Pembatasan Sosial Saat Pandemi Diduga Tingkatkan Depresi dan Bunuh Diri

Pandemi virus Corona memang sangat berdampak pada kehidupan masyarakat. Salah satu dampak yang paling terasa adalah kondisi dimana masyarakat harus melakukan karantina dan mengurangi aktivitas di luar.
Selain itu ternyata karantina akibat dampak pandemi juga menimbulkan tekanan yang luar biasa bagi sebagian orang. Pembatasan interaksi sosial ternyata dapat mempengaruhi kondisi psikologis sebagian orang.
"Pandemi ini memang memberikan tekanan yang luar biasa terutama pada mereka yang memiliki kondisi rentan psikologis dan sosial. Dalam rentan psikologis itu ada kondisi tertentu yang membuat seseorang menjadi lebih terpengaruh dibandingkan orang lain, misalnya kondisi cemas, depresi, lalu adiksi, dan juga kondisi psikologis lainnya. Kondisi tertekan ini tidak sendiri, tapi ada faktor dari luar, kondisi eksternal dan internal, yang menjadi satu dan mempengaruhi seseorang," ujar psikolog Kasandra Putranto kepada Insertlive, Rabu (17/6).
Pembatasan sosial membuat banyak orang jadi kurang berinteraksi dalam kehidupan nyata. Tentu saja ini sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia sebagai mahkluk sosial. Namun tekanan luar biasa akan dirasakan oleh orang-orang yang memiliki kondisi piskologis tertentu.
"Manusia sebagai mahkluk sosial, pada saat merasa terancam biasanya ingin bersama dengan orang-orang yang dianggap dekat. Ketika berada di kondisi pandemi Covid, lalu mengharuskan semua orang untuk physical distancing, social distancing, membatasi kegiatan, tentu saja hal ini memberikan tekanan apa lagi jika seseorang memiliki kerentanan psikologis. Kecemasan bisa jadi meningkat, kemudian memberikan pengaruh dalam kehidupan sehari-hari," lanjut Kasandra.
Kondisi psikologis yang terpengaruh akibat pandemi dan pembatasan sosial akhirnya memungkinkan timbulnya depresi. Hal itu muncul karena berbagi faktor semisal dampak pandemi yang menimbulkan berbagai permasalahan sosial.
"Nah kemudian ketika ada kondisi depresi, tekanan yang muncul akibat situasi yang mungkin tidak diharapkan, atau mengandung ketidakpastian, semakin memberikan tekanan kepada seseorang, sehingga bisa berkombinasi dengan kondisi psikologis seseorang, yang misalnya mengalami depresi dan juga adiksi, atau kecanduan terhadap zat-zat tertentu, akan menimbulkan tekanan yang lebih besar," kata Kasandra.
Depresi yang muncul akibat pandemi dan pembatasan sosial kemudian sangat mungkin menimbulkan keinginan untuk bunuh diri. Apa lagi di Indonesia tingkat bunuh diri akibat depresi tergolong tinggi.
"Kondisi depresi sangat erat dengan suicidal atau bunuh diri, Indonesia mengalami peningkatan jumlah orang yang mengalami depresi dan juga melakukan bunuh diri. Nah kondisi pandemi ini diduga sangat memungkinkan bagi seseorang yang memiliki depresi, yang akhirnya memunculkan pikiran bunuh diri dan melaksanakan," ujar Kasandra.
Ketika pikiran untuk bunuh diri muncul makan kehadiran rekan dan keluarga memang sangat dibutuhkan. Selain itu solusi untuk mengatasi rasa depresi dan ingin bunuh diri bisa dengan menghubungi orang terdekat dan psikolog yang bisa membantu memahami kondisi psikologis.
"Solusi yang bisa dilakukan dan dibutuhkan tentu saja lebih tanggap dan kritis berusaha menghubungi psikolog atau psikiater, yang bisa memberikan pelayanan dan pendampingan," tutup Kasandra.

Cara Unik Fairuz A Rafiq & Sonny Septian Tetap Romantis di Kala Pandemi
Rabu, 07 Oct 2020 22:55 WIB
Hal-hal Sederhana yang Buat Maya Septha Bahagia
Selasa, 14 Jul 2020 22:50 WIB
Prilly Latuconsina Senang Sekaligus Parno saat Kembali Syuting
Minggu, 12 Jul 2020 22:13 WIB
Arab Saudi Izinkan Ibadah Haji 2020 dengan Jemaah Terbatas
Selasa, 23 Jun 2020 11:34 WIBTERKAIT