Polemik Royalti Musik di Kafe, Wamenko Otto Hasibuan: Dulu...
Media sosial ramai membahas soal royalti musik yang diputar di kafe maupun restoran. Sempat muncul seruan bahwa musik yang diputar di lokasi tersebut dikenakan royalti.
Hal ini menyita perhatian Wakil Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Otto Hasibuan yang mendorong agar Undang-Undang Hak Cipta segera direvisi.
"Memang gini ya, royalti musik ini memang sedikit ada problem. Dulu, kebetulan saya mengambil disertasi mengenai ini, royalti mengenai ini. Jadi, waktu itu belum ada LMK-nya, lembaga manajemen kolektif nggak ada. Nah, setelah itu saya melakukan research di Jepang," kata Otto pada detikcom.
"Jadi, saya usulkan agar dibuat lembaga manajemen kolektif ini kan, kolektif. Saya sebut dulu itu namanya collecting society, ya. Kenapa? Karena di Indonesia pada waktu itu nggak ada ini. Jadi, orang mengalami kesulitan untuk kalau umpamanya ada ciptaan, katakan ciptaan Rinto Harahap. Saya di Papua umpamanya, atau saya di Medan, saya nggak bisa kontak Pak Rinto," sambungnya.
Pembentukan Lembaga Manajemen kolektif Nasional (LMKN) di Indonesia memberikan kuasa dari pencipta ke lembaga tersebut untuk mengurus komersil.Masalah utamanya adalah pencipta yang tak mendaftarkan diri ke LMKN.
"Kalau saya sebagai pencipta, tidak masuk di LMK, lantas berarti LMK tidak bisa mewakili saya. Nah, masyarakat jadi bayarnya sebagian bayar ke LMK, sementara nggak bayar kepada si pencipta. Nah ini yang terjadi sekarang ini," imbuhnya.
"Jadi, sebenarnya memang berdasarkan undang-undang. Kalau sudah ada uniform, sesuatu kesatuan. Bahwa, kalau Anda menggunakan lagu yang sifatnya komersial. Nah, ini intinya. Sifatnya komersial, mendapatkan untung, ya you wajib bayar. Tapi, kalau nggak komersial, bagaimana? Kemudian, rate-nya juga harus diatur," sambungnya.
"Jangan semua kafe-kafe yang sebenarnya, kan dikatakan, kalau gitu saya nggak mau pakai lagu ini. Nah, ini menjadi permasalahan. Jadi, memang perlu penjelasan kepada masyarakat. Siapa-siapa yang sebenarnya berkewajiban untuk membayar itu. Ya kan? Kafe-kafe yang bagaimana yang harus bayar harga itu," katanya lagi.
Otto menambahkan bahwa pihaknya bakal membahas masalah ini ke DPR dan mengatakan akan segera merevisi UU Hak Cipta tersebut.
"Ya, kita akan beri masukan ya (ke DPR). Masukan mengenai soal undang-undang ini, ya. Karena undang-undangnya masih belum jelas memang. persoalan, umpamanya, kalau nggak bayar, langsung pidana. Nah, kan itu harus ada ketegasan-ketegasan," paparnya.
"Jadi, memang intinya dari pertanyaanmu, yang saya ingin saya jawab adalah, bahwa Undang-Undang Hak Cipta itu perlu direvisi segera. Itu intinya, direvisi, kemudian diberikan kepastian hukum, baik bagi pencipta, maupun para masyarakat, konsumen, pemakai lagu-lagu itu, kafe-kafe, restoran. Jadi definisi tentang, apa namanya itu, komersial itu juga harus jelas," pungkasnya.
(dis/dis)