri.

Dari segi bahasa, kata "Syawal" (شَوَّالُ) berasal dari kata "Syala" (شَالَ) yang memiliki arti "irtafaá" (اِرْتَفَعَ) yakni meningkatkan. Makna ini seharusnya menjadi inspirasi kita untuk tetap mempertahankan grafik kualitas dan kuantitas ibadah pasca-Ramadhan. Dalam mempertahankannya, perlu upaya serius di antaranya adalah dengan melakukan 3 M yakni Muhasabah, Mujahadah, dan Muraqabah.

Muhasabah adalah melakukan introspeksi diri terhadap proses perjalanan ibadah di bulan Ramadhan. Muhasabah ini bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada diri kita sendiri tentang: Apa yang telah kita lakukan di bulan Ramadhan? Apakah kita sudah memiliki niat yang benar dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan? Apa yang menjadikan kita semangat beribadah di bulan Ramadhan? Pernahkan kita melanggar kewajiban-kewajiban di bulan Ramadhan?. Dan tentunya pertanyaan-pertanyaan introspektif lainnya untuk mengevaluasi ibadah kita selama ini.

Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini akan memotivasi kita untuk semangat dan memperbaiki diri sehingga akan berdampak kepada kualitas dan kuantitas ibadah pasca-Ramadhan. Terkait pentingnya Muhasabah ini Rasulullah bersabda:

الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ

Artinya: "Orang yang cerdas (sukses) adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri, serta beramal untuk kehidupan sesudah kematiannya. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT.' (HR Tirmidzi).

Selanjutnya adalah mujahadah yakni bersungguh-sungguh dalam berjuang untuk mempertahankan tren positif ibadah bulan Ramadhan. Di bulan Syawal ini, kita harus tancapkan tekad untuk terus melestarikan kebiasaan-kebiasaan positif selama Ramadhan. Perjuangan ini tentu akan banyak menghadapi tantangan, baik dari lingkungan sekitar kita maupun dari diri kita sendiri. Oleh karenanya, kita harus memiliki tekad kuat dan benar agar hambatan dan tantangan yang bisa mengendurkan semangat ibadah kita ini bisa kita kalahkan.

Allah telah memberikan motivasi pada orang yang bersungguh-sungguh dalam berjuang sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur'an surat Al-Ankabut ayat 69:

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ

Artinya: "Dan orang-orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang orang yang berbuat baik."

Cara selanjutnya adalah muraqabah yakni mendekatkan diri kepada Allah. Dengan muraqabah ini, akan muncul kesadaran diri selalu diawasi oleh Allah swt sekaligus memunculkan kewaspadaan untuk tidak melanggar perintah Allah sekaligus bersemangat untuk menjalankan segala perintah-Nya. Sikap-sikap ini merupakan nilai-nilai yang ada dalam diri orang-orang yang bertakwa. Mereka adalah orang yakin dan percaya kepada yang ghaib dan tak tampak oleh mata. Rasulullah saw bersabda:

أَنْ تَعْبـــُدَ اللَّهَ كَأَنَّــكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

Artinya: "Hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, sebab meski engkau tidak melihat-Nya, Dia melihatmu..." (HR Bukhari).

Nilai-nilai ketakwaan dengan senantiasa melakukan muraqabah ini seharusnya memang sudah tertancap dalam hati kita karena muara dari ibadah puasa di bulan Ramadhan sendiri adalah ketakwaan. Hal ini sudah ditegaskan dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah: 183:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ ۝١٨٣

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Demikian khutbah Jumat kali ini, semoga kita bisa senantiasa mempertahankan dan meningkatkan kualitas serta kuantitas ibadah kita pasca-Ramadhan dengan Muhasabah, Mujahadah, dan Muraqabah. Semoga kita diberi kekuatan oleh Allah swt dalam mengemban misi ibadah ini. Amin.

بارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ

11. Contoh Khutbah Jumat Bulan Syawal 11

Assalamu'alaikum Wr.Wb

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ. أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.

Hadirin Yang Terhormat

Bumi yang kita tempati adalah planet yang selalu berputar, ada siang dan ada malam. Roda kehidupan dunia juga tidak pernah berhenti. Kadang naik kadang turun. Ada suka ada duka. Ada senyum ada tangis. Kadangkala dipuji tapi pada suatu saat kita dicaci. Jangan harapkan ada keabadian perjalanan hidup.

Oleh sebab itu, agar tidak terombang-ambing dan tetap tegar dalam menghadapi segala kemungkinan tantangan hidup kita harus memiliki pegangan dan amalan dalam hidup. Tiga amalan baik tersebut adalah Istiqomah, Istikharah dan Istighfar.

(1) Istiqomah yaitu kokoh dalam aqidah dan konsisten dalam beribadah.

Begitu pentingnya istiqomah ini sampai Nabi Muhammad SAW berpesan kepada seseorang seperti dalam Al-Hadits berikut:

"Dari Abi Sufyan bin Abdullah Radhiallaahu anhu berkata: Aku telah berkata, "Wahai rasulullah katakanlah kepadaku pesan dalam Islam sehingga aku tidak perlu bertanya kepada orang lain selain engkau. Nabi menjawab: 'Katakanlah aku telah beriman kepada Allah kemudian beristiqamahlah'." (HR. Muslim)

Orang yang istiqamah selalu kokoh dalam aqidah dan tidak goyang keimanan bersama dalam tantangan hidup. Sekalipun dihadapkan pada persoalan hidup, ibadah tidak ikut redup, kantong kering atau tebal, tetap memperhatikan haram halal, dicaci dipuji, sujud pantang berhenti, sekalipun ia memiliki fasilitas kenikmatan, ia tidak tergoda melakukan kemaksiatan.

Orang seperti itulah yang dipuji Allah Swt. dalam Al-Qur'an surat Fushshilat ayat 30:

"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatahkan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih dan bergembiralah dengan syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu." (QS. Fushshilat: 30)

(2) Istikharah, selalu mohon petunjuk Allah dalam setiap langkah dan penuh pertimbangan dalam setiap keputusan.

Setiap orang mempunyai kebebasan untuk berbicara dan melakukan suatu perbuatan. Akan tetapi menurut Islam, tidak ada kebebasan yang tanpa batas dan batas-batas tersebut adalah aturan-aturan agama. Maka seorang muslim yang benar, selalu berpikir berkali-kali sebelum melakukan tindakan atau mengucapkan sebuah ucapan serta ia selalu mohon petunjuk kepada Allah.

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:

Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diamlah. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Orang bijak berkata "Think today and speak tomorrow" (berpikirlah hari ini dan bicaralah esok hari).

Kalau ucapan itu tidak baik apalagi sampai menyakitkan orang lain maka tahanlah, jangan diucapkan, sekalipun menahan ucapan tersebut terasa sakit. Tapi ucapan itu benar dan baik maka katakanlah jangan ditahan sebab lidah kita menjadi lemas untuk bisa meneriakan kebenaran dan keadilan serta menegakkan amar ma'ruf nahi munkar.

Mengenai kebebasan ini, malaikat Jibril pernah datang kepada Nabi Muhammad SAW untuk memberikan rambu-rambu kehidupan, beliau bersabda:

Jibril telah datang kepadaku dan berkata: Hai Muhammad hiduplah sesukamu, tapi sesungguhnya engkau suatu saat akan mati, cintailah apa yang engkau sukai tapi engkau suatu saat pasti berpisah juga dan lakukanlah apa yang engkau inginkan sesungguhnya semua itu ada balasannya. (HR. Baihaqi dari Jabir)

Sabda Nabi Muhammad SAW ini semakin penting untuk diresapi ketika akhir-akhir ini dengan dalih kebebasan, banyak orang berbicara tanpa logika dan data yang benar dan bertindak sekehendaknya tanpa mengindahkan etika agama . Para pakar barangkali untuk saat-saat ini, lebih bijaksana untuk banyak mendengar daripada berbicara yang kadang-kadang justru membingungkan masyarakat.

Kita memasyarakatkan istikharah dalam segala langkah kita, agar kita benar-benar bertindak secara benar dan tidak menimbulkan kekecewaan di kemudian hari.

Nabi Muhammad SAW bersabda:

مَا خَابَ مَنِ اسْتَخَارَ وَلاَ نَدِمَ مَنِ اسْتَشَارَ وَلاَ عَالَ مَنِ اقْتَصَدَ.

Tidak akan rugi orang yang beristikharah, tidak akan kecewa orang yang bermusyawarah dan tidak akan miskin orang yang hidupnya hemat. (HR. Thabrani dari Anas)

(3) Istighfar yaitu selalu introspeksi diri dan mohon ampunan kepada Allah Rabbul Izati.

Setiap orang pernah melakukan kesalahan baik sebagai individu maupun kesalahan sebagai sebuah bangsa. Setiap kesalahan dan dosa itu sebenarnya penyakit yang merusak kehidupan kita. Oleh karena ia harus diobati.

Tidak sedikit persoalan besar yang kita hadapi akhir-akhir ini yang diakibatkan kesalahan kita sendiri. Saatnya kita introspeksi masa lalu, memohon ampun kepada Allah, melakukan koreksi untuk menyongsong masa depan yang lebih cerah dengan penuh keridhaan Allah.

Dalam persoalan ekonomi, jika rezeki Allah tidak sampai kepada kita disebabkan karena kemalasan kita, maka yang diobati adalah sifat malas itu. Kita tidak boleh menjadi umat pemalas. Malas adalah bagian dari musuh kita. Jika kesulitan ekonomi tersebut, karena kita kurang bisa melakukan terobosan-terobosan yang produktif, maka kreativitas dan etos kerja umat yang harus kita tumbuhkan.

Akan tetapi adakalanya kehidupan sosial ekonomi sebuah bangsa mengalami kesulitan. Kesulitan itu disebabkan karena dosa-dosa masa lalu yang belum bertaubat darinya secara massal. Jika itu penyebabnya, maka obat satu-satunya adalah beristighfar dan bertobat.

Allah berfirman yang mengisahkan seruan Nabi Hud Alaihissalam, kepada kaumnya:

"Dan (Hud) berkata, hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepadaNya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa" (QS. Hud: 52)

Jamaah yang dimuliakan Allah

Sekali lagi, tiada kehidupan yang sepi dari tantangan dan godaan. Agar kita tetap tegar dan selamat dalam berbagai gelombang kehidupan, tidak bisa tidak kita harus memiliki dan melakukan Tiga amalan di atas yaitu Istiqomah, Istikharah dan Istighfar.

Mudah-mudahan Allah memberi kekuatan kepada kita untuk menatap masa depan dengan keimanan dan rahmat-Nya yang melimpah. Amin

أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ.

12. Contoh Khutbah Jumat Bulan Syawal 12

الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِيَافَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلٰهَ إِلاَّاللهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِيْ إِلىَ الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّـدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنَ. أَمَّا بَعْدُ .فَيَآأَيُّهَاالمُؤْمِنُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ . قَالَ اللهُ تَعَالَى: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Menjadi keniscayaan bagi kita semua untuk senantiasa mengungkapkan rasa syukur kepada Allah swt yang telah memberi karunia kesehatan dan umur panjang sehingga kita bisa menikmati manisnya ibadah di bulan Ramadhan dan bisa merayakan hari raya Idul Fitri tahun ini. Tidak semua orang bisa menikmati anugerah ini karena sudah dipanggil terlebih dahulu ke haribaan-Nya.

Oleh karenanya, wajib bagi kita untuk mengucapkan Alhamdulillahirabbil alamin, mudah-mudahan kita senantiasa diberi kesehatan dan umar panjang untuk terus bisa menjalankan misi utama kita di dunia yakni beribadah kepada Allah swt.

Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an Surat Adz-Dzariyat ayat 56:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Artinya: “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”

Selain syukur, kita juga wajib untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah swt dengan menguatkan komitmen menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Ketakwaan ini sudah semestinya terus menguat pada diri kita karena menjadi muara atau tujuan utama dari diwajibkannya puasa pada bulan Ramadhan. Hal ini sudah ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah: 183:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ ۝١٨٣

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Seiring bulan suci Ramadhan terlewati, kita tidak boleh dengan serta merta melupakannya seolah tiada kebaikan yang membekas dalam diri kita. Kita harus melakukan muhasabah atau introspeksi diri terhadap semua proses yang telah kita lewati selama Ramadhan.

