5 Program Efektif Negara di Asia Redam Corona, Apa Strategi Indonesia?

SYAFRINA SYAAF | Insertlive
Kamis, 19 Mar 2020 16:27 WIB
5 negara Asia telah menerapkan sejumlah langkah tegas untuk menghentikan penyebaran virus corona pada masyarakatnya. Apa yang sudah dilakukan Indonesia? Peta sebaran pasien terinfeksi corona
Jakarta, Insertlive - Tingkat kematian akibat virus corona COVID-19 di Indonesia nomor satu paling tinggi di dunia. 

Berdasarkan laporan Detik.com, tingkat kematian COVID-19 di Indonesia mencapai 8,09 persen. 

Pemerintah mengumumkan per hari ini Kamis (19/3) total pasien positif Corona mencapai 309 orang. Penyebaran terbanyak ada diDKI Jakarta mencapai 210 kasus. 

"Total kasus kematian 25 persen. Total kematian 25 persen ini kurang lebih adalah sekitar 8 dari persen total kasus yang kita rawat," kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penangan Virus Corona, Achmad Yurianto, dalam konferensi pers yang disiarkan di laman YouTube BNPB, Kamis (19/3/2020).

ADVERTISEMENT

Pemerintah telah memutuskan tidak akan memberlakukan lockdown, tetapi mereka juga tidak transparan mengenai strategi atau rencana terdekat dalam menangani penyebaran. Sejauh ini pemerintah baru mengimbau masyarakat untuk melakukan social distancing. 

Tak sedikit masyarakat menjadi sangat resah melihat pemerintah Indonesia yang cenderung santai menangani virus flu yang memiliki daya penyebaran sangat cepat dan berpeluang mematikan ini.

Sementara itu, negara-negara lainnya di dunia telah memberlakukan rangkaian tindakan preventif dan penanganan sebagai bentuk perhatian serta kepedulian pemerintah mereka kepada rakyatnya tidak terinfeksi lebih banyak lagi.

Simak langkah dan program pencegahan sekaligus pemutusan rantai penyebaran virus corona di lima negara Asia berikut ini: 






Singapura merupakan satu-satunya negara Asia yang mendapatkan pujian dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) karena sukses mengurangi penyebaran COVID-19.

Lebih kurang 243 kasus pasien terinfeksi COVID-19 dan tidak ada laporan yang menyatakan pasien meninggal, sebanyak 100 orang sudah dinyatakan sembuh.

Dirjen WHO Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus mengaatakan bahwa strategi dan upaya pemerintah Singapura dalam menangani penyebaran virus Corona sangat luar biasa baik.

"Singapura berhasil melakukan pencegahan penularan karena pendekatan yang dilakukan pemerintahan menyeluruh," kata Dr Tedros seperti dikutip StraitTimes. 

Selain itu, Singapura juga menerapkan transparansi mengenai pasien yang terdampak virus corona.

Pemerintah Singapur dengan sigap dan cepat membuat situs khusus yang menyajikan informasi mengenai perkembangan pasien terinfeksi corona.

Bahkan, mereka teruka menampilkan keberadaan dan profil singkat para pasien.

Lebih kurang terdapat 1.500 pasien terinfeksi corona di Jepang dengan 34 kematian.

Berdasarkan laporan sciencemag, lonjakan pasien COVID-19 terjadi saat 700 pasien tersebut baru saja menyelesaikan perjalanan menggunakan kapal pesiar Diamond Princess.

Oleh karena COVID-19 bisa mematikan jika tertular pada pasien lanjut usia, Jepang yang 25 persen warganya berusia di atas 60 tahun segera mengambil tindakan.

Mereka menutup sekolah semenjak awal Februari 2020. Jepang tidak menerapkan 'lockdown' tapi secara tegas membatasi pergerakan warga dan melarang acara atau kegiatan massal.

Lalu, mereka juga melarang dan menindak tegas warga yang melakukan penimbunan bahan makanan, cairan pembersih, dan kebutuhan dasar lainnya. 


Negara Ginseng ini menjalani pendekatan melakukan tes COVID-19 dengan cepat dalam skala besar.

