Home Film & Musik Berita Film dan Musik
EKSKLUSIF

Kisah Alec Benjamin soal Album Baru, Alami Rasa Cemas & Candu Media Sosial

SYAFRINA SYAAF | Insertlive
Jumat, 29 Apr 2022 13:00 WIB
Foto: Instagram/@alecbenjamin
Jakarta, Insertlive -

Lebih kurang dua tahun lalu, Alec Benjamin penyanyi dan penulis lagu asal Arizona, Amerika Serikat, merasakan kekhawatiran dan kebingungan saat dunia menjadi kacau balau karena kedatangan virus Covid-19 yang melumpuhkan dunia. 

Alec, seperti penduduk dunia lainnya, juga mengalami dampak negatif dari pandemi, sebanyak 150 jadwal tur mengalami pembatalan. Dia tak memiliki pilihan lain kecuali melakukan penundaan untuk berbagai proyek musiknya. 

Cemas dan resah menggeluti batin sekaligus mentalitas Alec yang berujung pada frustrasi tak berkesudahan. 


Tak ingin terus menerus tenggelam dalam perasaan negatif, Alec menumpahkan kegelisahannya dengan menulis lirik lagu dan membuat musik hingga tercipta album terbarunya bertajuk (un)commentary. 

Simak wawancara eksklusif InsertLive dengan Alec Benjamin beberapa waktu lalu berikut ini:

Hai Alec, selamat untuk album baru kamu Uncommentary. Apa cerita menarik dari album baru kamu?

Aku mengeksplorasi banyak tema pada album ini, tema yang sebelumnya aku enggak nyaman lakukan, album ini aku beri nama (un)commentary. Nama itu mewakili pandanganku mengenai komentarku yang tidak biasa terhadap hal-hal yang aku renungkan beberapa tahun terakhir ketika pandemi berlangsung. 

Aku harus melihat dunia berjuang melawan keruntuhan karena pandemi, beberapa di antara renunganku terkait dengan refleksi cinta dan hubungan masa lalu. Namun, kebanyakan cerita pada album ini mengenai pengalaman pribadiku dan persepsiku tentang kondisi dunia selama pandemi. 

Apa yang membedakan album baru kamu dan album sebelumnya?

Well, ada satu lagu pembuka pada (un)commentary berjudul Dopamine Addict. Lagu ini tentang kecanduanku dengan media sosial. Sebelum pandemi, konser dan tampil di depan penggemarku memberikan semangat yang luar biasa, adrenalin terpacu, tidak ada narkoba atau alkohol yang dapat memberikan energi serupa. Namun, semua itu hilang karena pandemi. Jadi aku menggantikannya dengan media sosial. Aku agak putus asa karena media sosial selama awal pandemi. Album ini mengungkapkan banyak hal yang aku pikir belum dibicarakan orang-orang, itu menjadi masalah. Banyak refleksi diri yang aku bicarakan pada album ini dibandingkan album terdahulu. 

Seberapa parah media sosial membuat kamu terpuruk?

Aku menyadari menjadi sangat sedih sepanjang waktu. Tidak ada bentuk hiburan yang nyata, tidak ada hal lain yang dapat aku lakukan. Aku tahu mengenai kita rentan membandingkan diri sendiri dengan orang lain lewat internet. Lalu, aku bermain Tik Tok, itu seperti mesin slot judi yang menghadirkan segala konten baru. Kamu membuat konten, kamu menunggu komentar, kamu menunggu apa yang mereka pikirkan tentang kamu. Waktu terbuang dan kamu menyadari kalau kamu terus-terusan berada di posisi menunduk, leher seperti craine, dan berjam-jam berada di sofa.Tiba-tiba saja aku ingin mengakhirinya, itu tidak sehat, aku sadar itu salah.

Lirik pertama (Dopamine Addict) adalah enam bulan bersih dari dopamine (media sosial). Aku melempar ponselku ke dinding dan rusak, aku segera menyesali keputusan itu, hahaha... Kenapa? Sebab, semua data dan kontak ada di ponsel itu dan tidak aku back up. Benar-benar ide buruk. Ah akhirnya aku menghubungi lagi semua orang untuk memberitahu soal ponselku. Media sosial sangat tidak sehat. Aku menyadari itu adalah masalah. Namun, aku menanganinya lewat proses yang selama ini aku suka, aku menulis.

Dulu, waktu kamu mempersiapkan album debut, aku baca pada satu artikel kamu membutuhkan proses kreatif yang cukup panjang. Apakah hal yang sama juga terjadi pada album baru ini?

Sebenarnya sih jauh berbeda karena tidak ada yang memintaku untuk membuat album ini. Saat lockdown, aku sama sekali tidak menulis lirik atau apapun. Awalnya, aku menyukainya karena aku sempat kelelahan menjalani tur konser. Menulis lagu di sela-sela konser menjadi momen yang menenangkan. 

Sekarang, saat tidak tur dan aku tergerak untuk menulis lirik lagu, aku merasakan hal yang berbeda, pengalaman yang menyegarkan. Jadi ini seperti mixtape pertamaku. Aku berada di rumah bersama anjingku, aku duduk di depan piano, aku juga berbincang dengan teman-temanku tentang dunia yang kacau balau. 

Tidak ada yang memintaku membuat album ini, aku terdorong begitu saja untuk menulis lagu karena memiliki banyak hal yang ingin aku katakan. 

Alec Banjamin/ Foto: Instagram/@alecbenjamin

Aku banyak mendengarkan lagu kamu. Lirik-lirik lagu kamu, aku merasa, seperti lirik yang memiliki visual. Pendekatan seperti apa yang kamu lakukan saat menulis lagu?

Sekarang ini aku langsung menulis saja apa yang aku pikirkan. Aku juga tipe orang yang suka ngobrol, aku banyak mengobrol bersama orangtuaku mengenai segala hal yang aku pikirkan. 

Aku tuh juga orang yang kalau menatap bintang aku penasaran soal benar gak sih ada alien di atas sana, aku pun membicarakan dengan ayah dan ibuku. Ah ternyata, hal-hal yang aku sukai ini bisa menghasilkan uang, aku bisa hidup dari situ. Yah kenapa tidak, aku akan terus melakukannya. 

Sebentar lagi kamu akhirnya akan melanjutkan tur konser, kamu pasti senang banget?

Banget, aku bersemangat banget, aku harap sekarang aku sudah jalan keliling untuk tur konser. 

(syf/syf)

VIDEO TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT
FOTO TERKAIT
POPULER
DETIKNETWORK