Sebagai bulan penuh dengan keberkahan dan memotivasi kita untuk beribadah lebih, kita harus bertanya kepada diri sendiri: Sudahkah kita maksimal dalam beribadah di bulan Ramadhan baik dari sisi kuantitas maupun kualitas? Selanjutnya, apakah kita bisa meningkatkan, atau minimal mempertahankan semangat kita beribadah di bulan-bulan setelah Ramadhan?

Pertanyaan ini sangat penting sebagai upaya mengingat kekurangan-kekurangan pada masa lalu untuk diperbaiki pada masa yang akan datang. Allah sudah memerintahkan kita untuk senantiasa melakukan upaya introspeksi diri dalam proes perjalanan hidup kita dengan sebuah firman-Nya:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Al-Ḥasyr :18)

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Dengan spirit yang dibawa oleh ayat ini, sudah semestinya kita tidak mengendurkan semangat kita dalam beribadah dari sisi kuantitas maupun kualitas. Terlebih memasuki bulan Syawal yang menjadi tonggak pertama perjuangan untuk mempertahankan dan meningkatkan semangat beribadah pasca-Ramadhan.

Hal ini pun tergambar dari makna kata Syawwal itu sendiri. Dari segi bahasa, kata “Syawal” (شَوَّالُ) berasal dari kata “Syala” (شَالَ) yang memiliki arti “irtafaá” (اِرْتَفَعَ) yakni meningkatkan. Makna ini seharusnya menjadi inspirasi kita untuk tetap mempertahankan grafik kualitas dan kuantitas ibadah pasca-Ramadhan.

Peningkatan amal ibadah ini juga tidak harus dilakukan dengan kuantitas yang dipaksakan secara tiba-tiba. Namun akan lebih baik jika ibadah dilakukan dengan istiqamah dan rutin walaupun dalam kuantitas yang sedikit.

Istiqamah dalam ibadah ini telah diingatkan oleh Rasulullah saw dalam haditsnya:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ (أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ)ـ

Artinya: “Sebaik-baik perbuatan menurut Allah adalah yang dirutinkan meskipun sedikit” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Bulan Syawal menjadi momentum tepat untuk menjaga diri dari predikat dan status yang telah kita raih setelah berjuang di bulan Ramadhan. Selain predikat ketakwaan yang telah dijanjikan Allah bagi orang-orang beriman yang benar-benar menjalankan ibadah puasa dengan baik, kesucian diri seperti bayi yang terlahir kembali ke dunia, juga akan diraih orang yang berpuasa.

Hal ini sudah ditegaskan oleh Nabi Muhammad dalam sabdanya:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya: “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dilandasi oleh iman dan introspeksi diri, maka dosanya yang telah berlalu akan diampuni oleh Allah SWT.” (HR. Bukhari Muslim).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Alangkah mulianya dua status yang didapat seseorang setelah berpuasa di bulan Ramadhan. Alangkah sayangnya jika status ini tidak dipertahankan dengan baik dan disia-siakan begitu saja. Sangatlah rugi bagi kita yang tidak bisa mempertahankan ketakwaan dan kesucian pasca-Ramadhan ini.

Ketakwaan sendiri merupakan status yang paling mulia yang disematkan kepada hamba-Nya di sisi-Nya. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat Ayat 13:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ ۝١٣

Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti.”.

Selain menjaga ketakwaan, kesucian diri juga harus dipertahankan, jangan sampai dikotori kembali oleh perbuatan-perbuatan maksiat yang akan menjauhkan diri dari Allah swt.

Allah menggolongkan orang-orang yang mampu menjaga kesucian diri sebagai orang yang beruntung dan sebaliknya menyebut orang-orang yang mengotori kesucian diri sebagai orang yang merugi. Ditegaskan dalam Al-Qur’an:

قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكّٰىهَاۖ ۝٩ وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسّٰىهَاۗ ۝١٠

Artinya: “Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu). Dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.” (As-Syams: 9-10).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Dari paparan materi khutbah ini, kita bisa menyimpulkan bahwa semangat ibadah di bulan Ramadhan harus terus kita pertahankan dan lanjutkan di bulan-bulan selanjutnya.

Terlebih dengan status ketakwaan dan kesucian yang telah menjadi bagian dari hasil puasa, harus dipertahankan agar kita tidak termasuk orang-orang yang merugi. Rasulullah bersabda:

مَنْ كَانَ يَوْمُهُ خَيْرًا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ رَابِحٌ. وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ مِثْلَ أَمْسِهِ فَهُوَ مَغْبُوْنٌ. وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ شَرًّا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُوْنٌ

Artinya: “Siapa saja yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia (tergolong) orang yang beruntung. Siapa saja yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia (tergolong) orang yang merugi. Siapa saja yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ia orang yang dilaknat (celaka).” (HR Al-Hakim).

Ya Allah... berikan kami kekuatan untuk terus dapat menjalankan ibadah kami dengan semangat karena-Mu. Berikanlah kami kesucian hati dalam mengemban dan melaksanakan tugas beribadah kepada-Mu. Berilah kami keistiqamahan dalam beribadah untuk meraih ridha-Mu. Aamiin.

بارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ

13. Contoh Khutbah Jumat Bulan Syawal 13

اَلْـحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ لاَنَبِيَّ بَعْدَهُ . وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ نَبِيِّنَا مُحَمَّد وَعَلَى اَلِهَ وَ اَصْحَبِهَ وَمَنْ وَّالَاهُ اَمَّا بّعْدُ فَيَاعِبَدَاللهِ أُوْصِيْكُمْ وَأِيَّايَ بِتَقْوَى االلهِ حَقَّ تُقَاتِهِ فَقَدْ فَازَالْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ : يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ لآأِلهَ اِلَّااللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ.اللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ .اللهُ اَكْبَرُكَبِيْرًا وَالْحَمْدُاِللهِ كَثِيْرًا وَ سُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةَوَّاَصِيْلً

Ma'asyiral Muslimin wal Muslimat jemaah shalat Jumat rahimakumullah,

Di pagi yang penuh kebahagiaan dan keberkahan, setelah satu bulan bersama Ramadhan, Idul Fitri pun tiba dalam kesucian dan ketakwaan. Hari di mana takbir berkumandang, semua diliputi rasa bahagia dan senang, setelah satu bulan di madrasah Ramadhan kita berjuang. Berjuang menahan haus dan dahaga, mengekang hawa nafsu yang membara, dan mendekatkan diri pada Yang Kuasa. Semua itu mampu kita lewati dengan penuh keikhlasan hati, untuk meraih ridha ilahi. Tentunya semua ini haruslah senantiasa kita syukuri sebagai hamba Allah yang tahu diri.

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ

Ma'asyiral Muslimin wal Muslimat jemaah shalat Jumat rahimakumullah,

Idul Fitri ibarat lembaran awal kertas putih. Tak ada kotoran atau noda yang menempel sehingga senantiasa bersih. Seperti air dari sumber mata air yang mengalir jernih. Kesucian ini harus kita jaga sekuat tenaga agar kertas dan air ini tak ternoda. Mari hindari berbuat dosa, baik itu dosa antar sesama terlebih dosa kepada Allah subhanahu wata'ala.

Pada kesempatan kali ini, mari kita juga terus menguatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT yang merupakan tujuan utama sekaligus buah dari perintah puasa di bulan Ramadhan. Sebagaimana ditegaskan dalam ayat Al-Qur'an yang sangat masyhur tentang perintah puasa yakni:

يٰٓاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Artinya, "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (Al-Baqarah:183).

Sehingga bisa dikatakan bahwa hari ini, setelah kita melaksanakan ibadah puasa dengan iman dan kepasrahan diri kepada Allah, maka sikap-sikap ketakwaan sudah seharusnya bersemayam dalam diri kita. Sikap itu di antaranya adalah keteguhan hati untuk menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.

Jemaah shalat Idul Fitri yang dirahmati Allah

Momentum Idul Fitri kali ini juga menjadi waktu yang tepat bagi kita untuk mengumandangkan takbir sebagai wujud mengagungkan Allah SWT. Allah lah dzat yang paling besar. Tidak ada yang lebih besar dari-Nya. Allah lah yang paling berhak atas segala apa yang terjadi di alam semesta, termasuk apapun yang terjadi pada diri kita. Kita adalah makhluk-Nya yang lemah tiada daya. Makhluk yang diciptakan dari tanah yang proses penciptaannya memberikan pelajaran mendalam bagi kesadaran tentang siapakah kita, di mana kita, dan akan kemana kita.

Allah berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-Mu'minun ayat 12:

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ مِنْ سُلٰلَةٍ مِّنْ طِيْنٍ

Artinya, "Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari sari pati (yang berasal) dari tanah." Kemudian dilanjutkan dengan ayat 13:

ثُمَّ جَعَلْنٰهُ نُطْفَةً فِيْ قَرَارٍ مَّكِيْنٍ

Artinya: "Kemudian, Kami menjadikannya air mani di dalam tempat yang kukuh (rahim)."

Selanjutnya Allah SWT menjelaskan keagungan dan kekuasaan-Nya memproses terbentuknya jasad dan ruh kita dalam ayat 14:

ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظٰمًا فَكَسَوْنَا الْعِظٰمَ لَحْمًا ثُمَّ اَنْشَأْنٰهُ خَلْقًا اٰخَرَۗ فَتَبَارَكَ اللّٰهُ اَحْسَنُ الْخَالِقِيْنَۗ

Artinya: "Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang menggantung (darah). Lalu, sesuatu yang menggantung itu Kami jadikan segumpal daging. Lalu, segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang. Lalu, tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Maha Suci Allah sebaik-baik pencipta."

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ

Karena itu, jemaah shalat Idul Fitri yang dirahmati Allah

Mari jadikan Idul Fitri kali ini sebagai renungan suci akan kebesaran Allah SWT sekaligus tekad untuk menjaga kesucian diri. Setelah melalui kawah candra dimuka perjuangan dan pendidikan di bulan Ramadhan, kita harus mampu menjadi pribadi yang paripurna setelah gemblengan puasa satu bulan penuh.

Dalam puasa, kita diajarkan menahan diri untuk tidak makan dan minum, sehingga setelah puasa jangan lagi kita memakan yang bukan hak kita. Dalam puasa kita terbiasa dengan bibir kering karena kehausan, mata kita sayu karena keletihan, dan perut kita kosong menahan lapar, sehingga jangan sampai ke depan tangan-tangan kita kotor karena berbuat zalim kepada orang lain.

Pada Ramadhan, kita yang bisa khusyuk dalam shalat, sehingga jangan lagi setelah Ramadhan kita juga khusyuk merampas hak orang lain. Pada Ramadhan, kita lihai membaca ayat-ayat Al-Qur'an, sehingga jangan sampai kita juga lihai menipu dan menyakiti hati orang lain. Sebagaimana doa yang sering kita lantunkan:

اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا، وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ. ،وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً، وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ

Artinya, 'Ya Allah, tampakkanlah kepadaku kebenaran sebagai kebenaran dan kuatkanlah aku untuk mengikutinya serta tampakkanlah kepadaku kesalahan sebagai kesalahan dan kuatkan pula untuk menyingkirkannya. (HR Imam Ahmad).

Maka, sudah saatnya kita istiqomah melakukan kebaikan dan amal sholeh kepada Allah Ta'ala. Sudah saatnya kita hijrah menuju jalan yang di ridhoinya, dan sudah saatnya kita memperbanyak istighfar dan mohon ampun kepada Allah Ta'la.

Ma'asyiral Muslimin wal Muslimat jemaah shalat Jumat rahimakumullah,

Kita perlu ingat bahwa sesama Muslim adalah bersaudara dalam naungan ridha ilahi. Sudah semestinya harus saling berbuat baik kepada sesama dengan sepenuh hati. Persaudaraan itu seperti hubungan tangan kanan dan tangan kiri. Walau berbeda dan tidak sama, namun harus saling membantu, tak kenal iri dan dengki. Hubungan keduanya selalu harmonis dan saling berbagi sekaligus saling melengkapi. Tangan kiri tak akan menyakiti tangan kanan, begitupun sebaliknya.

Maka momentum yang pas di bulan Syawal ini, marilah kita saling memaafkan, menebar kasih sayang dan keberkahan bagi sesama. Jangan sampai dengan berbedanya keyakinan dan pemikiran, justru menjadikan permusuhan dan dendam yang mendalam.