Kala jumlah pasien terinfeksi corona mulai mencapai dua digit, mereka segera menggodok strategi dan menemukan teknik baru.

Pemerintah Korea Selatan menyediakan ratusan klinik bergerak untuk memudahkan warga memeriksakan diri tanpa harus mendatangi rumah sakit.

Mereka mengalokasikan rumah sakit atau klinik untuk pasien yang positif terinfeksi.

Korea Selatan sempat menjadi negara dengan pasien corona terbanyak kedua setelah China. Lebih kurang 8.300 warga positif corona dengan 75 kematian.

Mereka tidak mengaplikasikan lockdown, tetapi mengarahkan warga untuk di rumah.

Tak sekadar arahan, pemerintah bahkan mengerahkan seluruh angkatan kepolisian untuk melakukan patroli di setiap bagian kota untuk memastikan setiap warga mengaplikasikan social distancing dengan benar.

Negara pusat penyebaran virus corona ini melakukan lockdown total, meski tidak secara nasional.

Pemerintah China menutup 16 kota sejak akhir Januari 2020. Negara Tirai Bambu ini tercatat sebagai negara yang melakukan karantina terbesar dalam sejarah untuk menangkal virus corona.

Pencanangan lockdown diberlakukan secara bertahap di Provinsi Hubei lokasi kota Wuhan berada.

Wuhan merupakan sentral penyebaran corona di dunia.

Program lockdown di China diberlakukan sangat ketat, setiap warga yang terlihat keluar rumah akan diinvestigasi polisi patroli mengenai tujuan dan kebutuhannya.

Selain itu, para polisi dan petugas patroli dilengkapi dengan alat berupa topi pendeteksi suhu tubuh manusia dari jarak lima meter.

Jumlah pasien terinfeksi COVID-19 di China mencapai 3.200 orang, paling tinggi di dunia.

China mengalami 81.000 kasus COVID-19 dengna total pasien sembuh mencapai 68.777 orang.

Sebanyak 16 pasien yang terinfeksi COVID-19 di Vietnam telah dinyatakan sembuh. Bahkan, salah satu pasien berusia 73 tahun berhasil disembuhkan dan sudah diizinkan pulang.

Perwakilan WHO di Vietnam, Dr Kidong Park, mengatakan bahwa konsistensi dan pengawasan pemerintah pada prosedur medis penanganan virus corona menjadi kunci sukses Vietnam.

Pada 13 Februari 2020 pemerintah setempat menegaskan seluruh penduduk Son Loi sebanyak 10.600 jiwa untuk tinggal dalam isolasi selama 20 hari. Langkah ini diambil setelah semakin banyak kasus positif corona di Vietnam.

Selain itu, pemerintah juga mengikuti sejumlah protokol fundamental dalam menguji infeksi dan tingkat keparahan pasien.

Satu hal unik dan patut dicontoh adalah pemerintah menyediakan boot pembersihan bakteri tubuh di sepanjang jalan utama Vietnam.

Berdasarkan informasi dari Kementerian Kesehatan yang dilansir Vietnam Times, pemerintah bekerjasama dengan Universitas Teknologi Hanoi merancang dan memproduksi ruang reduksi bakteri yang sukses.

Saat ini, mereka telah mendirikan dan menggunakan sistem ruang desinfeksi bergerak dalam pemeriksaan medis dan area padat. Tujuannya untuk memastikan keamanan dan membatasi penyebaran patogen berbahaya, terutama dalam situasi epidemi COVID-19.

Diketahui bahwa hanya dibutuhkan 15-20 detik untuk 'membersihkan' tubuh seseorang sebelum memasuki area klinik. Selain itu, sistem ini dirancang sebagai modul sehingga dapat dengan mudah dilepas dan diangkut. Sistem instalasi lengkap dapat memenuhi kapasitas desinfeksi hingga 1.000 orang / hari.
(syf/syf)
1 / 6
Loading
Loading
ARTIKEL TERKAIT
detikNetwork
UPCOMING EVENTS Lebih lanjut
BACA JUGA
VIDEO
TERKAIT
Loading
POPULER