Begini Awal Mula Konflik Palestina & Israel, Siapa yang Nyerang Duluan?

Alfiani Fatimah Zahro | Insertlive
Selasa, 24 Oct 2023 13:45 WIB
An Indonesian woman holds the flag of Palestine during a rally in Jakarta on March 20, 2023 to demand the Indonesian government to reject the participation of Israel's team in the upcoming 2023 FIFA U-20 World Cup, which is to be hosted by Indonesia between May 20 and June 11. (Photo by ADEK BERRY / AFP) (Photo by ADEK BERRY/AFP via Getty Images) Siapa yang Menyerang Duluan di Konflik Israel dan Palestina? Ini Sejarahnya (Foto: AFP via Getty Images/ADEK BERRY)
Jakarta, Insertlive -

Perang antara Hamas, kelompok faksi Palestina, dan Israel terus berlanjut. Serangan ini menjadi catatan sejarah baru, di tengah sejarah panjang konflik pertanahan antara kedua wilayah.

Konflik Israel dan Palestina telah memakan banyak korban jiwa dan jutaan orang mengungsi. Siapa yang memulai perang? Yuk simak artikel berikut ini.

Deklarasi Balfour 1917 'Pendirian Rumah Nasional Yahudi'

Konflik ini telah terjadi lebih dari 100 tahun. Tepat pada tanggal 2 November 1917. Kala itu Menteri Luar Negeri Inggris saat itu, Arthur Balfour, menulis surat yang ditujukan kepada Lionel Walter Rothschild, seorang tokoh komunitas Yahudi Inggris. Surat tersebut memang singkat, hanya 67 kata namun isinya memberikan dampak terhadap Palestina yang masih terasa hingga saat ini.

ADVERTISEMENT

Surat tersebut mengikat pemerintah Inggris untuk "mendirikan rumah nasional bagi orang-orang Yahudi di Palestina" dan memfasilitasi "pencapaian tujuan ini". Surat ini dikenal dengan Deklarasi Balfour.

Pada dasarnya, negara-negara Eropa menjanjikan gerakan Zionis sebuah negara di wilayah yang 90 persen penduduknya adalah orang Arab Palestina. Mandat Inggris ditetapkan pada tahun 1923 dan berlangsung hingga tahun 1948.

Selama periode ini, Inggris memfasilitasi migrasi massal orang Yahudi. Tempat ini mempunyai arus masuk orang yang cukup signifikan setelah gerakan Nazi di Eropa. Dalam gelombang migrasi ini, mereka menemui perlawanan dari warga Palestina. Warga Palestina khawatir dengan perubahan demografi negara mereka dan penyitaan tanah mereka oleh Inggris untuk diserahkan kepada pemukim Yahudi.

Keputusan PBB Tahun 1947

Di tahun 1947, populasi Yahudi telah membengkak menjadi 33 persen di Palestina, dan mereka hanya memiliki 6 persen tanah. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengadopsi resolusi 181, dengan menyerukan pembagian Palestina menjadi negara-negara Arab dan Yahudi. Banyak yang beranggapan, bahwa titik konflik awal Palestina dan Israel yaitu akibat keputusan PBB pada tahun 1947 ini. Kala itu, PBB membagi wilayah Palestina dalam mandat Inggris menjadi dua negara, yakni satu negara Yahudi, dan satu negara Arab menyusul kehancuran sebagian besar warga Yahudi Eropa dalam Holocaust.

Dalam hal ini, Palestina menolak rencana tersebut karena rencana itu akan memberikan sekitar 55 persen wilayah Palestina kepada negara Yahudi (termasuk sebagian besar wilayah pesisir yang subur). Kala itu warga Palestina memiliki 94 persen wilayah bersejarah Palestina sekaligus mencakup 67 persen populasinya.


Dilansir The Guardian, baik Palestina maupun negara-negara Arab tidak menerima pendirian Israel modern. Pertempuran antara kelompok bersenjata Yahudi (beberapa di antaranya dianggap Inggris sebagai organisasi teroris), dan pejuang Palestina meningkat.

Hal ini juga membuat tentara Mesir, Irak, Transjordania, dan Suriah menyerang, setelah Israel mendeklarasikan kemerdekaan pada Mei 1948. Perjanjian gencatan senjata pada tahun 1949, menetapkan perbatasan baru secara de facto dengan memberi negara Yahudi tersebut lebih banyak wilayah, dibandingkan dengan diberikan berdasarkan rencana pembagian PBB.

Pasca Nakba

Setidaknya 150.000 warga Palestina tetap tinggal di negara Israel yang baru dibentuk dan hidup di bawah pendudukan militer yang dikontrol ketat selama hampir 20 tahun sebelum mereka akhirnya diberikan kewarganegaraan Israel.

Mesir mengambil alih Jalur Gaza, dan pada tahun 1950, Yordania memulai pemerintahan administratifnya atas Tepi Barat. Lalu, pada tahun 1964, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dibentuk, dan setahun kemudian, partai politik Fatah didirikan.

Perang 6 Hari

Pada 5 Juni 1967, Israel menduduki sisa wilayah bersejarah Palestina, termasuk Jalur Gaza, Tepi Barat, Yerusalem Timur, Dataran Tinggi Golan Suriah, dan Semenanjung Sinai Mesir selama Perang 6 Hari melawan koalisi tentara Arab. Bagi sebagian warga Palestina, hal ini menyebabkan perpindahan paksa kedua atau Naksa, yang berarti "kemunduran" dalam bahasa Arab.