Momentum Syawal, mari kita hilangkan prasangka buruk hati kita, mari buang jauh-jauh sikap iri dengki dan mari hilangkan rasa egoisme di dalam nafsu kita. Sudah saatnya kita saling memaafkan, saling menolong, saling kasih sayang terhadap sesama dan saling menebar manfaat bagi sesama. Sebagaimana yang digambarkan dalam Qs. Ali Imron; 103. Allah SWT Berfirman;

وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۖوَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَاۤءً فَاَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهٖٓ اِخْوَانًاۚ

Artinya: "Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara."

Jemaah shalat Idul Fitri yang dirahmati Allah.

Ada sebuah kisah menarik yang patut kita renungkan, tentang kondisi seorang mukmin yang baik dalam berhubungan kepada Allah, namun di satu sisi suka menyakiti sesama manusia.

Dalam sebuah riwayat hadist shahih disebutkan:

Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabatnya:

أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ

Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu?"

قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ

Para sahabat menjawab; 'Menurut kami, orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta kekayaan.

فَقَالَ: إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ

Rasulullah ﷺ bersabda, 'Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan shalat, puasa, dan zakat.

وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا

tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang lain.

فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ

Maka pahala kebaikannya, pahala sholatnya, pahala puasanya, pahala zakatnya, pahala hajinya dan pahala amal ibadahnya. Allah berikan kepada orang yang dulu mereka sakiti dan mereka dholimi.

Dan andaikan pahala kebaikan tersebut habis??

فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ

Maka dosa dosa dari orang yang mereka pernah sakiti tersebut, Allah berikan kepada orang yang pernah menyakiti dan mendholimi.

فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ

hingga akhirnya, orang yang mencaci, orang yang mendholimi, orang yang pernah makan harta orang lain, dan orang yang membunuh tadi. Allah lemparkan mereka kedalam neraka (HR. Muslim, No. 4678).

Maka, pada momentum idul fitri ini, mari kita bersama saling memaafkan, meminta maaf kepada mereka yang pernah kita sakiti dan memberikan maaf kepada orang yang pernah menyakiti kita. Mengapa maaf menjadi penting? Karena dosa seseorang yang dilakukan kepada sesama manusia tidak akan diampuni oleh Allah tanpa pemberian maaf dari orang yang pernah disakiti.

Jika kita pernah berbuat dosa kepada Allah, pernah berbuat kemaksiatan kepada Allah, pernah meninggalkan kewajiban dalam ibadah kita kepada Allah. Jika ada kesadaran untuk mohon ampun kepada Allah dan bertaubat, maka insyaallah Allah akan ampuni dosa kita.

Tetapi, jika kita pernah berbuat dholim, pernah mencaci, pernah memfitnah, pernah melakukan kejahatan yang kita lakukan kepada sesama manusia dengan menyakiti mereka, maka jalan yang terbaik adalah meminta maaf kepada yang bersangkutan dan mengembalikan haknya yang telah kita ambil dan bertaubat kepada Allah.

Imam An-Nawawi dalam kitabnya "Riyadus Shalihin". memaparkan bahwa pertaubatan untuk perbuatan maksiat yang terjadi sesama manusia, dilakukan dengan empat tahapan.

Pertama, bertaubat dan berhenti dari perbuatan tersebut. Kedua, menghadirkan penyesalan dalam diri atas kesalahan dan kemaksiatan yang pernah dilakukannya. Ketiga, berniat sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut. Dan yang terakhir adalah mengembalikan tanggungan atau hak-hak yang telah kita ambil dari orang yang telah kita sakiti. Dalam kitabnya, Imam An Nawawi juga memaparkan sebagai berikut:

وأَنْ يَبْرَأَ مِنْ حَقِّ صَاحِبِهَا، فَإِنْ كَانَتْ مَالاً أَوْ نَحْوَهُ رَدُّهُ إِلَيْهِ،

Jika tanggungan itu berupa harta atau sejenisnya, maka wajib mengembalikan harta itu kepada yang berhak

وَإِنْ كَانَتْ حَدَّ قَذْفٍ وَنَحْوَهُ مَكَّنَهُ مِنْهُ أَوْ طَلَبَ عَفْوَهُ،

Jika berupa tuduhan, berupa berita bohong dan berupa fitnah, maka hendaklah mencabut tuduhannya tadi serta klarifikasi bahwa itu adalah fitnah / kabar bohong. Lalu meminta maaf kepada yang bersangkutan.

وَإِنْ كَانَتْ غِيْبَةً اِسْتَحَلَّهُ مِنْهَا

Dan jika berupa pengumpatan, cacian, hinaan dan ghibah. maka hendaklah meminta maaf kepadanya.

Itulah penjelasan Imam Nawawi tentang pertaubatan atas maksiat seorang hamba yang menyakiti sesama manusia.

Hadirin yang dirahmati Allah, Semoga, dengan berhasilnya kita melalui tempaan diri di bulan Ramadhan, kita dapat menjadi pribadi yang lebih baik dalam beribadah kepada Allah, dan membawa kebaikan sosial yang lebih baik dalam kehidupan kita. Amin.

Mengakhiri khutbah ini, marilah kita tingkatkan ketaqwaan kepada Allah dan bermohon hanya kepada Allah, yakinlah bahwa hanya Allahlah yang bisa mengabulkan permohonan hamba-hambaNya.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَرْخِصْ أَسْعَارَهُمْ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِيْ إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِيْ كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْن وَسَلَامٌ عَلَى المُرْسَلِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

Wassalaamu 'alaikum wr wb.

14. Contoh Khutbah Jumat Bulan Syawal 14


الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِيَافَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلٰهَ إِلاَّاللهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِيْ إِلىَ الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّـدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنَ. أَمَّا بَعْدُ .فَيَآأَيُّهَاالمُؤْمِنُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ . قَالَ اللهُ تَعَالَى: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

Hadirin jamaah shalat jumat rahimakumullah
Dalam kesempatan yang berbahagia ini, khatib mengajak kepada seluruh jamaah yang hadir untuk terus selalu meningkatkan dan menguatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Pengertian takwa itu sendiri adalah:

امْتِثَالُ أَوَامِرِ اللهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ سِرًّا وَعَلَانِيَّةً ظَاهِرًا وَبَاطِنًا

Yakni menjalankan segala perintah Allah swt dan menjauhi segala apapun yang dilarang oleh-Nya baik dalam keadaan sunyi maupun terang-terangan, baik dalam wujud lahir maupun batin.

Perlu kita sadari bersama bahwa tingkat ketakwaan inilah yang akan menjadi penyelamat kita di dunia dan akhirat. Nabi Muhammad SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra:


وَمَنْ يَتَّقِ اللهَ يُنْجِهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

Artinya: “Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, maka Allah akan menyelamatkannya di dunia dan akhirat."

Hadirin jamaah shalat jumat rahimakumullah
Selain menguatkan ketakwaan kepada Allah, kita juga wajib untuk senantiasa bersyukur kepada-Nya karena senantiasa terus mendapatkan kenikmatan yang tidak bisa kita hitung satu-persatu. Walau kita, misalnya saat ini sedang menghadapi permasalahan dan cobaan besar dalam kehidupan kita, namun yakinlah, nikmat Allah lebih besar dari masalah dan cobaan yang kita hadapi. Dengan mensyukuri nikmat Allah juga akan mampu merubah kehidupan kita lebih baik di masa mendatang. Karena Allah tidak akan merubah nasib atau keadaan kita sendiri kecuali diri kita yang memiliki tekad untuk merubahnya.

اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ


Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” ( QS: Ar-Ra’du: 11).

Hadirin jamaah shalat jumat rahimakumullah

Di antara kenikmatan yang harus kita syukuri saat ini adalah diberinya umur panjang oleh Allah swt sehingga kita masih bisa menikmati dan melewati bulan suci Ramadhan. Saat ini juga, kita diberi kesempatan untuk bisa berjumpa dengan bulan Syawal. Bulan Syawal sendiri menjadi bulan yang spesial karena di bulan ini kita merayakan Hari Raya Idul Fitri. Sebuah hari bahagia bagi umat Islam seluruh dunia untuk merayakan kesuksesan dalam menjalankan perintah Allah swt yakni berpuasa selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan.

Dari segi bahasa, kata “Syawal” (شَوَّالُ) berasal dari kata “Syala” (شَالَ) yang memiliki arti “irtafaá” (اِرْتَفَعَ) yakni meningkatkan. Makna definisi ini menjadi inspirasi bagi kita untuk terus meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah yang selama bulan Ramadhan cenderung menguat dan meningkat. Kita bisa melihat dan merasakan sendiri bagaimana semangat ibadah kita khususnya, dan umat Islam pada umumnya, lebih tinggi di bulan Ramadhan dibanding dengan bulan-bulan biasanya. Masjid ramai dengan ibadah shalat berjamaah, shalat tarawih, tadarus Al-Qur’an dan berbagai ibadah lainnya baik siang maupun malam. Kuantitas ibadah lain juga meningkat di bulan Ramadhan seperti zakat, infak, dan sedekah di samping ibadah utama di bulan Ramadhan yakni berpuasa.

Tentu semua itu harus dipadukan dengan spirit bulan Syawal dalam bentuk peningkatan kuantitas dan kualitas ibadah. Kita harus berusaha sekuat tenaga agar ‘suntikan’ semangat di bulan Ramadhan bisa ditingkatkan, minimal sama persis di bulan Syawal.

Hadirin jamaah shalat jumat rahimakumullah
Beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mempertahankan semangat ibadah kita di bulan Syawal dan bulan-bulan ke depannya adalah dengan melakukan Muhasabah, Mujahadah, dan Muraqabah.

Muhasabah adalah melakukan introspeksi diri terhadap perjalanan ibadah di bulan Ramadhan. Muhasabah ini bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada diri kita sendiri tentang: Apa yang telah kita lakukan di bulan Ramadhan? Apakah kita sudah memiliki niat yang benar dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan? Apa yang menjadikan kita semangat beribadah di bulan Ramadhan? Pernahkan kita melanggar kewajiban-kewajiban di bulan Ramadhan?. Dan tentunya pertanyaan-pertanyaan introspektif lainnya untuk mengevaluasi ibadah kita selama ini.

Muhasabah ini sangat penting karena akan menjadi pijakan kita untuk melangkah selanjutnya di bulan Syawal. Allah pun sudah mengingatkan kita untuk senantiasa melakukan evaluasi dengan melihat masa lalu kita sebagai modal untuk menghadapi masa depan. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Hasyr: 18:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ


Artinya: ”Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan."

Setelah melakukan muhasabah, selanjutnya kita melakukan mujahadah yakni bersungguh-sungguh dalam berjuang untuk mempertahankan tren positif ibadah bulan Ramadhan. Di bulan Syawal ini, kita harus tancapkan tekad untuk terus melestarikan kebiasaan-kebiasaan positif selama Ramadhan. Perjuangan ini tentu akan banyak menghadapi tantangan, baik dari lingkungan sekitar kita maupun dari diri kita sendiri. Oleh karenanya, kita harus memiliki tekad kuat dan benar agar hambatan dan tantangan yang bisa mengendurkan semangat ibadah kita ini bisa kita kalahkan.

Allah telah memberikan motivasi pada orang yang bersungguh-sungguh dalam berjuang sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an surat Al-Ankabut ayat 69:

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ

Artinya: “Dan orang-orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik.”

Setelah bermuhasabah dan bermujahadah, selanjutnya kita bisa melakukan muraqabah kepada Allah. Muraqabah adalah upaya kita mendekatkan diri kepada Allah swt. Upaya kita untuk dekat dengan Allah ini akan memunculkan keyakinan di dalam hati bahwa kita selalu dilihat dan diawasi oleh Allah swt. Ketika Allah senantiasa mengawasi kita, maka akan muncul rasa takut untuk melakukan segala hal yang dilarang oleh Allah swt. Rasulullah saw bersabda:

أَنْ تَعْبـــُدَ اللَّهَ كَأَنَّــكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

Artinya: “Hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, sebab meski engkau tidak melihat-Nya, Dia melihatmu...”

Semakin kuat tekad kita untuk bermuraqabah, maka secara otomatis akan menjadikan kita sadar bahwa kita sangat lemah dan miskin amal ibadah sehingga akan muncul kesadaran untuk terus melipatgandakan ibadah dan kebaikan kita sebagai wujud penghambaan kepada Allah.

