Gustika Jusuf Cucu Bung Hatta Kritik Pemerintah lewat Kebaya Hitam & Batik Slobog
Gustika Jusuf, cucu dari Proklamator Bung Hatta, ikut menghadiri upacara kemerdekaan Indonesia ke-80 tahun di Istana Merdeka pada Minggu (17/8).
Gustka hadir dengan mengenakan kebaya hitam yang dipadukan dengan batik slobog.
Siapa sangka, pakaian yang dipakai Gustika itu rupanya mengandung pesan tersembunyi sebagai bentuk kritik terhadap kondisi Indonesia saat ini.
Tak hanya itu, kritik Gustika ini juga menyoroti pesta para pejabat pemerintah di tengah berbagai permasalahan rakyat yang muncul.
Sebagai pembuka keterangan unggahannya, Gustika mengaku sengaja mengenakan kebaya hitam yang menjadi perwakilan dari aksi Kamisan.
"Walau bukan Kamisan, pagi ini aku memilih kebaya hitam yang sengaja kupadukan dengan batik slobog untuk memperingati 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam budaya Jawa, kain bukan sekadar busana, melainkan sebuah isyarat, sebagaimana masyarakat Jawa kerap menyisipkan simbol dalam berpakaian," tulis Gustika Jusuf di Instagram, Senin (18/8).
Tak hanya itu, Gustika juga memberikan penjelasan terkait makna motif batik slobog yang ia kenakan pada momen tersebut.
"Motif slobog biasa dikenakan pada suasana duka: "slobog" berarti longgar atau terbuka, melambangkan pelepasan dan pengantaran. Ia biasa dipakai keluarga dalam prosesi pemakaman sebagai simbol merelakan sekaligus mendoakan jalan yang lapang. (Take this as a silent protest, if you will, and a way to embrace my 1/8th Javanese heritage + a way to convey my innermost feelings. Probably would keep this up for the next five years 🤔)" ujar Gustika.
Gustika pun mengungkapkan rasa prihatinnya terhadap berbagai permasalahan rakyat di tengah gemuruh pesta mewah hingga aksi joget bersama para pejabat negara.
"Di hari kemerdekaan tahun ini, rasa syukurku bercampur dengan keprihatinan atas luka HAM yang belum tertutup. Bahkan kini kita dipimpin oleh seorang Presiden penculik dan penjahat HAM, dengan Wakil anak haram konstitusi. Militerisasi kian merasuk ke ruang sipil, dan hak-hak asasi rakyat Indonesia kerap dilucuti oleh penguasa yang tidak memiliki tepa selira, yang mau menulis ulang sejarah bangsa dengan memutihkan dosa-dosa penguasa beserta kroni-kroninya. Jujur tidak sampai hati merayakan hari kemerdekaan Indonesia ke-80 tanpa rasa iba, dengan peristiwa demi peristiwa yang mengkhianati nilai kemanusiaan yang datang bertubi-tubi, seperti kekerasan aparat yang baru saja mengorbankan jiwa di Pati minggu ini," ungkap Gustika.
Gustika merasa sangat tak pantas untuk merayakan kemerdekaan saat masih banyak rakyat yang belum sepenuhnya merdeka.
Berlandaskan pemikiran tersebut, Gustika akhirnya memilih mengenakan kebaya hitam dan batik slobog sebagai simbol berkabung bagi mereka yang termarjinalkan.
"Dukaku lahir dari rasa cinta yang mendalam pada Republik ini. Bagiku, berkabung bukan berarti putus asa; dan merayakan bukan berarti menutup mata. Berkabung adalah jeda untuk jujur menatap sejarah, memelihara ingatan, dan menagih hak rakyat dan janji-janji konstitusi kepada Republik Indonesia," ujar Gustika.
"Merayakan adalah memanjatkan doa dan harapan, sebagaimana makna kain slobog itu sendiri, yang mengingatkan pada batas antara yang pergi dan yang tinggal; yang dimaknai sebagai doa akan keselamatan dalam "peralihan." Simbol bahwa dari duka pun kita bisa menyemai harapan," kata Gustika.
Sebagai penutup, Gustika pun mendoakan agar negara Indonesia bisa berumur panjang.
"Panjang umur, Republik Indonesia-ku ❤️🤍," pesan Gustika.
"Bonus: swipe ke slide terakhir untuk lihat penjilat rezim dan menteri HAM (ironic) lagi joget di atas penderitaan rakyat," tutupnya.