Pada Desember 1967, Front Populer Marxis-Leninis untuk Pembebasan Palestina dibentuk. Selama dekade berikutnya, serangkaian serangan dan pembajakan pesawat oleh kelompok sayap kiri menarik perhatian dunia terhadap penderitaan rakyat Palestina. Pembangunan pemukiman dimulai di Tepi Barat dan Jalur Gaza yang diduduki. Sistem dua tingkat diciptakan di mana pemukim Yahudi diberikan semua hak dan keistimewaan sebagai warga negara Israel sedangkan warga Palestina harus hidup di bawah pendudukan militer yang mendiskriminasi mereka dan melarang segala bentuk ekspresi politik atau sipil.

Perpecahan Palestina dan Blokade Gaza

Di tahun 2004, Yasser Arafat, pemimpin PLO meninggal. Setahun kemudian, untuk pertama kalinya rakyat Palestina memberikan suaranya dalam pemilihan umum. Di tahun 2006, Hamas memenangkan pemilihan Palestina, sebagian karena reaksi atas korupsi dan stagnasi politik dari partai Fatah yang berkuasa. Pemimpin Hamas Ismail Haniya menjadi Perdana Menteri. Namun, memburuknya hubungan antara Hamas dan Fatah menyebabkan kekerasan.

Ada pecah perang saudara antara Fatah-Hamas. Sehingga, kesepakatan untuk membentuk pemerintahan persatuan nasional pun gagal. Saat itu, Hamas memimpin pengambilalihan Gaza dengan bersenjata, sedangkan Fatah terus mengendalikan Otoritas Palestina di Tepi Barat. Sejak saat itu, pemilu tidak diadakan lagi. Perang tersebut berlangsung berbulan-bulan yang menewaskan ratusan warga Palestina. Hamas mengusir Fatah dari Jalur Gaza, dan Fatah (partai utama Otoritas Palestina) kembali menguasai sebagian wilayah Tepi Barat. Israel memberlakukan blokade darat, udara, hingga laut di Jalur Gaza di tahun 2007. Mereka juga menuduh Hamas melakukan "terorisme".

Intifada Al-Aqsa

Permusuhan Israel dan Palestina semakin meningkat setelah terjadinya intifada Al Aqsa pada September 2000, usai kunjungan pemimpin oposisi Israel ke Al-Aqsa yang memicu kerusuhan. Masih di tahun 2000-an tepatnya pada 2008, kembali terjadi intifada atau pemberontakan setelah Israel meluncurkan serangan udara dan darat ke Jalur Gaza. Kemudian di Mei 2010, Israel memblokade seluruh jalur bantuan ke Palestina dan tentara Israel menembaki kapal bantuan Mavi Marmara.

Perang Jalur Gaza

Israel telah memberikan empat serangan militer berkepanjangan di Gaza, yakni dari tahun 2008, 2012, 2014, dan 2021. Lancaran serangan itu pun telah menewaskan ribuan warga Palestina dan merusak puluhan ribu rumah, sekolah, dan gedung perkantoran. Tahun 2008, perang melibatkan penggunaan gas fosfor. Kemudian, pada tahun 2014, perang dalam kurun waktu 50 hari, Israel telah menewaskan 1.462 warga sipil dan hampir 500 anak-anak.
Pada tahun 10 Mei 2021, Israel kembali meluncurkan serangan ke Masjid Al-Aqsa, yang dipicu oleh perebutan wilayah Yerusalem Timur tepatnya Sheikh Jarrah. Sekitar 11 hari perang, kedua negara menyepakati gencatan senjata dan gencatan senja pun dimulai pada Jumat, 21 Mei 2021.

Serangan Hamas ke Israel Tahun 2023

Pada 7 Oktober lalu, Hamas menyerang Israel dengan menembakkan ribuan roket ke arah Israel. Ada sekitar 1.400 orang Israel tewas dan 4.562 lainnya terluka. Kemudian pasukan Israel pun menanggapinya dengan mendeklarasikan "keadaan waspada perang". Serangan balasan Israel di Jalur Gaza, pun kini menjadikan konflik ini menjadi wilayah yang belum dipetakan. Dilansir dari ABC News, setelah serangan Israel, pihak berwenang Palestina menyebut bahwa setidaknya 3.478 orang tewas dan 12.065 lainnya terluka di Gaza.

Para pejabat pertahanan Israel membeberkan bahwa semua aliran makanan dan listrik ke Gaza akan diputus. Hal ini dilakukan sebagai persiapan untuk "pengepungan total." Serangan-serangan itu telah menimbulkan perhatian baru dan memicu protes di seluruh dunia. Konflik ini pun akan menjadi tanda dimulainya babak baru di tahun-tahun mendatang.

Itulah tadi penjelasan tentang rentetan sejarah yang mendasari konflik antara Palestina dan Israel. Semoga dapat menambah wawasan Insertizen.

(Alfiani Zahra /fik)
Tonton juga video berikut:
ARTIKEL TERKAIT
Loading
Loading
BACA JUGA
UPCOMING EVENTS Lebih lanjut
detikNetwork
VIDEO
TERKAIT
Loading
POPULER