Hadirin jamaah shalat jumat rahimakumullah
Itulah beberapa upaya yang bisa kita lakukan agar di bulan Syawal ini kita masih bisa terus memaksimalkan kualitas dan kuantitas ibadah serta semangat dalam menjalankan perintah beribadah kepada Allah swt. Semoga kita bisa melakukan Muhasabah, Mujahadah, dan Muraqabah ini sehingga hari ini akan lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini. Amin.


بارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ

15. Contoh Khutbah Jumat Bulan Syawal 15

Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT yang terus menerus memberikan kita semua nikmat, hidayah, dan inayah untuk terus istiqamah dalam menjalankan ibadah kepada-Nya, sehingga kita bisa menunaikan kewajiban puasa di bulan Ramadhan dengan penuh semangat dan istiqamah.

Sholawat dan salam mari kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat dan pengikutnya.

Selanjutnya, melalui mimbar yang mulia ini, khatib mengajak kepada diri khatib sendiri, keluarga, dan semua jamaah yang turut hadir pada pelaksanaan sholat Jumat ini, untuk terus istiqamah dalam menjalankan ibadah dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, serta menjauhi semua larangan-larangan-Nya. Sebab, tidak ada bekal yang paling baik untuk kita bawa menuju akhirat selain ketakwaan.

Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Saat ini kita semua sudah berada di penghujung bulan Ramadhan, itu artinya sebentar lagi bulan yang penuh berkah dan ampunan ini akan meninggalkan kita semua dan akan datang di tahun berikutnya, entah kita semua masih ada di bulan tersebut, atau justru kematian sudah mendahuluinya.

Oleh karenanya, mari sejenak kita evaluasi perihal ibadah-ibadah yang kita lakukan selama bulan Ramadhan ini. Sudah benarkah ibadah yang kita lakukan, mulai dari puasa, sholat, zakat, dan lainnya?

Pada dasarnya, kita semua diwajibkan oleh Allah SWT untuk berpuasa selama satu bulan bukan dengan tujuan lapar, dahaga, dan merasakan kesukaran. Namun, di balik semua itu terdapat hikmah yang sangat banyak.

Hikmah yang pertama yaitu agar dengan berpuasa kita semua bisa menjadi hamba yang bertakwa kepada Allah SWT. Sebagaimana tujuan pokok diwajibkannya puasa kepada orang-orang yang beriman yaitu agar mereka bisa menjadi hamba yang bertakwa. Hal ini sebagaimana telah ditegaskan oleh Allah dalam Al-Quran, Dia berfirman:

ياأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya, "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS Al-Baqarah [2]: 183)

Ayat di atas memiliki nilai adiluhung, bahwa puasa seharusnya bisa menjadi mediator bagi kita semua untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah.

Dengan berpuasa, seseorang sudah berkomitmen menyempurnakan ketakwaannya, sebagaimana definisi dari takwa itu sendiri yaitu, mengerjakan semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Dari tujuan tersebut, mari kita evaluasi kembali ibadah puasa yang kita lakukan selama ini, apakah sudah menjadikan kita hamba yang benar-benar bertakwa kepada-Nya?

Sudahkan puasa menjadikan kita hamba yang benar-benar semangat dalam meningkatkan ibadah dan ketaatan kepada-Nya? Atau justru ibadah yang kita lakukan selama ini tidak memberikan bekas apa-apa pada diri kita, nauzubillah min zalik.

Cara paling gampang untuk mengetahui ibadah puasa kita diterima atau tidak oleh Allah SWT adalah dengan melihat semangat dan konsistensi kita untuk terus beribadah setelah bulan Ramadhan.

Jika terus semangat, menunjukkan bahwa ibadah yang kita lakukan selama bulan Ramadhan menjadi ibadah yang diterima. Jika tidak semangat, menunjukkan bahwa ibadah kita selama ini ditolak oleh Allah. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnu Rajab dalam Kitab Lathaiful Ma'arif, yaitu:

عَلاَمَةُ قَبُوْلِ الطَّاعَةِ أَنْ تُوْصَلَ بِطَاعَةٍ بَعْدَهَا وَ عَلَامَةُ رَدِّهَا أَنْ تُوْصَلَ بِمَعْصِيَةٍ. مَا أَحْسَنَ الْحَسَنَةِ بَعْدَ الْحَسَنَةِ وَأَقْبَحَ السَّيِّئَةِ بَعْدَ الْحَسَنَةِ

Artinya, "Tanda-tanda diterimanya ketaatan adalah dengan konsisten terus beribadah setelahnya. Dan tanda-tanda ditolaknya ketaatan adalah dengan melakukan kemaksiatan setelahnya. Betapa mulianya suatu ibadah yang dilakukan setelah ibadah yang lain, dan betapa jeleknya sebuah keburukan yang dilakukan setelah ibadah."

Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Puasa sama halnya dengan sholat. Dalam Al-Quran Allah menjanjikan kebaikan bagi orang-orang yang melakukannya, dan juga bisa meninggalkan setiap kejelekan dan keburukan bagi yang melakukannya.

Namun, betapa banyak dari mereka yang melakukan sholat tapi masih saja bermaksiat. Semua itu tidak lain disebabkan ketika melakukan sholat masih banyak aturan-aturan yang tidak terpenuhi.

Begitu juga dengan puasa. Jika puasa yang kita lakukan selama ini tidak bisa meningkatkan imunitas ketakwaan kepada Allah, menunjukkan bahwa puasa yang kita jalani selama satu bulan ini ada salah, ada yang kurang baik, dan ada penghalang yang membuatnya tidak bisa meningkatkan ketakwaan.

Salah satu perbuatan yang bisa merusak terhadap ibadah puasa adalah dengan berbohong, berkata kotor, dan membicarakan keburukan orang lain, sebagaimana yang ditegaskan oleh Nabi dalam salah satu haditsnya, yaitu:

الصَّوْمُ جُنَّةٌ مَا لَمْ يَخْرِقْهَا. بِمَ يُخْرِقُهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: بِكَذْبٍ أَوْ بِسَبَّابٍ أَوْ بِغِيْبَةٍ أَوْ نَمِيْمَةٍ

Artinya, "Puasa adalah benteng, selama engkau tidak membakarnya. Para sahabat bertanya, dengan apa bisa membakarnya, wahai Rasulullah? Nabi menjawab: dengan berbohong, berkata kotor, membicarakan keburukan orang lain, dan adu domba." (HR An-Nasa'i).

Dengan berpijakan pada hadits di atas, bisa kita koreksi kembali, sudahkah kita meninggalkan perbuatan-perbuatan yang bisa merusak pahala puasa di atas selama bulan Ramadhan?

Jika sudah, mari kita bersyukur kepada Allah yang telah memberikan kita pertolongan agar tidak terjerumus kepadanya. Dan jika tidak, maka tidak heran jika puasa tidak bisa memberikan efek positif sedikit pun kepada kita semua.

Ma'asyiral muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Demikian khutbah Jumat perihal evaluasi ibadah puasa selama bulan Ramadhan. Semoga bisa membawa manfaat dan keberkahan bagi kita semua, dan digolongkan sebagai hamba yang istiqamah dalam menjalankan semua perintah dan menjauhi larangan-Nya. Amin ya rabbal alamin.

Baca halaman selanjutnya.

16. Contoh Khutbah Jumat Bulan Syawal 16

الحَمْدُ للهِ الّذِي لَهُ مَا فِي السمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ وَلَهُ الحَمْدُ فِي الآخرَة الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وهو الرّحِيم الغَفُوْر. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ الهَادِيْنَ لِلصَّوَابِ وَعَلَى التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ اْلمَآبِ


اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ


Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah

Pertama sekali sebelum Alfaqir menyampaikan materi khutbah pada kesempatan mulia ini, Alfaqir mengajak kepada semua jamaah Jumat termasuk kepada diri sendiri untuk terus berusaha dalam meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah azza wa jall. Karena hanya dengan modal takwa, kita semua bisa menjadi hamba yang selamat di dunia dengan karunia-Nya, dan selamat di akhirat dengan keadilan-Nya.

Hadirin yang dimuliakan Allah

Alhamdulillah, kita semua umat Islam bisa melewati satu bulan Ramadhan yang diperuntukkan hanya untuk kita dengan membawa anugerah yang amat besar. Ramadhan hadir dengan segala bonus pelipatgandaan pahala sekaligus ampunan yang besar seyogyanya untuk menjadikan kita sebagai umat yang semakin bertakwa kepada Allah swt sebagaimana tujuan dari puasa Ramadhan itu sendiri.

Ramadhan telah berlalu. Semoga kita kembali menjadi hamba-hamba yang bersih, suci, lantaran dosa-dosa kita diampuni Allah swt sewaktu Ramadhan kemarin. Amin ya rabbal alamin. Ini adalah satu predikat yang luar biasa tatkala kita diampuni Allah.

Hadirin yang dimuliakan Allah

Sebagai hamba yang taat, tentu pada Ramadhan kemarin daya kita seakan terus bertambah dibuktikan dengan semangat dalam pelaksanaan ibadah kita. Di samping puasa yang memang wajib kita laksanakan, aneka ibadah sunnah pun tak luput dari perhatian kita, seperti istikamah mengerjakan shalat tarawih, ngaji Al-Qur’an, qiyamul lail, dan seterusnya. Alhamdulillah, kita semua tentu saja telah melaksanakannya, meskipun bisa saja belum semuanya.

Di bulan Syawal ini, semangat untuk beribadah kepada Allah tidak boleh kendor. Daya kita yang diisi selama Ramadhan itu tentu masih mampu melanjutkan di bulan Syawal ini dan di bulan-bulan selanjutnya. Insyaallah.

Bulan Syawal ini terdapat keutamaan yang tak kalah pentingnya dengan bulan-bulan lainnya. Mari kita raih keutamaan tersebut. Apa itu? Adalah balasan pahala puasa sunnah Syawal yang setara dengan berpuasa setahun lamanya.

Puasa sunnah Syawal hanya dikerjakan dalam waktu enam hari. Namun pahalanya begitu besar. Kita dianjurkan melaksanakan ibadah puasa ini, sebagaimana dalam hadits Nabi yang berbunyi:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

Artinya, “Siapa saja yang berpuasa Ramadhan, kemudian dilanjutkan dengan enam hari di bulan Syawal, maka seperti pahala berpuasa setahun” (HR Muslim).

Hadirin yang dimuliakan Allah

Bila kita telah sanggup melaksanakan puasa Ramadhan satu bulan lamanya, maka kita tentu lebih sanggup mengerjakan puasa Syawal yang hanya enam hari. Idealnya puasa Syawal memang dikerjakan dimulai tepat satu hari setelah shalat Idul Fitri, yakni dimulai dari tanggal 2 hingga tanggal 7 Syawal. Namun, ulama menegaskan bahwa pelaksanaan puasa sunnah ini tidak selalu harus ideal, berpuasa di luar tanggal itu, sekalipun tidak berurutan, tetap mendapat keutamaan puasa Syawal seperti pahala puasa wajib setahun penuh.

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah

Selain mendapatkan pahala puasa yang setara setahun, orang yang membiasakan puasa Syawal ini menandai puasa Ramadhan yang kita laksanakan kemarin insyaallah diterima oleh Allah swt. Sesungguhnya Allah swt apabila menerima amal kebaikan seseorang, akan menganugerahi ia untuk berbuat kebaikan setelah itu. Sebagian ulama mengatakan sebagaimana berikut ini:

"Ganjaran perbuatan baik adalah perbuatan baik setelahnya, maka siapa saja yang berbuat kebaikan kemudian mengikutkannya dengan perbuatan baik lainnya maka hal yang demikian adalah tanda diterimanya kebaikan yang pertama, pun halnya orang yang berbuat baik kemudian mengikutkannya dengan perbuatan buruk maka yang demikian adalah tanda ditolaknya kebaikan yang ia kerjakan".

Hadirin yang dimuliakan Allah

Mari kita meraih keutamaan bulan Syawal ini dengan cara berpuasa sunnah selama enam hari. Kalaupun tidak berurutan dan di luar tanggal 2 sampai 7 Syawal, tetap dapat keutamaan seolah berpuasa setahun lamanya. Berpuasa Syawal berarti kita telah merawat semangat beribadah kepada Allah selepas Ramadhan.

Selesainya bulan suci Ramadhan, bukan berarti ibadah yang kita amalkan selesai sudah, namun hendaknya kita berusaha untuk mempertahankan kualitas dan kuantitas ibadah di bulan-bulan selanjutnya sebagaimana di bulan Ramadhan, seperti di bulan Syawal ini.

Bagi Muslim yang masih memiliki tanggungan puasa Ramadhan, misalkan kemarin tidak bisa berpuasa Ramadhan satu bulan penuh karena udzur syar'i, seperti sakit, bepergian jauh, dan seterusnya, sebaiknya segera menggantinya terlebih dahulu, kemudian setelahnya baru mengerjakan puasa sunnah Syawal.

Hadirin yang dimuliakan Allah

Demikian khutbah Jumat ini singkat perihal cara meraih keutamaan bulan Syawal dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal. Semoga bisa membawa manfaat dan keberkahan bagi kita semua, dan digolongkan sebagai hamba yang istikamah dalam menjalankan semua perintah dan menjauhi larangan-Nya. Amin ya rabbal alamin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الصَّلَاةِ وَالصَّدَقَةِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْاَنِ وَجَمِيْعِ الطَّاعَاتِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

17. Contoh Khutbah Jumat Bulan Syawal 17

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ.

اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ.

قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.

وَقَالَ النَّبِيُ : اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن).

Jamaah Jum’at hamba Allah yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, dan para sahabatnya.

Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jama’ah sekalian marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.

Ma’asyirol Muslimin Rahimani Wa Rahimukumullah…

Ramadhan telah berlalu. Tibalah Syawal, bulan peningkatan amal ibadah. Secara bahasa, Syawal (شَوَّالٌ) artinya peningkatan. Syawal dapat diartikan sebagai bulan peningkatan ibadah dan peningkatan kinerja setelah –insya Allah– mencapai derajat takwa usai puasa Ramadhan.

Mengapa bulan setelah Ramadan itu dinamai Syawal, bulan yang naik atau meninggi? Ada dua alasan yang dapat dikemukakan, yaitu sebagai berikut :

Alasan pertama, karena derajat kaum muslim meninggi di mata Allah. Hal ini disebabkan mereka mendapat pengampunan (maghfirah) dari Allah setelah menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadan.

Rasulullah bersabda: ”Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu akan diampuni”. (HR. Bukhari No. 38 dan Muslim no. 760).

Alasan kedua, pada bulan ini kaum muslim harus mempertahankan dan meningkatkan nilai-nilai amaliah Ramadan pada bulan-bulan berikutnya hingga datang Ramadan tahun depan.

Oleh karena itu pada bulan ini disunnahkan puasa Syawal enam hari karena puasa syawal sebagai pertanda diterimanya puasa di bulan Ramadhan dan sebagai penyempurna puasa ramadhan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam salah satu hadistnya:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barangsiapa puasa Ramadan, kemudian ia sertakan dengan puasa enam hari dari bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa setahun penuh. (HR Muslim).

Orang yang mengerjakan puasa enam hari di bulan Syawal menunjukkan bahwa puasanya selama Ramadhan diterima oleh Allah Ta’ala.

Imam Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitab Lathaiful Ma’arif fima li Mawasimil ‘Am minal Wazhaif mengatakan: “Tanda-tanda diterimanya ketaatan adalah dengan konsisten terus beribadah setelahnya. Dan tanda-tanda ditolaknya ketaatan adalah dengan melakukan kemaksiatan setelahnya. Betapa mulianya suatu ibadah yang dilakukan setelah ibadah yang lain, dan betapa jeleknya sebuah keburukan yang dilakukan setelah ibadah.”

Selain itu, puasa Syawal bisa menjadi penutup kekurangan-kekurangan yang bisa menghilangkan kesempurnaan puasa selama bulan Ramadan.

Di bulan Syawal akan datang godaan dari bangsa setan dari berbagai macam arah kepada manusia. Karena pada umumnya, kaum muslimin sudah merasa menang sudah berhasil melewati bulan suci ramadhan, lalu mereka menjadi lalai di bulan Syawal.

Dan persepsi keliru dengan berakhirnya ramadhan maka berakhirlah semua kebaikan dan ibadah selama ramadhan, ibadah hanya di bulan ramadhan saja. khotib akan menjelaskan fenomena di bulan syawal. Kita akan temukan beberapa fenomena yang menunjukkan keadaan kebanyakan kaum muslimin setelah Ramadhan.

Diantaranya malas mengerjakan shalat lima waktu, lebih-lebih lagi untuk shalat Shubuh karena ba’da Ramadhan tidak lagi punya kebiasaan makan sahur. Padahal shalat adalah suatu kewajiban yang mesti diperhatikan.

Karena tegaknya bangunan Islam dilihat dari apakah shalat lima waktu didirikan ataukah tidak. Kemudian fenomena Masjid mulai sepi bahkan parahnya lagi tidak sedikit yang tidak ada kumandang azan.

Sebagai ukuran, khotib menyebut bahwa aktivitas di masjid-masjid hanya ramai ketika Tarawih dan Salat Jumat saja, sedangkan untuk kegiatan shalat wajib, masjid-masjid secara umum jadi sepi. Jika pada shalat wajib saja masjid sepi, kegiatan yang sifatnya memakmurkan masjid dipastikan lebih sepi.

Kemudian bulan syawal shalat malam sudah malas, padahal di bulan Ramadhan kita menjadi orang yang gemar shalat tarawih. Harusnya setelah Ramadhan menjadi orang yang semangat terus menjaga shalat malam atau giat melakukan shalat tahajud (shalat malam setelah bangun tidur).

Kemudian fenomena bulan syawal Al-Qur’an ditinggalkan, dengan tidak dibaca, tidak dihafalkan atau tidak direnungkan dan digali maknanya.

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Bulan Syawal yang kita jalani sekarang ini adalah lanjutan dari perjuangan kita di bulan Ramadan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Ahqaf ayat 13:

اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian tetap istiqamah, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak (pula) bersedih.”

Ini menunjukkan pentingnya keistiqamahan dalam kebaikan yang telah kita mulai.

Syawal bukan hanya sekadar waktu untuk bersuka ria setelah Ramadan, tetapi juga sebagai masa untuk mempertahankan dan meningkatkan ibadah serta kebiasaan baik yang telah kita lakukan.

Jamaah salat Jumat rahimakumullah,

Hari Raya Idul Fitri yang baru saja kita lalui bukanlah akhir dari perjuangan kita. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

Artinya: “Barangsiapa yang berpuasa Ramadan kemudian dilanjutkannya dengan enam hari di bulan Syawal, maka itu seperti puasa setahun penuh.” (HR. Muslim).

Justru, hari raya adalah titik awal baru dalam perjalanan spiritual kita. Kita diajak untuk selalu dalam kondisi bersih, suci seperti saat kita fitri, dan terus memperbaharui niat untuk menjadi lebih baik.

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Marilah kita panjatkan doa kepada Allah Ta’ala agar kita semua diberikan kekuatan untuk mempertahankan ibadah dan kebaikan yang telah kita mulai. Semoga Allah Ta’ala menerima semua amal ibadah kita, mengampuni kesalahan-kesalahan kita, dan memberkahi kita semua dengan kehidupan yang penuh dengan takwa. Mudah-mudahan kita diberikan kekuatan dan hidayah Allah Ta’ala untuk dapat melaksanakannya dan senantiasa ketakwaan kita akan berada dalam diri kita. Aamiin.

جَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ اْلعَائِدِيْنَ وَاْلفَائِزِيْنَ وَاْلمَقْبُوْلِيْنَ، وَاَدْخَلَنَا وَاِيَّاكُمْ فِى زُمْرَةِ عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ، اَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِى وَلَكُمْ، وَلِوَالِدَيْنَا وَلِسَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، فَاسْتَغْفِرْهُ اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ. وَالّلَيْلِ اِذَا يَسْر.

وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.

18. Contoh Khutbah Jumat Bulan Syawal 18

اَلْحَمْدُ لِلهِ وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْاِحْسَانِ، وَمُضَاعِفِ الْحَسَنَاتِ لِذَوِي الْاِيْمَانِ وَالْاِحْسَانِ، اَلْغَنِيِّ الَّذِيْ لَمِ تَزَلْ سَحَائِبُ جُوْدِهِ تَسِحُّ الْخَيْرَاتِ كُلَّ وَقْتٍ وَأَوَانٍ، العَلِيْمِ الَّذِيْ لَايَخْفَى عَلَيْهِ خَوَاطِرُ الْجَنَانِ، اَلْحَيِّ الْقَيُّوْمِ الَّذِيْ لَاتَغِيْضُ نَفَقَاتُهُ بِمَرِّ الدُّهُوْرِ وَالْأَزْمَانِ، اَلْكَرِيْمِ الَّذِيْ تَأَذَّنَ بِالْمَزِيْدِ لِذَوِي الشُّكْرَانِ. أَحْمَدُهُ حُمْدًا يَفُوْقُ الْعَدَّ وَالْحُسْبَانِ، وَأَشْكُرُهُ شُكْرًا نَنَالُ بِهِ مِنْهُ مَوَاهِبَ الرِّضْوَانِ أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ دَائِمُ الْمُلْكِ وَالسُّلْطَانِ، وَمُبْرِزُ كُلِّ مَنْ سِوَاهُ مِنَ الْعَدَمِ اِلَى الْوِجْدَانِ، عَالِمُ الظَّاهِرِ وَمَا انْطَوَى عَلَيْهِ الْجَنَانِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَخِيْرَتُهُ مِنْ نَوْعِ الْاِنْسَانِ، نَبِيٌّ رَفَعَ اللهُ بِهِ الْحَقَّ حَتَّى اتَّضَحَ وَاسْتَبَانَ. صَلَّى اللهُ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدْقِ وَالْاِحْسَانِ. أَمَّا بَعْدُ، أَيُّهَا الْاِخْوَانُ أُوْصِيْكُمْ وَاِيَايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ، بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Ma’asyiral Muslimin jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah

Segala puji bagi Allah swt Tuhan semesta alam yang telah menganugerahkan kehidupan di muka bumi ini sekaligus memberikan nikmat rezeki kepada makhluk-Nya.

Kita sebagai makhluk sekaligus hamba-Nya yang diamanahi menjadi pemimpin di muka bumi ini harus terus memanjatkan syukur atas kesempurnaan kita diciptakan dan menyampaikan rasa syukur agar segala kebaikan yang telah dianugerahkan kepada kita akan senantiasa ditambah oleh Allah swt.

Alhamdulillahi rabbil alamin, menjadi ucapan yang patut membasahi lisan kita setiap saat atas nikmat-nikmat yang terus mengalir sampai kita tidak mampu untuk menghitungnya.

Allah telah menegaskan hal ini dalam firman-Nya yang termaktub dalam Al-Qur’an surat An-Nahl Ayat 18:

وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya: “Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Ayat ini mengingatkan kita untuk tidak kufur dan mendustakan nikmat nyata dan melimpah yang telah dianugerahkan-Nya.

Hal ini juga diingatkan Allah swt dalam Al-Qur’an Surat Ar-Rahman melalui sebuah ayat yang diulang-ulang sebanyak 31 kali agar kita tidak ingkar kepada nikmatnya yang agung.

فَبِاَيِّ اٰلَاۤءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبٰنِ

Artinya: “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”

Ma’asyiral Muslimin jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah

Di antara sekian banyak nikmat yang perlu kita syukuri saat ini adalah telah dianugerahkannya nikmat kepada kita bisa bertemu bulan Ramadhan, menjalankan kewajiban ibadah di dalamnya, dan bisa bertemu dengan bulan Syawal di mana kita bisa menikmati kebahagiaan bersama orang-orang yang kita cintai dalam suasana Idul Fitri.

Tidak semua orang mampu menikmati hal ini. Dan untuk bisa mempertahankan agar nikmat ini tidak pergi, maka syukur harus kita tanamkan dalam hati, ucapkan oleh lisan, dan diwujudkan dalam tindakan.

Dalam suasana Syawal ini, kita juga perlu bersyukur dan berharap bisa meraih 2 predikat anugerah yang menjadi buah dari ibadah puasa Ramadhan.

2 anugerah yang telah Allah janjikan akan diberikan kepada yang menjalankan ibadah puasa dengan keimanan dan mengharap ridha Allah swt.

2 predikat mulia yang harus kita rawat dan pertahankan itu adalah ketakwaan dan kesucian.

Pertama adalah merawat anugerah ketakwaan. Allah swt berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 183:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Pada ujung ayat ini, jelas disebutkan bahwa muara atau tujuan disyariatkan dan diwajibkannya ibadah puasa adalah agar kita menjadi orang yang bertakwa.

Ini kita alami dan rasakan bersama, bagaimana di bulan Ramadhan kita dilatih untuk senantiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.

Sikap dan prilaku inilah yang memang menjadi esensi dari takwa yakni:

امْتِثَالُ أَوَامِرِ اللهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ سِرًّا وَعَلَانِيَّةً ظَاهِرًا وَبَاطِنًا

“Mengerjakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, baik dalam suasana sunyi maupun ramai, dalam dhahir maupun dalam batin.”

Saat Ramadhan kita bisa menjalankan perintah Allah yakni puasa dan tidak melanggar perintah-Nya dengan tidak tergoda pada makanan dan minuman apapun yang ada di sekitar kita. Begitu juga kita mampu menjauhi segala hal yang dapat membatalkan puasa dan menghilangkan pahala puasa. Sikap ini berhasil kita lakukan, baik ada orang di sekitar kita maupun saat tidak ada siapapun yang melihat kita.

Tentu sikap ini harus terus kita rawat dan pertahankan dimulai dari bulan Syawal ini.

Bagaimana caranya? Kita harus terus menanamkan kesadaran bahwa apapun yang kita lakukan tidak akan terlepas dari pantauan Allah swt.

Rasulullah bersabda:

أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ , فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

Artinya: “Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihatnya, sesungguhnya Dia pasti melihatmu.” (HR. Muslim)

Jika nilai-nilai ketakwaan sudah tertancap dalam diri kita maka secara otomatis kita akan menyadari Allah selalu mengawasi hati dan prilaku kita.

Allah berfirman:

وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ

Artinya: “Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Ma’asyiral Muslimin jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah

Kedua adalah merawat kesucian. Predikat ini secara tersirat dan tersurat telah diungkapkan oleh Rasulullah dalam sebuah haditsnya yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim yang sangat masyhur:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيْمَا نًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya: “Barangsiapa berpuasa dibulan Ramadhan karena Iman dan mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”

Dalam hadits ini, yang akan dihapus dosa-dosa sebelumnya adalah mereka yang berpuasa karena iman dan mengharap pahala dari Allah swt.

Dalam kitab Maqâshid al-Shaum halaman 15 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan iman di sini adalah meyakini bahwa puasa adalah kewajiban dan kita yakin dalam melaksanakannya.

Sementara ihtisaban (mengharapkan pahala) adalah merendahkan diri memohon balasan dari dari Allah sebagai bentuk penyerahan diri, pernyataan keimanan dan menyatakan kelemahan di hadapan-Nya.

Jika kita bisa benar-benar lakukan hal ini saat berpuasa, maka insyaallah kita akan diampuni dosa-dosa kita terdahulu dan kita akan kembali kepada kesucian seperti bayi yang terlahir kembali.

Kesucian ini pun semakin lengkap dengan gugurnya dosa kita kepada sesama manusia yang kita lakukan melalui saling maaf-memaafkan pada momentum Idul Fitri di bulan Syawal. Sehingga predikat kesucian ini pun harus kita rawat dan pertahankan dengan berjuang agar noda-noda dosa tidak menempel lagi di lembaran putih kehidupan baru kita mulai bulan Syawal ini.

Ma’asyiral Muslimin jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah

Demikianlah dua predikat yang mudah-mudahan kita bisa raih setelah puasa kali ini dan harus kita rawat dan pertahankan mulai bulan Syawal ini. Semoga kita diberikan kekuatan, perlindungan, anugerah, taufik dari Allah swt untuk dapat meraih dua predikat tersebut dan bisa kita pertahankan sampai ajal menjemput kita. Amin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الصَّلَاةِ وَالصَّدَقَةِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْاَنِ وَجَمِيْعِ الطَّاعَاتِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

19. Contoh Khutbah Jumat Bulan Syawal 19

الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِيَافَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلٰهَ إِلاَّاللهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِيْ إِلىَ الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّـدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنَ. أَمَّا بَعْدُ .

فَيَآأَيُّهَاالمُؤْمِنُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ . قَالَ اللهُ تَعَالَى: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

Hadirin sidang jum’ah yang dimuliakan oleh Allah SWT,

Sudahkan puasa menjadikan kita sebagai hamba yang semangat dalam meningkatkan ibadah serta ketaatan kepada-Nya? Atau justru ibadah yang kita lakukan sejauh ini tidak memberikan bekas apa-apa pada diri kita, nauzubillah min zalik.

Cara paling mudah mengetahui ibadah puasa kita diterima atau tidaknya oleh Allah SWT yaitu dengan melihat semangat dan konsistensi kita untuk terus beribadah setelah bulan suci Ramadhan.

Jika terus semangat, mengindikasikan bahwa ibadah yang kita lakukan selama Ramadhan menjadi ibadah yang diterima. Jika tidak semangat, menunjukkan bahwa ibadah kita selama ini ditolak oleh Allah SWT.

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnu Rajab dalam Kitab Lathaiful Ma'arif:

عَلاَمَةُ قَبُوْلِ الطَّاعَةِ أَنْ تُوْصَلَ بِطَاعَةٍ بَعْدَهَا وَ عَلَامَةُ رَدِّهَا أَنْ تُوْصَلَ بِمَعْصِيَةٍ. مَا أَحْسَنَ الْحَسَنَةِ بَعْدَ الْحَسَنَةِ وَأَقْبَحَ السَّيِّئَةِ بَعْدَ الْحَسَنَةِ

Artinya, "Tanda-tanda diterimanya ketaatan adalah dengan konsisten terus beribadah setelahnya. Dan tanda-tanda ditolaknya ketaatan adalah dengan melakukan kemaksiatan setelahnya.

Betapa mulianya suatu ibadah yang dilakukan setelah ibadah yang lain, dan betapa jeleknya sebuah keburukan yang dilakukan setelah ibadah."

Hadirin ahli jum’ah,

Puasa tidak berbeda dengan sholat. Dalam Al-Quran Allah SWT menjanjikan kebaikan bagi orang-orang yang melaksanakannya, dan juga bisa meninggalkan setiap kejelekan serta keburukan bagi yang melakukannya.

Namun, betapa banyak dari kita yang kadang mendirikan sholat tapi masih saja berbuat bermaksiat. Semua itu tidak lain karena saat melakukan sholat masih banyak aturan-aturan yang tidak terpenuhi.

Begitu pula halnya dengan puasa. Bilamana puasa yang kita lakukan selama ini tidak mampu meningkatkan imunitas ketakwaan kepada Allah,

itu menunjukkan kalau puasa yang kita jalani selama sebulan ini ada salah, kurang baik, serta adanya penghalang yang membuatnya tidak bisa meningkatkan ketakwaan.

Maka dari itu, mari kita sama-sama bersyukur kepada Allah ta'ala yang sudah memberi kita pertolongan supaya tidak terjerumus kepadanya.

Dan jika tidak, tentu tidak heran bila puasa tidak bisa memberikan dampak positif sedikit pun kepada kita semua.

20. Contoh Khutbah Jumat Bulan Syawal 20

إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه

قال الله تعالى فى كتابه الكريم، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

وقال تعالى، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ، فإِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ

Ummatal Islam,

Senantiasa kita memuji Allah yang telah memberikan kita banyak kenikmatan. Sesungguhnya kenikmatan yang terbesar yang Allah berikan adalah nikmat keislaman dan keimanan. Maka kewajiban kita untuk mensyukuri nikmat yang besar tersebut dengan cara terus beramal shalih dan menggali ilmu Allah yang telah Allah berikan kepada RasulNya, lalu beliau sampaikan kepada para Sahabatnya. Demikian dari zaman ke zaman. Setiap ulama menyampaikan ilmu untuk menjadi sebuah penerang dalam kehidupan kita.

Diantara yang Allah jelaskan dalam Al-Qur’an, sebuah ayat yang mulia yang hendaknya kita jadikan sebagai motto dalam kehidupan kita. Allah Ta’ala berfirman:

فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ ﴿٧﴾ وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَب ﴿٨﴾

Dalam surat Al-Insyirah ini Allah mengatakan:

فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ ﴿٧﴾

“Apabila kamu telah selesai, maka berdirilah.” (QS. Al-Insyirah[94]: 7)

Menjadi pendapat para ulama, di mana para ulama tafsir ketika menafsirkan ini ada dua pendapat:

Pendapat yang pertama mengatakan bahwa artinya apabila kamu telah selesai melaksanakan urusan dunia kamu berupa mencari nafkah ataupun yang lainnya, maka berdirilah untuk akhiratmu, segeralah kamu lakukan kehidupan akhiratmu. Ini Allah merupakan perkara yang Allah perintahkan. Apabila kita telah mencari dunia, kemudian setelah itu kita segeralah mencari akhirat kita.

Sementara pendapat yang kedua dari pendapat para ulama mengatakan bahwa yang dimaksud ayat ini artinya apabila kamu telah selesai beribadah, maka segeralah kamu bersiap-siap menuju ibadah berikutnya. Karena kehidupan manusia hendaknya tidak lepas dari ibadah dan ibadah. Apabila kita telah selesai shalat lima waktu misalnya, segera kita berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Setelah selesai berdzikir segera kita berpindah dari satu ibadah kepada ibadah berikutnya.

Setelah kita selesai bulan Ramadhan, kita melaksanakan puasa sebulan penuh, segera kita pun melaksanakan puasa berikutnya yaitu puasa Syawal dan amalan-amalan shalih yang lainnya. Dan ini adalah pendapat kebanyakan para ulama tafsir. Dan dua pendapat tersebut sebetulnya tidak bertentangan sama sekali. Karena orang yang mencari dunia tiada lain adalah untuk mencari kehidupan akhirat apabila ia niatkan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Seseorang yang mencari nafkah, kalau ia tujuannya adalah untuk mencari nafkah yang Allah wajibkan kepada dia, untuk menafkahi anak dan istrinya maka itu menjadi pahala di sisi allah Subhanahu wa Ta’ala. Seorang yang melakukan perbuatan yang sifatnya duniawi, apabila itu memang tujuannya karena Allah, di jalan Allah dan sesuai dengan syariat Allah, maka itu bernilai ibadah di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Manusia, Allah ciptakan untuk ibadah. Maka kita berusaha untuk berpindah dari satu ibadah kepada ibadah berikutnya. Apabila kita telah selesai dalam ibadah mencari nafkah, kita berusaha mencari ibadah yang lainnya. Yaitu dengan berusaha banyak berdzikir kepada Allah, dengan shalat, dengan membaca Qur’an dan yang lainnya. Apabila kita telah selesai di bulan Ramadhan ini, Alhamdulillah. Dengan karunia dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, segera kita bersiap-siap menuju ibadah berikutnya. Yaitu berpuasa di bulan Syawal. Kemudian setelah Syawal, berikutnya kita akan menjelang bulan-bulan haram, Dzulhijjah, Dzulqa’dah dan Muharram. Tiga bulan haram yang sangat mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang sangat diperintahkan kita untuk banyak berbuat kebaikan di dalamnya.

Ummatal Islam,

Betapa indahnya seorang Mukmin yang hidupnya tak lepas dari ibadah. Ketika ia telah selesai dari satu ibadah menuju ibadah berikutnya. Karena ibadah itu bukanlah sebatas kita hanya shalat, membaca Qur’an, tidak. Akan tetapi kata Syaikhul Islam, bahwa ibadah adalah:

اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه من الأقوال والأعمال الظاهرة والباطنة

Setiap perkara yang dicintai oleh Allah berupa ucapan ataupun perbuatan yang tampak maupun yang tersembunyi, semua yang Allah cintai.

Anda berolahraga karena untuk melaksanakan hak badan Anda agar sehat, kemudian bisa beribadah dengan tenang dan dengan kesehatan itu Anda bisa melakukan hal-hal yang tidak bisa dilakukan oleh orang-orang yang sakit dari ibadah kepada Allah, maka itu menjadi kebaikan, insyaAllah.

Maka ya ummatal Islam,

Inilah motto seorang Mukmin. Seorang Mukmin berusaha untuk menjadikan bagaimana waktu-waktunya bernilai ibadah di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang-orang barat mengatakan waktu adalah uang. Karena bagi mereka kehidupan itu hanyalah dunia. Mereka tidak meyakini adanya kehidupan akhirat. Sementara kita orang yang beriman mengatakan bahwa waktu itu adalah pahala. Dia ingin berusaha setiap waktunya, setiap menitnya, setiap jamnya, dia bisa meraih pahala yang besar di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka Subhanallah,

Perbuatan ini hanyalah untuk orang-orang yang ia yakin benar kepada Allah dan kehidupan akhirat. Oleh karena itu Allah berfirman:

وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَب ﴿٨﴾

“Dan kepada Rabbmu hendaklah kamu berharap.” (QS. Al-Insyirah[94]: 8)

Iya.. Seorang Mukmin hanya berharap kepada Allah semata, seorang Mukmin hanya menggantungkan pengharapannya kepada Allah. Yang dia inginkan dalam hidupnya, satu tujuannya, yaitu cinta Allah dan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia tidak ingin menjadikan cinta manusia sebagai tujuan yang terbesar. Karena manusia bisa berubah-rubah hatinya. Hari ini ia cinta, mungkin besok ia benci. Sedangkan apabila Allah sudah mencintai kita, Allah mampu menjadikan hati-hati manusia mencintai diri kita. Sehingga pada waktu, tujuan terbesar dalam hidupnya adalah keridhaan Allah semata.

Subhanallah.. Betapa mulianya seorang Mukmin. Sehingga ketika ia ditimpa kesulitan apapun, ia bersabar karena yang ia harapkan adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika ia diberikan kesenangan, dia tidak tertipu dan bahkan ia bersyukur kepada Allah. Karena yang ia harapkan di hatinya telah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sungguh Rasulullah kagum kepada seorang Mukmin karena itu. Rasulullah bersabda:

عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ

“Sungguh menakjubkan urusan seorang Mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang Mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim)

Dan itu tidak akan terjadi kecuali pada orang-orang yang beriman saja.

أقول قولي هذا واستغفر الله لي ولكم

21. Contoh Khutbah Jumat Bulan Syawal 21

22. الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله، نبينا محمد و آله وصحبه ومن والاه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أنَّ محمّداً عبده ورسولهُ

Ummatal Islam,

Ketika seseorang di hatinya hanya mengharapkan Allah dan kehidupan akhirat, di saat itulah ia akan diberikan oleh Allah kemudahan untuk mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Karena hanya orang-orang yang menginginkan Allah dan kehidupan akhirat saja yang mampu menjadikan Rasulullah sebagai suri tauladan dalam hidupnya. Allah berfirman:

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّـهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

“Sungguh telah ada pada diri Rasulullah, uswatun hasanah (suri tauladan yang baik)”

Bagi siapa? Yaitu:

لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّـهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ

“Bagi orang yang mengharapkan Allah dan kehidupan akhirat.” (QS. Al-Ahzab[33]: 21)

Iya.. Seorang Mukmin di hatinya adalah harapannya adalah ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana Allah menyebutkan dalam ayat tadi:

وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَب ﴿٨﴾

“Dan kepada Rabbmu hendaklah kamu berharap.” (QS. Al-Insyirah[94]: 8)

Sehingga Allah berikan dia kekuatan untuk menjalankan perintah-perintahNya, menjauhi larangan-laranganNya. Sedangkan orang yang mengharapkan dunia, sesuatu yang terbesar di hatinya adalah dunia, jangan harap dia bisa menjalankan syariat Allah, jangan harap dia bisa menjadikan Rasulullah sebagai suri tauladan dalam hidupnya. Karena perintah-perintah Allah dan RasulNya seringkali tidak sesuai dengan kepentingan dunia kita, seringkali batasan-batasan Allah membuat seseorang yang menginginkan dunia itu seakan-akan itu adalah penjara bagi dia. Sehingga akhirnya berapa banyak orang-orang yang mengharapkan dunia dimana dunia menjadi sesuatu yang terbesar di hatinya, ia menghalalkan apa yang Allah haramkan. Ia tidak peduli dengan halal dan haram lagi. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sudah mengabarkan dalam haditsnya:

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ

“Akan datang suatu zaman pada umat manusia, mereka tidak lagi peduli dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang haram.” (HR. Bukhari)

Karena disaat itu, yang mereka harapkan adalah dunia, tidak mengharapkan lagi karunia Allah, tidak mengharapkan lagi keridhaan Allah, tidak mengharapkan lagi kehidupan akhirat, na’udzubillah.

Maka jadilah kita anak-anak akhirat dan jangan kita menjadi anak-anak dunia. Ali Bin Abi Thalib berkata bahwa sesungguhnya akhirat itu pasti akan datang dan dunia itu pasti akan pergi dan setiap mereka mempunyai anak-anak.

فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الْآخِرَةِ وَلَا تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا

“Jadilah kamu anak-anak akhirat dan jangan menjadi anak-anak dunia.”

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ

اللهم تقبل صيامنا وقيامنا و جميعا عباره يا رب العالمين

اللهم اصلح ولاه امور المسلمين في هذا البلد وفي سائر بلاد المسلمين يا رب العالمين اللهم انصر المسلمين في كل مكان يا رب العالمين اللهم واتوب علينا انك انت التواب الرحيم

عباد الله:

إِنَّ اللَّـهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
فَاذْكُرُوا الله العَظِيْمَ يَذْكُرْكُم، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُم، ولذِكرُ الله أكبَر.

22. Contoh Khutbah Jumat Bulan Syawal 22

الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِيَافَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلٰهَ إِلاَّاللهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِيْ إِلىَ الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّـدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنَ. أَمَّا بَعْدُ .

فَيَآأَيُّهَاالمُؤْمِنُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ . قَالَ اللهُ تَعَالَى: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

Hadirin kaum muslimin yang dirahmati Allah SWT,

Bulan Syawal jatuh pasca berakhirnya bulan suci Ramadhan. Pada bulan ini ada sejumlah keutamaan serta amalan sunnah yang dianjurkan untuk dikerjakan umat Muslim.

Mengerjakan setiap amalan dengan hati yang penuh keikhlasan di bulan ini akan menambah pahala serta keberkahan dari Allah SWT.

Sebagaimana diketahui bahwasannya Syawal ialah bulan motivasi dan peningkatan, artinya di bulan ini, seusai berakhirnya Ramadhan harus membuat ibadah umat Muslim lebih meningkat.

Keutamaan dari bulan Syawal yang berikutnya yaitu sebagai hari kemenangan bagi seluruh umat Islam yang sudah berhasil melewati ibadah puasa sebulan lamanya saat Ramadhan.

Pada bulan Syawal inilah akan menentukan diterima tidaknya amal di bulan suci selama yang umat Islam lakukan.

Hal itu karena salah satu ciri diterimanya amal ibadah seseorang dapat diketahui dari konsistensinya dalam melaksanakan ibadah sesudahnya.

Terlepas dari banyaknya keistimewaan bulan Syawal, ada beberapa jenis amalan sunnah yang dianjurkan kepada umat Muslim di bulan ini seperti:

Puasa Syawal 6 Hari
Amalan sunnah yang sangat dianjurkan di bulan Syawal ialah puasa Syawal selama 6 hari.

Puasa ini dapat dilakukan kapan saja selama 6 hari di bulan Syawal yang sangat dianjurkan sebab akan memperoleh pahala berpuasa selama setahun.

Menikah
Salah satu cara untuk mendapat keutamaan bulan Syawal adalah dengan menikah bagi umat Muslim.

Menikah pada bulan Syawal menjadi salah satu momentum yang tepat yang diketahui akan mendatangkan kebaikan.

Hal ini berdasarkan yang dicontohkan oleh Nabi SAW yang menikah dengan Aisyah RA di bulan Syawal.

Menjalin Silaturahmi
Seluruh umat Muslim selalu dianjurkan untuk bersilaturahmi sepertimana anjuran pada hari raya Idul Fitri untuk saling bermaaf-maafan.

Menjalin hubungan atau silaturahmi akan mendatangkan kebaikan, pahala, dan maghfirah dari Allah SWT.

Perbanyak Kalimat Takbir
Ketika memasuki bulan Syawal, umat Muslim tentu akan banyak mendengar dan juga melafalkan kalimat takbir.

Ini akan menjadi fadhilah dan keutamaan bulan Syawal yang menandai datangnya hari kemenangan yakni Idul Fitri sesudah menempuh bulan suci Ramadhan dan berpuasa.

Selagi masih ada waktu, marilah di bulan Syawal ini kita sama-sama tingkatkan ibadah kita kepada Allah SWT.

Mudah-mudahan semua amal ibadah baik yang dikerjakan akan semakin menyempurnakan ibadah puasa kita. Aamiin Yaa Rabbal ‘alamin.

23. Contoh Khutbah Jumat Bulan Syawal 23

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,

Bulan Ramadan telah lewat dan kita telah memasuki bulan Syawal yang mungkin bagi kebanyakan orang “kurang istimewa”. Bulan Ramadan hadir dengan melipatgandakan pahala, menekan hawa nafsu, dan momen menumpuk amal saleh sebanyak-banyaknya.

Ramadan menjadi saat-saat penggemblengan hamba menjadi orang yang semakin dekat dengan Allah atau mencetak insan yang bertakwa.

Di dalam Ramadan, umat Islam dianugerahi sebuah malam spesial bernama Lailatul Qadar yang setara dengan seribu bulan. Artinya melakukan satu amal kebaikan di malam itu setara dengan 1000 amal kebaikan pada malam-malam di luarnya. Tidurnya orang berpuasa bernilai ibadah, diamnya orang yang berpuasa bernilai tasbih, doanya dikabulkan, dan balasan atas perbuatan baiknya dilipatgandakan.

“Setiap amal kebaikan manusia akan dilipatgandakan dengan 10 kebaikan yang semisal hingga 700 kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,

Mengapa Allah memberikan anugerah yang luar biasa semacam itu? Hal ini bisa dipahami setidaknya dalam dua sudut pandang.

Pertama, ini merupakan kemurahan dari Allah untuk hamba-Nya. Sebagaimana Allah mengistimewakan hari Jumat di tengah hari-hari lain dalam satu minggu, Allah pun mengistimewakan Ramadan di tengah bulan-bulan lain dalam satu tahun.

Kedua, Ramadan sebagai sindiran kepada mereka yang umumnya terlalu tenggelam dengan kesibukan duniawi. Jam-jamnya, hari-harinya, dan bulan-bulannya, dipenuhi dengan aktivitas untuk kepentingan dirinya sendiri—atau paling jauh untuk keluarga sendiri.

Sementara kegiatan yang benar-benar diniatkan untuk ibadah mendekatkan diri kepada Allah nyaris terlupakan. Kita sering mendengar seorang ibu yang merayu anaknya dengan iming-iming hadiah untuk mencegahnya dari tindakan-tindakan tertentu. Jangan-jangan Ramadan adalah hadiah karena Allah tahu kita terlalu “bandel”, tak banyak waktu untuk mengingat-Nya. Itulah mengapa pada malam Lailatul Qadar kita justru dianjurkan banyak meminta ampun dengan membaca:

"Ya Allah Engkaulah maha pengampun, senang kepada ampunan, maka ampunilah aku.”

24. Contoh Khutbah Jumat Bulan Syawal 24

الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِيَافَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلٰهَ إِلاَّاللهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِيْ إِلىَ الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّـدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنَ. أَمَّا بَعْدُ .فَيَآأَيُّهَاالمُؤْمِنُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ . قَالَ اللهُ تَعَالَى: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah Segala puji bagi Allah swt, Tuhan semesta alam yang terus mengalirkan nikmat yang tak bisa dihitung satu persatu kepada kita, di antaranya adalah nikmat iman dan takwa sehingga kita masih bisa menikmati manisnya Islam yang akan membawa kita selamat dunia akhirat. Tiada kata lain yang patut diucapkan kecuali kalimat Alhamdulillahirabbil Alamin.

Dengan terus bersyukur, insyaAllah karunia nikmat yang diberikan akan terus ditambah oleh Allah swt.

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

Artinya: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras”.(QS. Surat Ibrahim: 7)

Syukur yang kita ungkapkan ini juga harus senantiasa direalisasikan dalam wujud nyata melalui penguatan ketakwaan kepada Allah swt yakni dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Dalam putaran waktu dan keseharian umat Islam, bulan Ramadhan menjadi momentum intensifnya kegiatan ibadah yang dilakukan baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya. Frekuensi ibadah seperti puasa, shalat, membaca Al-Qur’an, bersedekah, dan ibadah-ibadah lainnya menjadi warna dominan di bulan mulia tersebut.

Semangat ini seiring dengan kemuliaan Ramadhan yang di dalamnya banyak memiliki keutamaan dan keberkahan. Ramadhan menjadi bulan ‘penggemblengan’ jasmani dan rohani umat Islam untuk menjadikannya pribadi yang senantiasa dekat dengan sang khalik, Allah swt.

Pada kesempatan khutbah ini, khatib ingin mengajak kita semua untuk melihat kembali lintasan perjalanan ibadah kita selama Ramadhan untuk menjadi spirit dan motivasi agar pasca Ramadhan, ibadah kita bisa ditingkatkan, atau minimal sama dengan ramadhan. Melihat masa lalu itu penting sebagai modal untuk menghadapi masa depan sebagaimana Firman Allah:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Al-Ḥasyr :18)

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Semangat untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah sebenarnya sudah tergambar dari makna kata Syawal yang merupakan bulan setelah Ramadhan sekaligus waktu perayaan Hari Raya Idul Fitri. Dari segi bahasa, kata “Syawal” (شَوَّالُ) berasal dari kata “Syala” (شَالَ) yang memiliki arti “irtafaá” (اِرْتَفَعَ) yakni meningkatkan. Makna ini seharusnya menjadi inspirasi kita untuk tetap mempertahankan grafik kualitas dan kuantitas ibadah pasca-Ramadhan.

Dalam mempertahankannya, perlu upaya serius di antaranya adalah dengan melakukan 3 M yakni Muhasabah, Mujahadah, dan Muraqabah. Muhasabah adalah melakukan introspeksi diri terhadap proses perjalanan ibadah di bulan Ramadhan. Muhasabah ini bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada diri kita sendiri tentang:

Apa yang telah kita lakukan di bulan Ramadhan? Apakah kita sudah memiliki niat yang benar dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan? Apa yang menjadikan kita semangat beribadah di bulan Ramadhan? Pernahkan kita melanggar kewajiban-kewajiban di bulan Ramadhan?.

Dan tentunya pertanyaan-pertanyaan introspektif lainnya untuk mengevaluasi ibadah kita selama ini. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini akan memotivasi kita untuk semangat dan memperbaiki diri sehingga akan berdampak kepada kualitas dan kuantitas ibadah pasca-Ramadhan. Terkait pentingnya Muhasabah ini Rasulullah bersabda:

الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ

Artinya: “Orang yang cerdas (sukses) adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri, serta beramal untuk kehidupan sesudah kematiannya. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT.' (HR Tirmidzi).

Selanjutnya adalah mujahadah yakni bersungguh-sungguh dalam berjuang untuk mempertahankan tren positif ibadah bulan Ramadhan. Di bulan Syawal ini, kita harus tancapkan tekad untuk terus melestarikan kebiasaan-kebiasaan positif selama Ramadhan.

Perjuangan ini tentu akan banyak menghadapi tantangan, baik dari lingkungan sekitar kita maupun dari diri kita sendiri. Oleh karenanya, kita harus memiliki tekad kuat dan benar agar hambatan dan tantangan yang bisa mengendurkan semangat ibadah kita ini bisa kita kalahkan.

Allah telah memberikan motivasi pada orang yang bersungguh-sungguh dalam berjuang sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an surat Al-Ankabut ayat 69:

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ

Artinya: “Dan orang-orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang orang yang berbuat baik.”

Cara selanjutnya adalah muraqabah yakni mendekatkan diri kepada Allah. Dengan muraqabah ini, akan muncul kesadaran diri selalu diawasi oleh Allah swt sekaligus memunculkan kewaspadaan untuk tidak melanggar perintah Allah sekaligus bersemangat untuk menjalankan segala perintah-Nya.

Sikap-sikap ini merupakan nilai-nilai yang ada dalam diri orang-orang yang bertakwa. Mereka adalah orang yakin dan percaya kepada yang ghaib dan tak tampak oleh mata.

Rasulullah saw bersabda:

أَنْ تَعْبـــُدَ اللَّهَ كَأَنَّــكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

Artinya: “Hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, sebab meski engkau tidak melihat-Nya, Dia melihatmu...” (HR Bukhari).

Nilai-nilai ketakwaan dengan senantiasa melakukan muraqabah ini seharusnya memang sudah tertancap dalam hati kita karena muara dari ibadah puasa di bulan Ramadhan sendiri adalah ketakwaan. Hal ini sudah ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah: 183:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ ۝١٨٣

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Demikian khutbah Jumat kali ini, semoga kita bisa senantiasa mempertahankan dan meningkatkan kualitas serta kuantitas ibadah kita pasca-Ramadhan dengan Muhasabah, Mujahadah, dan Muraqabah. Semoga kita diberi kekuatan oleh Allah swt dalam mengemban misi ibadah ini. Amin.

بارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ

25. Contoh Khutbah Jumat Bulan Syawal 25

اَلْحَمْدُ للهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ في مُحْكَمِ كِتَابِهِ: مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ خَيْرٌ مِنْهَا وَهُمْ مِنْ فَزَعٍ يَوْمَئِذٍ آمِنُونَ، وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَكُبَّتْ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ هَلْ تُجْزَوْنَ إِلَّا مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (النمل: ٨٩-٩٠) ـ

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah

Mengawali khutbah singkat ini, khatib berwasiat kepada semua, terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan ketakwaan dan keimanan kepada Allah Subhanahu Wa Taala. Caranya dengan menjalankan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari segala yang dilarang dan diharamkan.

Hadirin yang Dirahmati Allah SWT

Sebelum Ramadhan datang, kita selalu menantinya dengan penuh kerinduan. Setelah ia pergi meninggalkan kita, saatnya kini bermuhasabah dan mengingat-ingat kembali apa yang telah dilakukan pada bulan yang penuh keberkahan itu.

Apabila kita telah beramal dengan baik selama Ramadhan, marilah pertahankan dan tingkatkan setelah Ramadhan. Jika kita termasuk orang-orang yang lalai dalam melakukan kewajiban atau teledor dalam menjauhi larangan selama Ramadhan, marilah kita segerakan untuk bertobat dengan taubatan nashuha atau toban yang sungguh-sungguh. Segera kita perbaiki diri kita sebelum maut menjemput.

Hadirin yang Dirahmati Allah SWT

Meskipun bulan yang penuh ampunan, rahmah dan pelipatgandaan pahala itu telah berlalu, akan tetapi waktu untuk melakukan kebaikan tidaklah pernah berlalu kecuali dengan kematian.

Shiyam atau puasa dan qiyamul laili yakni menghidupkan malam tetap dianjurkan sepanjang tahun. Puasa dan berbagai ibadah yang lain tetap diperintahkan di luar Ramadhan.

Islam memberikan kesempatan kepada kita untuk meneruskan dan melestarikan ibadah puasa. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menganjurkan kepada kita untuk berpuasa 6 hari di bulan Syawal dalam sabdanya:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)ـ

Artinya: Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian mengikutinya dengan berpuasa 6 hari di bulan Syawal, maka ia seperti puasa sepanjang tahun. (HR Muslim).

Di samping itu juga ada puasa sunah Senin-Kamis. Ada puasa sunah tiga hari (al-ayyam al-bidh) pada tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan, dan beberapa puasa sunah yang lain.

Rasulullah juga menganjurkan agar kita melakukan shalat malam sepanjang tahun, tidak hanya pada bulan Ramadhan. Baginda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

رَحِمَ اللهُ رَجُلًا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى، وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ، فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ، وَرَحِمَ اللهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ، وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَصَلَّى، فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ (رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ)ـ

Artinya: Semoga Allah merahmati seorang suami yang bangun malam, kemudian ia shalat dan membangunkan istrinya, jika istrinya menolak ia percikkah air ke wajahnya, dan semoga Allah merahmati seorang istri yang bangun malam, kemudian ia shalat dan membangunkan suaminya, jika suaminya menolak ia percikkan air ke wajahnya. (HR Abu Dawud).

Segerakanlah diri kita untuk terus berbuat baik dan melakukan berbagai ketaatan. Mumpung masih muda, kita manfaatkan masa muda kita untuk berbuat baik sebelum tua.

Mumpung masih sehat, kita manfaatkan masa sehat untuk berbuat baik sebelum sakit. Mumpung punya kesempatan, manfaatkan masa sempat kita untuk berbuat baik sebelum datang kesibukan dan kesempitan.

Selagi hidup, kita manfaatkan masa hidup untuk berbuat baik sebelum mati. Dunia adalah waktu untuk beramal dan akhirat adalah waktu untuk mempertanggungjawabkan amal. Penyesalan di akhirat tiada guna dan manfaat. Jangan sampai tergolong mereka yang mengatakan di akhirat sebagaimana ayat berikut:

يَا حَسْرَتَا عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ الله (الزمر: ٥٦)ـ

Artinya: Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam menunaikan kewajiban kepada Allah. (QS Az-Zumar: 56).

Atau termasuk mereka yang ketika melihat adzab, mengatakan:

لَوْ أَنَّ لِي كَرَّةً فَأَكُونَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ (الزمر: ٥٨)ـ

Artinya: Seandainya aku dapat kembali ke dunia, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang berbuat baik. (QS Az-Zumar: 58).

Atau termasuk yang ketika diadzab di neraka, mereka mengatakan:

رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ (فاطر: ٣٧)ـ

Artinya: Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari neraka, niscaya kami akan mengerjakan amal saleh yang berlainan dengan apa yang telah kami kerjakan dahulu. (QS Fathir: 37).

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah

Hendaklah senantiasa menjaga dan terus mengerjakan apa yang Allah wajibkan kepada kita. Dalam hadits qudsi, Allah Taala berfirman:

ومَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)ـ

Artinya: Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada dengan apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. (HR Al-Bukhari).

Hadirin yang Berbahagia

Jangan pernah meremehkan kebaikan sekecil apa pun. Bukankah Rasulullah SAW memerintahkan agar menjaga diri kita dari api neraka walaupun hanya dengan bersedekah separuh dari satu biji kurma?

Bukankah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pernah menceritakan kepada kita dalam sebuah hadits shahih riwayat Imam Muslim mengenai seorang perempuan pezina yang diampuni dosanya karena menolong seekor anjing yang sedang kehausan?

Jangan pula sekali-kali meremehkan dosa dan maksiat lalu kita melakukannya dengan dalih ini hanya dosa kecil. Karena dosa kecil yang dilakukan terus menerus dapat membuka jalan menuju dosa besar.

Dan dosa besar adalah perantara dan jalan menuju kekufuran. Seseorang yang melakukan dosa besar terus menerus dikhawatirkan nantinya mati dalam keadaan su’ul khatimah. Na’udzu billahi min dzalik.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berpesan:

إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ (رواه الطبراني)ـ

Artinya: Jauhilah oleh kalian dosa-dosa kecil. (HR Ath-Thabarani).

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Setelah Ramadhan, marilah kita perkuat iman dengan terus istiqamah berbuat kebaikan. Iman akan menguat seiring semakin banyaknya kebaikan yang dilakukan. Dan iman akan melemah seiring dengan semakin banyaknya maksiat yang dikerjakan. Sedikit yang dilakukan secara istiqamah lebih baik daripada banyak yang tidak diistiqamahkan.

Rasulullah bersabda:

أَحَبُّ الأَعْالِ إِلَى اللهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ (أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ)ـ

Artinya: Sebaik-baik perbuatan menurut Allah adalah yang dirutinkan meskipun sedikit. (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Terakhir, jangan pernah bosan dan puas dengan ilmu agama yang telah dipelajari. Setelah Ramadhan, kita lanjutkan bermajelis ilmu. Baginda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

لَا يَشْبَعُ مُؤْمِنٌ مِنْ خَيْرٍ يَسْمَعُهُ حَتَّى يَكُوْنَ مُنْتَهَاهُ الْجَنَّةَ (رَوَاهُ ابْنُ حِبَّانَ وَالتِّرمِذِيُّ)ـ

Artinya: Seorang mukmin tidak semestinya merasa puas dengan kebaikan yang ia dengarkan hingga kehidupannya berujung masuk ke dalam surga. (HR Ibnu Hibban dan at-Tirmidzi).

Hadirin yang Dirahmati Allah

Demikian khutbah yang singkat ini. Mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua.


أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

(Nastiti Swasiwi Nurfiranti/arm)
1 / 3
Loading
Loading
detikNetwork
UPCOMING EVENTS Lebih lanjut
BACA JUGA
VIDEO
TERKAIT
Loading
POPULER